Malam
ini gue dikritisi karena “sebagai anak ‘hukum’ bakal diketawain kalo nggak up to date tentang berita berita politik
yang berkembang saat ini.
Well,
untuk beberapa point benar dan gue setuju. Tapi, apakah begitu terdeskritkannya
orang orang hukum yang tidak mengetahui tentang kabar politik baru baru ini,
dimana sedang “ricuh” menjelang pemilu?
Bagaimana
jika ‘anak hukum’ itu memiliki minat yang berbeda disana atau bahkan mungkin
tidak sempat untuk mengikuti perkembangannya? Apakah semudah itu memberikan
label “salah”?
Secara
jujur emang dalam 2 minggu terakhir ini gue kurang concern dengan perkembangan politik di Indonesia menjelang Pemilu Presiden.
1) gue belum memilih secara mantab siapakah calon pilihan gue di Pilpres ini.
2) gue belum minat untuk ng-stalk
perkembangannya. Ada rasa apatis disana dang secara jujur gue kurang begitu
berminat merayakan pemilu ini walaupun kita, bangsa Indonesia saat ini dekat
dengan urgensi pasar bebas ASEAN,
dimana kita dituntut agar memilih secara tepat siapa Presiden yang mampu
menjaga amanat rakyat dan menggiring negara ini untuk bisa menghadapi tantangan
dunia yang lebih sulit.
Gue gak
peduli.
Tapi
gue tau, gue harus turuntangan ambil bagian untuk bertindak.
Hanya
saja, gue belum mau, belum saatnya.
Dan
karena “ditampar” seperti malam ini, sudah saatnya gue kembali dari absen gue
setelah lolos dari agenda ikut lomba padusa tanggal 23-24 Mei kemaren.
Akan
gue mulai dengan me-kritisi kondisi Perdebatan Kampanye kali ini.
Beberapa
waktu yang lalu, di MetroTV dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan tanggal 28
Mei, membahas tentang Pilpres dengan judul “JOKOWI atau PRABOWO”. Judulnya,
menurut gue bener bener langsung to the
point. Dan dari awal acara, gue sudah memprediksi bahwa perdebatannya nanti
akan lebih bernuansa saling menjatuhkan daripada saling menunjukkan kemampuan
masing masing.
Pada
sekmen pertama, pembicaranya adalah Anies Baswedan dari pihak PDIP dan Mahfud
MD dari pihak GERINDRA, mereka berdua adalah juru bicara dari masing masing
partai. Yang pengen gue nilai disini adalah betapa matang, dewasa, dan
santunnya Anies Baswedan dalam menyampaikan pendapatnya dan juga alasannya
kenapa memilih Jokowi daripada Prabowo. Dengan tutur kata yang menurut gue apik
banget, sopan, namun tegas akan sikap. Lalu bagaimana dengan Mahfud MD, sesaat
gue menangkap dimana pak Mahfud ini lebih kesulitan dalam menjawab pertanyaan
yang dilayangkan oleh Najwa Shihab. Yang bikin saya bingung juga adalah karena
mereka berdua ini adalah tokoh yang menjadi panutan gue, dan detik ini mereka
berseberangan dalam dukungan mereka kepada Presiden.
Dan
setelah ditayangkan episiode itu, kritikan, cemoohan, dan hal hal kurang santun
lainnya bermunculan ke media. Menyerang Anies Baswedan dan Mahfud M.D,
Capresnya pun nggak ketinggalan dicerca juga. Kubu pendukung pun menjadi saling
serang. Bukan serangan yang menunjukkan “ Kami pantas dengan kompetensi kami”. Tapi
malah “Kalian tidak pantas, karena kalian tidak sesuai dengan apa yang kami
lakukan”
Nah,
yang jadi masalah yang mana nih?
Bagi
gue, yang menjadi masalah adalah mereka yang mempermasalahkan hal ini.
Menurut
gue, orang orang kita ini jadi sangat tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat.
Masih
banyak orang menganggap orang lain SALAH hanya karena mereka TIDAK SAMA dengan
mereka
Waduh,
kalau bagi gue, ini sikap yang primitif sekali. Gue merasa sikap seperti ini
adalah sikap yang sangat egois, dimana kita tidak memberikan ruang untuk adanya
penjelasan dan tidak memberikan ruang untuk adanya perbedaan.
Dalam
kacamata gue, Pasangan capres Jokowi-JK menurut gue sedikit lebih unggul dari
pasangan Prabowo-Hatta. Gue berusaha mencari informasi walaupun masih bisa
dibilang tidak cukup banyak.
Dan
menurut gue, pasangan Prabowo-Hatta ini mendapat serangan black-campaign lebih daripada Jokowi-JK. Banyak sekali masalah
masalah masa lalu pasangan Prabowo-Hatta yang dimunculkan kepublik padahal jika
kita mau menengok ke-5 tahun yang lalu dimana Megawati memilih Prabowo sebagai
Cawapresnya tenang tenang saja. Bahkan 5 tahun yang lalu gue juga nggak tahu
menahu adanya kasus yang menyandung Prabowo.
Gue
akan berusaha merumuskan dan menuliskan penilaian yang berkembangan disekitar
masyarakat mengenai 2 capres ini.
Pertama,
pendapat tentang kelebihan Jokowi-JK:
1.
Capres yang
dinilai sederhana, merakyat, suka blusukan.
2.
Pernah
menjabat sebagai Walikota Solo dan juga Gubernur Jakarta yang (katanya) sudah
memberikan kontribusi cukup nyata.
3.
Tidak memiliki
catatan buruk dalam track-record-nya
4.
Dinilai sebagai
sosok pembaharuan.
5.
Elektabilitas
tinggi
Kedua,
pendapat tentang kelebihan Prabowo-Hatta.
1.
Memiliki
popularitas yang tinggi
2.
Dinilai sebagai
sosok pemimpin yang tegas, berani, dan memiliki wibawa.
3.
Memiliki
prestasi dibidang militer yang baik
4.
Karena memiliki
background militer, Prabowo dinilai memiliki kecakapan memimpin dengan
strategi
yang baik.
5.
Prabowo
mampu menggaet partai partai Islam dalam koalisinya yang nantinya akan menarik
minat
para orang Islam
Nah,
sekarang kekurangannya.
Pertama,
pendapat tentang kekurangan Jokowi-JK:
1.
Jika Jokowi
menang, maka dia akan disinyalir sebagai pemimpin boneka karena ada pendapat
yang berkembang bahwa dia akan dikendalikan oleh Megawati.
2.
Kemampuan bahasa
inggris yang dinilai kurang sebagai Presiden
3.
Jokowi juga
dinilai akan tunduk kepada negara negara asing.
4.
Metode blusukan
Jokowi dinilai tidak cocok jika menjadi Presiden. Capek kalo blusukan mulu
keliling Indonesia
5.
Jokowi
terus diserang karena dia tidak menyelesaikan kepemerintahannya di Solo dan di
Jakarta.
Dinilai haus akan kekuasaan.
6.
Tersandung
isu negative tentang pengadaan Bus Transjakarta.
Kedua,
pendapat tentang kekurangan Prabowo-Hatta:
1.
Isu pelanggaran
hak asasi manusia dalam penculikan aktivis 1998.
2.
Penembakan semanggi
3.
Pelanggaran
HAM berat di Timor Timor
4.
Tidak memiliki
istri dan berkaitan dengan seksual
5.
Memiliki sikap
temperamental dan menggunakan kekerasan
6.
Memiliki hutang
yang banyak.
Dan
gue yakin bakal lebih banyak lagi pendapat tentang keburukan dari masing masing
pihak.
Karena,
kita masih menikmati berkampanye dengan pesta menjelek jelekkan daripada
berusaha membangun keyakinan akan potensi dan kemampuan yang kita miliki.
Sifat
bully masyarakat Indonesia ini sangat
luar biasa habatnya menurut gue. Ada perasaan dimana gue ini malu karena
membangga banggakan dimana masyarakat kita ini adalah masyarakat yang santun,
padahal …….
Tapi
gue nggak mau cuman jadi mereka yang omong doang. Gue berusaha menjadi golongan
yang berusaha mendewasa dan memilih cara yang santun dalam berpendapat mengenai
pilihan Pilpres.
Awalnya
gue mendukung Jokowi, namun karena gue ngerasa sikap pendukungnya yang fanatik
dan memunculkan cara bertarung dengan saling menjatuhkan.
Awalnya
gue pikir Prabowo ini kurang bagus karena jejak masa lalunya, tapi akhirnya gue
mikir, nggak fair lah kalau Prabowo
ini selalu diseret seret isu masa lalu yangmana tidak ada Peradilan yang mau
mengadakannya.
Dari
kuliah hukum, gue belajar bahwa:
Isu negative
tentang dugaan keterlibatan Prabowo dengan tragedy dimasa lampau yang berkaitan
dengan Pelanggaran HAM berat ini dapat diselesaikan melalui Peradilan HAM Ad
Hoc yang mana peradilan Ad Hoc ini ada JIKA ADA KASUSNYA SAJA.
Kasusnya
ada. Tapi kenapa tak kunjung diadili?
Ada permainan
politik disini. Peradilan Ad Hoc ini ada jika DPR yang minta. Tapi, orang orang
yang ada di DPR itu adalah orang orang dari golongan partai penguasa yang
secara kasar dinilai berseberangan dengan Prabowo. Musuhan gitu deh pokoknya.
Jika
Prabowo sudah diadili dan masalah selesai, maka tidak ada lagi alasan alasan
yang bisa dibuat untuk terus menyerang Prabowo. Maka dari itulah, pengadilan
ini tidak pernah ada, agar kasus ini tidak pernah diselesaikan, dan ‘mereka’
masih bisa menyeret nyeret dan mengungkit Prabowo dengan segala kesalahan masa
lalunya.
Ini nggak
fair.
Jokowi
sekarang ini ribut diserang tentang Isu SARA yang berkenaan dengan agama. Dinilai
sebagai antek Zionist lah, apalah.
Tapi
Jokowi lebih memilih untuk tidak menggubrisnya dan memilih untuk kerja kerja
dan fokus untuk pemenangan Pilpres. Disisi lain, masyarakat juga semakin
bingung karena tidak ada kejelasan manakah berita yang benar itu.
***
Jika
orientasi kita terhadap cara berdemokrasi, cara berkampanye yang menggunakan
metode saling menjatuhkan daripada saling menguatkan posisi masing masing
dengan saling bertarung buah pemikiran mana yang terbaik,
Sebaik
apapun calonnya, gue udah muak dan gak percaya.
Dalam
Islam, jika kita ingin melakukan sesuatu itu bergantung pada niat kan? Tapi
nggak berhenti disitu saja lho.
Kalau
niatnya baik tapi dilakuin dengan cara yang salah, hasilnya bakal salah juga.
Pemimpin
yang memiliki segala kebaikan, namun malah berjuang dengan cara yang salah,
maka segala kebaikan itu akan hilang, ditutupi oleh segala keburukannya.
Jika
memang kita pengen Indonesia yang berubah, berubah kearah lebih baik, mulai
dengan menentukan sikap yang tidak fanatik.
Orang
orang fanatik adalah orang orang yang bodoh.
Dan pendapat
yang diiringi akan sakit hati, tidak akan pernah objektif. (gue udah buktiin)
Lalu,
bangun kedewasaan dalam berpolitik.
Jangan
dong kita pakek cara berpolitik yang transaksional doang dimana segalanya pakek
uang, malah mengesampingkan tujuan dari berpolitik yangmana kita itu pengen
memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Berusaha
berkampanya secara santun, jangan saling menjatuhkan dengan mengungkapkan aib,
bukan bertarung menunjukkan kualitas.
Sikap
ini juga diperlu dimiliki oleh para pendukung masing masing yang saling
berlawanan. Mendukunglah dengan cara yang baik dan santun, dan jika memang
benar kita ingin berusaha menyadarkan akan keburukan salah satu pihak, plis
dong yang objektif.
Jangan
cuman nyalahin dan jelek jelekin tapi nggak bisa kasih kelebihan dimana agar
kita juga selalu mawas diri dan nggak sombong.
Berjalan
dalam jalan kebenaran dan diliputi dengan rasa rendah hati itu lebih mulia
daripada berjalan sombong dijalan yang ‘menurutmu’ benar.
Rendah
hati dan mawas diri.
Sebagai
penutup, gue minta maaf atas tulisan gue yang masih rancu dan loncat loncat
ini. Yaaa setidaknya gue berusaha membuktikan kediri gue sendiri kalau gue mau
usaha untuk menyalurkan apa yang ada dalam pemikiran gue untuk gue tulis dan
gue bagikan.
Daripada
mereka yang dengan sombong dan belagunya menganggap “ojo nggur ng-blog ae”. Anjing! Daripada elo coy cuman
BACOT doang.
Mana
karya lo?
Mana
keinginan lo buat berkarya?
None.
Go f*ck yourself
Salam
#Jancuk
