Wednesday, June 4

Tamparan Malam

0 comments
Malam ini gue dikritisi karena “sebagai anak ‘hukum’ bakal diketawain kalo nggak up to date tentang berita berita politik yang berkembang saat ini.

Well, untuk beberapa point benar dan gue setuju. Tapi, apakah begitu terdeskritkannya orang orang hukum yang tidak mengetahui tentang kabar politik baru baru ini, dimana sedang “ricuh” menjelang pemilu?

Bagaimana jika ‘anak hukum’ itu memiliki minat yang berbeda disana atau bahkan mungkin tidak sempat untuk mengikuti perkembangannya? Apakah semudah itu memberikan label “salah”?

Secara jujur emang dalam 2 minggu terakhir ini gue kurang concern dengan perkembangan politik di Indonesia menjelang Pemilu Presiden. 1) gue belum memilih secara mantab siapakah calon pilihan gue di Pilpres ini. 2) gue belum minat untuk ng-stalk perkembangannya. Ada rasa apatis disana dang secara jujur gue kurang begitu berminat merayakan pemilu ini walaupun kita, bangsa Indonesia saat ini dekat dengan urgensi pasar bebas ASEAN, dimana kita dituntut agar memilih secara tepat siapa Presiden yang mampu menjaga amanat rakyat dan menggiring negara ini untuk bisa menghadapi tantangan dunia yang lebih sulit.

Gue gak peduli.

Tapi gue tau, gue harus turuntangan ambil bagian untuk bertindak.

Hanya saja, gue belum mau, belum saatnya.

Dan karena “ditampar” seperti malam ini, sudah saatnya gue kembali dari absen gue setelah lolos dari agenda ikut lomba padusa tanggal 23-24 Mei kemaren.

Akan gue mulai dengan me-kritisi kondisi Perdebatan Kampanye kali ini.

Beberapa waktu yang lalu, di MetroTV dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan tanggal 28 Mei, membahas tentang Pilpres dengan judul “JOKOWI atau PRABOWO”. Judulnya, menurut gue bener bener langsung to the point. Dan dari awal acara, gue sudah memprediksi bahwa perdebatannya nanti akan lebih bernuansa saling menjatuhkan daripada saling menunjukkan kemampuan masing masing.

Pada sekmen pertama, pembicaranya adalah Anies Baswedan dari pihak PDIP dan Mahfud MD dari pihak GERINDRA, mereka berdua adalah juru bicara dari masing masing partai. Yang pengen gue nilai disini adalah betapa matang, dewasa, dan santunnya Anies Baswedan dalam menyampaikan pendapatnya dan juga alasannya kenapa memilih Jokowi daripada Prabowo. Dengan tutur kata yang menurut gue apik banget, sopan, namun tegas akan sikap. Lalu bagaimana dengan Mahfud MD, sesaat gue menangkap dimana pak Mahfud ini lebih kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Najwa Shihab. Yang bikin saya bingung juga adalah karena mereka berdua ini adalah tokoh yang menjadi panutan gue, dan detik ini mereka berseberangan dalam dukungan mereka kepada Presiden.

Dan setelah ditayangkan episiode itu, kritikan, cemoohan, dan hal hal kurang santun lainnya bermunculan ke media. Menyerang Anies Baswedan dan Mahfud M.D, Capresnya pun nggak ketinggalan dicerca juga. Kubu pendukung pun menjadi saling serang. Bukan serangan yang menunjukkan “ Kami pantas dengan kompetensi kami”. Tapi malah “Kalian tidak pantas, karena kalian tidak sesuai dengan apa yang kami lakukan”

Nah, yang jadi masalah yang mana nih?

Bagi gue, yang menjadi masalah adalah mereka yang mempermasalahkan hal ini.

Menurut gue, orang orang kita ini jadi sangat tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat.

Masih banyak orang menganggap orang lain SALAH hanya karena mereka TIDAK SAMA dengan mereka

Waduh, kalau bagi gue, ini sikap yang primitif sekali. Gue merasa sikap seperti ini adalah sikap yang sangat egois, dimana kita tidak memberikan ruang untuk adanya penjelasan dan tidak memberikan ruang untuk adanya perbedaan.

Dalam kacamata gue, Pasangan capres Jokowi-JK menurut gue sedikit lebih unggul dari pasangan Prabowo-Hatta. Gue berusaha mencari informasi walaupun masih bisa dibilang tidak cukup banyak.

Dan menurut gue, pasangan Prabowo-Hatta ini mendapat serangan black-campaign lebih daripada Jokowi-JK. Banyak sekali masalah masalah masa lalu pasangan Prabowo-Hatta yang dimunculkan kepublik padahal jika kita mau menengok ke-5 tahun yang lalu dimana Megawati memilih Prabowo sebagai Cawapresnya tenang tenang saja. Bahkan 5 tahun yang lalu gue juga nggak tahu menahu adanya kasus yang menyandung Prabowo.

Gue akan berusaha merumuskan dan menuliskan penilaian yang berkembangan disekitar masyarakat mengenai 2 capres ini.

Pertama, pendapat tentang kelebihan Jokowi-JK:

1.      Capres yang dinilai sederhana, merakyat, suka blusukan.

2.      Pernah menjabat sebagai Walikota Solo dan juga Gubernur Jakarta yang (katanya) sudah 

memberikan kontribusi cukup nyata.

3.      Tidak memiliki catatan buruk dalam track-record-nya

4.      Dinilai sebagai sosok pembaharuan.

5.      Elektabilitas tinggi

Kedua, pendapat tentang kelebihan Prabowo-Hatta.

1.      Memiliki popularitas yang tinggi

2.      Dinilai sebagai sosok pemimpin yang tegas, berani, dan memiliki wibawa.

3.      Memiliki prestasi dibidang militer yang baik

4.      Karena memiliki background militer, Prabowo dinilai memiliki kecakapan memimpin dengan 

strategi yang baik.

5.      Prabowo mampu menggaet partai partai Islam dalam koalisinya yang nantinya akan menarik minat 

para orang Islam

Nah, sekarang kekurangannya.

Pertama, pendapat tentang kekurangan Jokowi-JK:

1.      Jika Jokowi menang, maka dia akan disinyalir sebagai pemimpin boneka karena ada pendapat 

yang berkembang bahwa dia akan dikendalikan oleh Megawati.

2.      Kemampuan bahasa inggris yang dinilai kurang sebagai Presiden

3.      Jokowi juga dinilai akan tunduk kepada negara negara asing.

4.      Metode blusukan Jokowi dinilai tidak cocok jika menjadi Presiden. Capek kalo blusukan mulu 

keliling Indonesia

5.      Jokowi terus diserang karena dia tidak menyelesaikan kepemerintahannya di Solo dan di Jakarta. 

Dinilai haus akan kekuasaan.

6.      Tersandung isu negative tentang pengadaan Bus Transjakarta.

Kedua, pendapat tentang kekurangan Prabowo-Hatta:

1.      Isu pelanggaran hak asasi manusia dalam penculikan aktivis 1998.

2.      Penembakan semanggi

3.      Pelanggaran HAM berat di Timor Timor

4.      Tidak memiliki istri dan berkaitan dengan seksual

5.      Memiliki sikap temperamental dan menggunakan kekerasan

6.      Memiliki hutang yang banyak.

Dan gue yakin bakal lebih banyak lagi pendapat tentang keburukan dari masing masing pihak.

Karena, kita masih menikmati berkampanye dengan pesta menjelek jelekkan daripada berusaha membangun keyakinan akan potensi dan kemampuan yang kita miliki.

Sifat bully masyarakat Indonesia ini sangat luar biasa habatnya menurut gue. Ada perasaan dimana gue ini malu karena membangga banggakan dimana masyarakat kita ini adalah masyarakat yang santun, padahal …….

Tapi gue nggak mau cuman jadi mereka yang omong doang. Gue berusaha menjadi golongan yang berusaha mendewasa dan memilih cara yang santun dalam berpendapat mengenai pilihan Pilpres.

Awalnya gue mendukung Jokowi, namun karena gue ngerasa sikap pendukungnya yang fanatik dan memunculkan cara bertarung dengan saling menjatuhkan.

Awalnya gue pikir Prabowo ini kurang bagus karena jejak masa lalunya, tapi akhirnya gue mikir, nggak fair lah kalau Prabowo ini selalu diseret seret isu masa lalu yangmana tidak ada Peradilan yang mau mengadakannya.

Dari kuliah hukum, gue belajar bahwa:

Isu negative tentang dugaan keterlibatan Prabowo dengan tragedy dimasa lampau yang berkaitan dengan Pelanggaran HAM berat ini dapat diselesaikan melalui Peradilan HAM Ad Hoc yang mana peradilan Ad Hoc ini ada JIKA ADA KASUSNYA SAJA.

Kasusnya ada. Tapi kenapa tak kunjung diadili?

Ada permainan politik disini. Peradilan Ad Hoc ini ada jika DPR yang minta. Tapi, orang orang yang ada di DPR itu adalah orang orang dari golongan partai penguasa yang secara kasar dinilai berseberangan dengan Prabowo. Musuhan gitu deh pokoknya.

Jika Prabowo sudah diadili dan masalah selesai, maka tidak ada lagi alasan alasan yang bisa dibuat untuk terus menyerang Prabowo. Maka dari itulah, pengadilan ini tidak pernah ada, agar kasus ini tidak pernah diselesaikan, dan ‘mereka’ masih bisa menyeret nyeret dan mengungkit Prabowo dengan segala kesalahan masa lalunya.

Ini nggak fair.

Jokowi sekarang ini ribut diserang tentang Isu SARA yang berkenaan dengan agama. Dinilai sebagai antek Zionist lah, apalah.

Tapi Jokowi lebih memilih untuk tidak menggubrisnya dan memilih untuk kerja kerja dan fokus untuk pemenangan Pilpres. Disisi lain, masyarakat juga semakin bingung karena tidak ada kejelasan manakah berita yang benar itu.

***

Jika orientasi kita terhadap cara berdemokrasi, cara berkampanye yang menggunakan metode saling menjatuhkan daripada saling menguatkan posisi masing masing dengan saling bertarung buah pemikiran mana yang terbaik,

Sebaik apapun calonnya, gue udah muak dan gak percaya.

Dalam Islam, jika kita ingin melakukan sesuatu itu bergantung pada niat kan? Tapi nggak berhenti disitu saja lho.

Kalau niatnya baik tapi dilakuin dengan cara yang salah, hasilnya bakal salah juga.

Pemimpin yang memiliki segala kebaikan, namun malah berjuang dengan cara yang salah, maka segala kebaikan itu akan hilang, ditutupi oleh segala keburukannya.

Jika memang kita pengen Indonesia yang berubah, berubah kearah lebih baik, mulai dengan menentukan sikap yang tidak fanatik.

Orang orang fanatik adalah orang orang yang bodoh.

Dan pendapat yang diiringi akan sakit hati, tidak akan pernah objektif. (gue udah buktiin)

Lalu, bangun kedewasaan dalam berpolitik.

Jangan dong kita pakek cara berpolitik yang transaksional doang dimana segalanya pakek uang, malah mengesampingkan tujuan dari berpolitik yangmana kita itu pengen memperjuangkan kepentingan orang banyak.

Berusaha berkampanya secara santun, jangan saling menjatuhkan dengan mengungkapkan aib, bukan bertarung menunjukkan kualitas.

Sikap ini juga diperlu dimiliki oleh para pendukung masing masing yang saling berlawanan. Mendukunglah dengan cara yang baik dan santun, dan jika memang benar kita ingin berusaha menyadarkan akan keburukan salah satu pihak, plis dong yang objektif.

Jangan cuman nyalahin dan jelek jelekin tapi nggak bisa kasih kelebihan dimana agar kita juga selalu mawas diri dan nggak sombong.

Berjalan dalam jalan kebenaran dan diliputi dengan rasa rendah hati itu lebih mulia daripada berjalan sombong dijalan yang ‘menurutmu’ benar.

Rendah hati dan mawas diri.

Sebagai penutup, gue minta maaf atas tulisan gue yang masih rancu dan loncat loncat ini. Yaaa setidaknya gue berusaha membuktikan kediri gue sendiri kalau gue mau usaha untuk menyalurkan apa yang ada dalam pemikiran gue untuk gue tulis dan gue bagikan.

Daripada mereka yang dengan sombong dan belagunya menganggap “ojo nggur ng-blog ae”. Anjing! Daripada elo coy cuman BACOT doang.

Mana karya lo?

Mana keinginan lo buat berkarya?

None.

Go f*ck yourself

Salam #Jancuk

Leave a Reply