Sebenarnya itu bukanlah sebuah
undangan. Bahkan lebih terdengar seperti saran yang bila ditolakpun tidak akan
menimbulkan akibat hukum.
Tapi …
Karena itu datang darimu
Dinda,
Terdengar seperti,
rayuan untuk menjumpaimu.
***
September sudah terlewati
dengan tidak adanya satu tulisan yang ter-publish.
Menulis waktu itu benar benar terasa malas bukan kepalang. Gerutuanku kepada
Tuhan yang menjadi sebab utamanya.
Aku sedang me-nyatru Tuhan.
Asal katanya adalah satru yang memiliki arti memusuhi;
menjauhi; mendiamkan.
Aku masih berkutat dengan
masalah lama itu. Tentang, “kenapa rasanya begitu ‘kesepian’?” Yaa taulah.
Cinta.
Sebenarnya sudah banyak
aktivitas yang membuatku mulai lupa. Seperti berhasilnya kami untuk
mengumpulkan para teman teman Ikasmaza Jogja dalam sebuah forum silaturahmi
yang hangat; ikut merayakan Hari Raya Idul Qurban; tugas yang mulai datang;
waktu yang lebih banyak bersama teman; pengaturan uang yang lebih baik sehingga
aku bisa makan dan njajan lebih sering; dan yang paling baik, aku sudah kembali ikut dalam proses
penggarapan tari REOG untuk FRN yang akan tampil tanggal 23 Oktober ini.
Tapi,
Bejibun
aktivitas seperti itu masih saja membuatku memikirkan hal itu. Dan ternyata aku
tidak sendirian. Ada kawanku yang lain yang merasakan hal yang sama.
Kenapa begitu “sepi”?
Hal
ini membawaku pada kesimpulan bahwa, umur dan memori masa lalulah yang
menjadikan kebutuhan akan asmara mulai tumbuh. Ditambah lagi dengan lingkungan
pertemanan yang mulai membahas tentang relationship
lebih sering daripada fase kehidupan sebelumnya.
Memang
tidak semua orang, tapi, orang yang dulu pernah merasakan pacaran yang real akan merasakan kebutuhan akan “hal
itu” lebih besar daripada orang yang tidak pernah melalui hubungan pacaran
sebelumnya. Ini yang saya dapati dari momentum kehidupan yang saya temui
sekarang.
Hipotesisnya,
Pertama, Memori masa lalu (biasa disebut juga dengan kenangan) secara alam bawah sadar dijadikan sebagai bahan
pembanding dari kehidupan yang saat ini terjadi.
Misalnya
dulu kalian pernah pacaran dan mesra mesranya, lalu sekarang kalian sedang
me-jomblo, maka sensasi dari kebutuhan akan “hal itu” menjadi lebih besar
daripada mereka yang tidak pernah pacaran sebelumnya.
Kedua, Umur, entah dalam hal yang saya sendiri tidak mengerti, sedikit-banyak
memberikan dampak pula terhadap ketertarikan akan kebutuhan “hal itu”. By the way, yang saya maksud dengan “hal
itu” adalah pacaran, kangen kangenan, cinta cintaan, munyu munyuan, berantem
beranteman dan hal hal lain yang biasanya muncul ketika jatuh cinta. Nah, umur,
dalam hal ini pun saya juga tidak tahu kenapa bisa memberikan dorongan atau
bisa menjadi salah satu faktor yang cukup mempengaruhi. Entah karena hormone atau
apa, saya juga kurang bisa menjelaskan. Tetapi, menurut saya ini menjadi salah
satu faktor.
Ketiga, lingkungan. Ketika kita masih dalam fase SMP-SMA, “hal itu” memang
sudah ada, namun belum dianggap sebagai sebuah materi utama pembahasan
kehidupan saat itu. Pada fase SMP-SMA, lebih banyak masa masa Cinta Monyet,
main bareng bareng sama temen sekelas, nakal nakalnya bareng temen sekelas,
pokoknya nuansanya adalah masih “main main”. Tetapi, fase yang sekarang, terlihat
menuntut agar mulai lebih serius. Didorong agar tidak hanya melihat jangka
pendeknya saja, namun juga jangka panjang – pernikahan.
Sebab karena itulah, pada fase sekarang ini
muncul bahasan baru, yaitu tentang relationship.
Bahkan, akan secara natural dihadapkan dengan “konflik relationship”. Yang saya maksud “konflik relationship” adalah dimana konflik yang terjadi difase ini adalah
konflik yang bertemakan tentang hubungan asmara atau relationship. Secara bertahap, akan dibawa pada sebuah sistem yang
saya sebut – komitmen hubungan;
dimana kita akan secara sukarela maupun dipaksa untuk berkomitmen dalam sebuah
hubungan yang sifatnya sedikit lebih kompleks.
Bahasa
sederhananya, kalian akan belajar untuk komitmen dengan pasangan anda. Mengenai
hal hal yang sederhana ataupun bahkan hal hal yang rumit. Ketemu ortunya
si-pasangan; mulai membicarakan hal hal yang berkaitan untuk sukses berdua; menikah;
galau karena umur udah lumayan uzur tapi belum ada seseorang untuk diajak
membicarakan pernikahan; dan sebagainya.
Mungkin
kalo buat saya sendiri, belum deh mikirnya sampai menikah. Yaa walaupun kadang
sesekali kepikiran, sudah mulai memperhitungkan tetapi tidak pada level yang
sangat serius.
Dorongan
yang lebih besar justru lebih kepada faktor yang pertama ya.. Memori. Yaa
karena “landing”nya hubunganku
(menurutku) kurang memberikan sesuatu yang layak untuk dikenang yaa. Jadi,
rasanya kurang sreg aja.
Tapi,
ada kata kata bijak yang bilang …
Terkadang, kamu
dipertemukan dengan orang yang salah, agar memahami berharganya dipertemukan
dengan orang yang tepat
Kecewa,
pasti. Tetapi, langkah yang paling baik adalah menjadikannya pelajaran. Saya
belajar arti dari setia. Karena ada dinding yang tipis sekali antara setia dengan gagal move on.
I’m already move away and move on.
But, not moving up yet.
Saya
belum dipertemukan dengan yang menggantikan”nya”. Maka dari itu, melalui
tulisan ini, saya pengen ingetin kepada kalian yang sudah menemukannya bahwa,
Kalian
sangat beruntung :)
Seharusnya,
tidak ada satu waktu pagi pun bagi kalian untuk berat mengucapkan rindu.
Karena, ada seseorang yang selalu kalian kangen-kan, padahal dia tepat ada
disamping kalian.
Yang
susah adalah ketika kamu merindu, tetapi tidak tahu rindu itu untuk siapa.
Maka,
mungkin saja bila,
Rasa
rindu itu adalah rindu akan kenangan indahmu dengan masa lalu.
Andai
aku bisa, aku akan sesegera mungkin tak lagi merindu masa laluku.
Aku
akan merindumu, Dind.
Dalam
setiap doaku.
