Friday, October 10

Ketika Aku Bertanya, Rindu Ini Untuk Siapa?

0 comments
Sebenarnya itu bukanlah sebuah undangan. Bahkan lebih terdengar seperti saran yang bila ditolakpun tidak akan menimbulkan akibat hukum.

Tapi …

Karena itu datang darimu Dinda,

Terdengar seperti,

rayuan untuk menjumpaimu.

***

September sudah terlewati dengan tidak adanya satu tulisan yang ter-publish. Menulis waktu itu benar benar terasa malas bukan kepalang. Gerutuanku kepada Tuhan yang menjadi sebab utamanya.

Aku sedang me-nyatru Tuhan.

Asal katanya adalah satru yang memiliki arti memusuhi; menjauhi; mendiamkan.

Aku masih berkutat dengan masalah lama itu. Tentang, “kenapa rasanya begitu ‘kesepian’?” Yaa taulah. Cinta.

Sebenarnya sudah banyak aktivitas yang membuatku mulai lupa. Seperti berhasilnya kami untuk mengumpulkan para teman teman Ikasmaza Jogja dalam sebuah forum silaturahmi yang hangat; ikut merayakan Hari Raya Idul Qurban; tugas yang mulai datang; waktu yang lebih banyak bersama teman; pengaturan uang yang lebih baik sehingga aku bisa makan dan njajan lebih sering; dan yang paling baik, aku sudah kembali ikut dalam proses penggarapan tari REOG untuk FRN yang akan tampil tanggal 23 Oktober ini.

Tapi,

Bejibun aktivitas seperti itu masih saja membuatku memikirkan hal itu. Dan ternyata aku tidak sendirian. Ada kawanku yang lain yang merasakan hal yang sama.

Kenapa begitu “sepi”?

Hal ini membawaku pada kesimpulan bahwa, umur dan memori masa lalulah yang menjadikan kebutuhan akan asmara mulai tumbuh. Ditambah lagi dengan lingkungan pertemanan yang mulai membahas tentang relationship lebih sering daripada fase kehidupan sebelumnya.

Memang tidak semua orang, tapi, orang yang dulu pernah merasakan pacaran yang real akan merasakan kebutuhan akan “hal itu” lebih besar daripada orang yang tidak pernah melalui hubungan pacaran sebelumnya. Ini yang saya dapati dari momentum kehidupan yang saya temui sekarang.

Hipotesisnya,

Pertama, Memori masa lalu (biasa disebut juga dengan kenangan) secara alam bawah sadar dijadikan sebagai bahan pembanding dari kehidupan yang saat ini terjadi.

Misalnya dulu kalian pernah pacaran dan mesra mesranya, lalu sekarang kalian sedang me-jomblo, maka sensasi dari kebutuhan akan “hal itu” menjadi lebih besar daripada mereka yang tidak pernah pacaran sebelumnya.

Kedua, Umur, entah dalam hal yang saya sendiri tidak mengerti, sedikit-banyak memberikan dampak pula terhadap ketertarikan akan kebutuhan “hal itu”. By the way, yang saya maksud dengan “hal itu” adalah pacaran, kangen kangenan, cinta cintaan, munyu munyuan, berantem beranteman dan hal hal lain yang biasanya muncul ketika jatuh cinta. Nah, umur, dalam hal ini pun saya juga tidak tahu kenapa bisa memberikan dorongan atau bisa menjadi salah satu faktor yang cukup mempengaruhi. Entah karena hormone atau apa, saya juga kurang bisa menjelaskan. Tetapi, menurut saya ini menjadi salah satu faktor.

Ketiga, lingkungan. Ketika kita masih dalam fase SMP-SMA, “hal itu” memang sudah ada, namun belum dianggap sebagai sebuah materi utama pembahasan kehidupan saat itu. Pada fase SMP-SMA, lebih banyak masa masa Cinta Monyet, main bareng bareng sama temen sekelas, nakal nakalnya bareng temen sekelas, pokoknya nuansanya adalah masih “main main”. Tetapi, fase yang sekarang, terlihat menuntut agar mulai lebih serius. Didorong agar tidak hanya melihat jangka pendeknya saja, namun juga jangka panjang – pernikahan.

 Sebab karena itulah, pada fase sekarang ini muncul bahasan baru, yaitu tentang relationship. Bahkan, akan secara natural dihadapkan dengan “konflik relationship”. Yang saya maksud “konflik relationship” adalah dimana konflik yang terjadi difase ini adalah konflik yang bertemakan tentang hubungan asmara atau relationship. Secara bertahap, akan dibawa pada sebuah sistem yang saya sebut – komitmen hubungan; dimana kita akan secara sukarela maupun dipaksa untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan yang sifatnya sedikit lebih kompleks.

Bahasa sederhananya, kalian akan belajar untuk komitmen dengan pasangan anda. Mengenai hal hal yang sederhana ataupun bahkan hal hal yang rumit. Ketemu ortunya si-pasangan; mulai membicarakan hal hal yang berkaitan untuk sukses berdua; menikah; galau karena umur udah lumayan uzur tapi belum ada seseorang untuk diajak membicarakan pernikahan; dan sebagainya.

Mungkin kalo buat saya sendiri, belum deh mikirnya sampai menikah. Yaa walaupun kadang sesekali kepikiran, sudah mulai memperhitungkan tetapi tidak pada level yang sangat serius.

Dorongan yang lebih besar justru lebih kepada faktor yang pertama ya.. Memori. Yaa karena “landing”nya hubunganku (menurutku) kurang memberikan sesuatu yang layak untuk dikenang yaa. Jadi, rasanya kurang sreg aja.

Tapi, ada kata kata bijak yang bilang …

Terkadang, kamu dipertemukan dengan orang yang salah, agar memahami berharganya dipertemukan dengan orang yang tepat

Kecewa, pasti. Tetapi, langkah yang paling baik adalah menjadikannya pelajaran. Saya belajar arti dari setia. Karena ada dinding yang tipis sekali antara setia dengan gagal move on.

I’m already move away and move on. But, not moving up yet.

Saya belum dipertemukan dengan yang menggantikan”nya”. Maka dari itu, melalui tulisan ini, saya pengen ingetin kepada kalian yang sudah menemukannya bahwa,

Kalian sangat beruntung :)

Seharusnya, tidak ada satu waktu pagi pun bagi kalian untuk berat mengucapkan rindu. Karena, ada seseorang yang selalu kalian kangen-kan, padahal dia tepat ada disamping kalian.

Yang susah adalah ketika kamu merindu, tetapi tidak tahu rindu itu untuk siapa.

Maka, mungkin saja bila,

Rasa rindu itu adalah rindu akan kenangan indahmu dengan masa lalu.



Andai aku bisa, aku akan sesegera mungkin tak lagi merindu masa laluku.
Aku akan merindumu, Dind.
Dalam setiap doaku.

Leave a Reply