Saturday, November 8

Jagalah aku dengan kasihMu

0 comments
Tulisan ini ditulis dengan ditemani hujan ala Jogja. Jika kalian bertanya seperti apa bedanya, aku sarankan kalian langsung saja berkunjung ke Jogja. Ada rasa yang “spesial” dalam taburan uap air yang tercipta ketika hujan jatuh menyentuh tanah Jogja. Harum~

Selasa besok, aku memasuki fase UTS, Ujian Tengah Semester. Siap tidak siap, aku harus menghadapinya dengan baik. Banyak yang bilang, semester paling krusial adalah semester 1 hingga semester 4, setelah itu semuanya bakal ngikut. Makanya, misi jarak dekat adalah berusaha menyelamatkan IP hingga kesemester 4. Cum Laude.

Sedikit cerita, kemarin aku bersama kawan seperjuangan Manggolo Mudho berhasil tampil di Festival Reog Nasional tanggal 23 Oktober, 2 minggu yang lalu. Kami membawa pulang piala Penghargaan Atas Pengabdian dan Pelestarian REOG. Tidak masuk 10 besar penampilan Terbaik memang, tetapi setidaknya kami pulang dengan tidak membawa kekosongan piala. Aku senang, akhirnya kerja keras itu terbayar.

Setelah itu, datanglah hal yang menjadi pelik masalah.

Aku sadar benar apa jurusanku dan dimana aku menuntut ilmu sekarang. Di UII, jurusan Hukum. Sekitar satu tahun yang lalu aku sudah memusatkan diri pada Paduan Suara, sudah ikut lomba memang. Tetapi, kemudian aku sadar bahwa, ketakutan “akan jadi apa aku nanti” semakin menghantui.

Seperti yang semua sudah ketahui, jurusan Ilmu Hukum pastinya akan bekerja pada bidang kehukuman. Hakim, Jaksa, dan Pengacara adalah pilihan paling dikejar.

Sayangnya, semua itu bukanlah minat pekerjaanku. Bahkan aku takut dengan pekerjaan itu.

Aku bukanlah orang yang kuat. Aku yang sekarang menjadi orang yang lebih pendiam, introvert, dan lebih tidak tampak. Dikampus pun aku tidak memiliki kawan yang begitu banyak, tidak dikenal oleh orang sebegitu luas.

Aku berharap sekali lebih tahu bahwa aku akan menjadi seorang Psikolog, belajar di jurusan Psikolog, dan memiliki kawan kawan dalam bidang Psikolog. Aku kurang begitu mampu berada didepan, aku lebih memilih berada disamping atau dibelakang. Menjadi orang yang diperintah. Menjadi orang yang mendengarkan.

Sekarang ini aku susah sekali untuk berubah. Susah.

Aku tahu seharusnya aku bisa menjadi orang yang lebih aktif lagi, tetapi entah kenapa rasanya tidak bisa.

Aku merasa bahwa jalanku bukanlah untuk menjadi 3 profesi diatas.

Dan aku tidak memiliki seorang mentor pun untuk aku tanyai, untuk aku tiru.

Seperti, aku membuat jalan yang benar benar baru. Menelusuri semak tinggi untuk membuat jejak.

Aku benar benar kehilangan motivasi diri. Aku yang sekarang menjadi orang yang sangat sulit untuk peduli, tetapi keadaan terus memaksa.

Hingga hal itu pun berubah menjadi tekanan yang aku tidak tahu cara memperbaikinya. Rasanya ingin segera selesai saja.

Disini pun aku melihat teman temanku yang dulu mulai “terbang” dengan “sayap” yang mereka buat sendiri. Aku? Cuman terpaku melihat mereka terbang dan mengutuk diri yang tak berani membuat kerangka sayap.

Aku fikir, akan ada orang yang kemudian berpaling kearahku dan peduli. Kemudian datang dan membantuku membuat kerangka itu.

Tapi,

Aku fikir Tuhan menahan harapan itu tetap menggantung disana.

Akhirnya, sekarang, aku tersesat.

Aku benar benar tidak tahu pasti apa yang aku inginkan. Aku sebal melihat kehidupanku yang tidak berkembang.

Tapi aku tahu,

Kalau bukan aku yang merubahnya, maka tidak akan ada satu pun perubahan yang terjadi.

Aku tahu,

Itu adalah firman Tuhan. Hanya saja akhir akhir ini aku begitu tidak menghormatiNya. Akhir akhir ini aku banyak lupa padaNya.

Akhir akhir ini,

Aku tidak lagi percaya akan kasihNya.

Dan dengan ini aku semakin dalam masuk kelubang yang gelap. Sepi. Sendiri.

Aku tahu kehidupan ini tidak semudah yang ada dilayar lebar, tapi …

Apakah benar benar tidak mungkin aku akan menemui pertolongan yang tulus akan dari masalahku ini?

Aku harap, ada teman yang mau membantuku. Tapi, siapa memangnya didunia ini orang yang ingin susah?

Aku harap, aku menjadi orang yang berani.

Aku harap, aku tidak lagi menjadi orang yang abai.

Aku harap, aku menjadi orang yang lebih bisa memegang janji.

Entah ya… Apakah kerapuhanku ini adalah karena hati yang belum sembuh dari luka lukanya dulu.

Atau kah itu hanyalah alasan dan kambing hitamku agar aku membenarkan kelemahan yang semakin mengakar dalam diri. Menguat. Kemudian menjadi pohon yang membawa kegelapan. Entahlah.

Tapi, mungkin memang begitu.

Ditinggalkan dengan pengabaian, ditolak untuk orang yang lebih buruk dalam mencintai, dan kemudian mencintai orang yang tidak jelas hatinya untuk siapa.

Apa masih kurang aku ini mengalah?

Aku fikir, bersyukur itu mudah. Tetapi ketika dunia berlaku setidak adil mungkin, celah mana yang harus disyukuri? Aku butuh bantuan untuk melihatnya, sungguh.



Oh Tuhanku yang juga Tuhan Mikail,

Ijinkan aku untuk mendapat kesempatan lagi dan berikan keberanian untuk melakukan kesempatan yang Engkau berikan.

Jagalah aku dengan kasihMu

Aminn.

Leave a Reply