Wow.
Akhirnya aku bisa menjumpai Dinda. Dalam mimpi. Bukan sembarang mimpi, namun
mimpi yang begitu jelas.
Bahagianya?
Emmhhh bukan main!
Bahkan,
mimpi itu bukan hanya sekadar bertemu dan mengobrol. Dalam mimpi itu, dia
mengatakan memiliki perasaan yang sama terhadapku.
Oh~
Sungguh,
jantung ini berdebar debar walaupun aku tahu itu hanyalah mimpi. Mimpi yang
mana, lebih indah dari kenyataan hidupku.
Percaya
tidak percaya, mimpi itu seolah membuatku bingung mana yang mimpi dan mana
realita.
Dan
aku pun sangaat berharap, aku terus berada dalam mimpi itu. Kalau bisa,
bertukarlah. Mimpi ini menjadi sebuah realita, sedangkan realita hidupku
menjadi sebuah mimpi yang muncul dalam setiap kali aku terlelap. Dengan begitu,
aku akan mengurangi tidur dan memperbanyak melek.
Oiya
lupa.
Dinda
bukanlah nama asli. Dia adalah panggilanku untuk seseorang yang begitu .. apa
ya.. kalau dimanakan cinta, terasa terlalu naïf, sebab kita tak pernah
berjumpa. Dinda adalah panggilanku pada perempuan yang … aku naksir dibuatnya.
Seseorang yang aku sukai, secara diam diam.
Dinda
adalah panggilanku untuk menyebut namanya dalam doaku setelah ibadah. Sering sekali,
ketika aku selesai ibadah, aku teringat padanya.
Dulu,
kami sempat bertemu. Seketika saja, aku ingat perasaan ini, jantung yang
berdebar, sikap yang terasa serba salah, dan mulut yang begitu sulit untuk
menyapa. Aku ingat sekali perasaan ini.
Perasaan
saat pertama kali aku jatuh cinta.
Hingga
akhirnya, Tuhan mengijinkan aku bertemu kembali dengannya. Bertemu dalam mimpi.
Sungguh, entah dimimpi pun, paras cantik yang begitu membuai itu tak sedikitpun
berkurang. Aku ingat sekali dalam mimpi itu, dia yang lebih banyak bicara,
sebab aku hanya bisa melongo dan deg-deg-an sendiri. Aku hanya bicara
sedikit saja. Aku masih tak percaya bisa bertemu dengannya lagi.
Aku masih
diam tak percaya bahwa, dia memiliki perasaan yang sama,
Dalam
mimpi.
Lucunya,
dalam mimpi itu aku bertemu kedua orang tuanya walaupun agak begitu samar.
Kagetnya, mereka langsung menyetujui.
Duh,
Beyyuuuhh~
Sungguh,
tidak pernah ada mimpi yang membuatku begitu ingin bertukar realita seperti
ini.
Tapi,
sudahlah. Itu hanya mimpi. Bunga tidur, yang sungguh berhasil memerankan diri
sebagai bunga.
Hingga
detik aku menulis ini, aku masih dan terus bersyukur.
Mungkin
ini adalah sebuah ganjaran baik, hadiah, serta hiburan atas usahaku berusaha
keras untuk tampil di Festival Reog Nasional besok.
Oh!
Mungkin
juga ini adalah kado Tuhan atas ulang tahunku 17 Agustus kemarin!
Mungkin
sekali.
