Wednesday, September 17

Perjumpaan Indah dalam Mimpi

0 comments
Wow. Akhirnya aku bisa menjumpai Dinda. Dalam mimpi. Bukan sembarang mimpi, namun mimpi yang begitu jelas.

Bahagianya? Emmhhh bukan main!

Bahkan, mimpi itu bukan hanya sekadar bertemu dan mengobrol. Dalam mimpi itu, dia mengatakan memiliki perasaan yang sama terhadapku.

Oh~

Sungguh, jantung ini berdebar debar walaupun aku tahu itu hanyalah mimpi. Mimpi yang mana, lebih indah dari kenyataan hidupku.

Percaya tidak percaya, mimpi itu seolah membuatku bingung mana yang mimpi dan mana realita.

Dan aku pun sangaat berharap, aku terus berada dalam mimpi itu. Kalau bisa, bertukarlah. Mimpi ini menjadi sebuah realita, sedangkan realita hidupku menjadi sebuah mimpi yang muncul dalam setiap kali aku terlelap. Dengan begitu, aku akan mengurangi tidur dan memperbanyak melek.

Oiya lupa.

Dinda bukanlah nama asli. Dia adalah panggilanku untuk seseorang yang begitu .. apa ya.. kalau dimanakan cinta, terasa terlalu naïf, sebab kita tak pernah berjumpa. Dinda adalah panggilanku pada perempuan yang … aku naksir dibuatnya. Seseorang yang aku sukai, secara diam diam.

Dinda adalah panggilanku untuk menyebut namanya dalam doaku setelah ibadah. Sering sekali, ketika aku selesai ibadah, aku teringat padanya.

Dulu, kami sempat bertemu. Seketika saja, aku ingat perasaan ini, jantung yang berdebar, sikap yang terasa serba salah, dan mulut yang begitu sulit untuk menyapa. Aku ingat sekali perasaan ini.

Perasaan saat pertama kali aku jatuh cinta.

Hingga akhirnya, Tuhan mengijinkan aku bertemu kembali dengannya. Bertemu dalam mimpi. Sungguh, entah dimimpi pun, paras cantik yang begitu membuai itu tak sedikitpun berkurang. Aku ingat sekali dalam mimpi itu, dia yang lebih banyak bicara, sebab aku hanya bisa melongo dan deg-deg-an sendiri. Aku hanya bicara sedikit saja. Aku masih tak percaya bisa bertemu dengannya lagi.

Aku masih diam tak percaya bahwa, dia memiliki perasaan yang sama,

Dalam mimpi.

Lucunya, dalam mimpi itu aku bertemu kedua orang tuanya walaupun agak begitu samar. Kagetnya, mereka langsung menyetujui.

Duh, Beyyuuuhh~

Sungguh, tidak pernah ada mimpi yang membuatku begitu ingin bertukar realita seperti ini.

Tapi, sudahlah. Itu hanya mimpi. Bunga tidur, yang sungguh berhasil memerankan diri sebagai bunga.

Hingga detik aku menulis ini, aku masih dan terus bersyukur.

Mungkin ini adalah sebuah ganjaran baik, hadiah, serta hiburan atas usahaku berusaha keras untuk tampil di Festival Reog Nasional besok.

Oh!

Mungkin juga ini adalah kado Tuhan atas ulang tahunku 17 Agustus kemarin!

Mungkin sekali.

Leave a Reply