Tuesday, May 27

24 jam berlalu (Pemulihan)

0 comments
Rabu 28 Mei 2014.

Pukul 12 siang hari ini menjadi 24 jam dari pengumuman SNMPTN kemarin. Pertama gue pengen mengucapkan selamat kepada teman teman yang Alhamdulillah diterima dijurusan yang diinginkan. Dan gue menulis ini untuk teman teman yang oleh Tuhan, SNMPTN ini Dia tetapkan sebagai bukan jalan kalian untuk menuju ke panggung Perguruan Tinggi.

Gue tidak mengatakan anda gagal. Tidak akan.

Sebelum gue melanjutkan, gue ingin mengatakan bahwa gue tidak akan membagikan tips, trik atau apapun mengenai SBMPTN. Kalau mau, kalian bisa berkunjung ke Blog sahabat gue disini.

Yang gue ingin coba lakukan disini adalah gue ingin berbagi cerita. Yup. Gue mengerti sekali perasaan kalian yang dunia katakan sebagai “kegagalan”. Jadi, bagi yang merasa waktunya akan tersita dengan percuma silakan tutup jendela beranda ini karena gue tidak akan menerima kritik, cemoohan atau apapun.

***

Dimomen yang sama, mundur pada 1 tahun yang lalu dimana gue juga dekat dengan pengumuman SNMPTN, ketika itu gue sedang ada rapat FFI bersama kawan FFI Chapter Ponorogo dirumah sang Ketua, Satria Tegar Wicaksono (STW). Hari itu, pengumumannya sore hari. Dan kami rapat samapai sore hari juga. Tersisa Juwito, Astana, Laksa, Alan, gue dan STW saat itu karena yang lain memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Seperti kebiasaan kebiasaan lainnya kami ngobrol kesana kemari dan terkadang juga berdiskusi tentang apa yang akan terjadi, nanti setelah kami ber-6 memasuki dunia kuliah.

Karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore kami pun berencana untuk melihat pengumuman SNMPTN langsung dirumah STW saat itu juga karena di twitter sudah rame sekali dengan twit teman teman yang saling menanyakan “piye SNMPTN mu? Ketrimo ogak?” . Sekejap, jantung gue ini berdegup kencang sekali ketika akan melihat pengumuman itu. Kami memutuskan untuk melihatnya secara bergantian, karena dirumah STW maka diputuskan STW yang harus melihatnya dulu.

Kami berlima pun duduk mengelilinginya, saling berpegangan tangan, dan mendoakan. “Ya Allah mugo mugo koncoku lolooosss”. Kepala kami tertunduk bersama, berdoa. STW masih sibuk log in , mencari diberanda mana yang menunjukkan hasil pengumuman itu. Sedetik kemudian, “Selamat anda diterima di ……. “

ALHAMDULILLAAAAAHHHH

Kami berlima merangkul “Ketua Gila” kami bahkan menindihinya. Yaaa… Gue melakukan hal “lakik” yang biasa dilakukan sesama laki laki. Pukullah, jewerlah, apalah. Demi Tuhan, gue bahagia banget liat bro gue lolos ke Perguruan Tinggi yang dia pengen banget ngampus disana.

Dan kemarin, gue melihat hal yang sama. Saling dukung, saling support, saling membesarkan hati.

Kemarin, kita bersatu menjadi satu karena ke-senasib-an. Melebur dalam senang, sedih dan sendu. Tapi tetap berusaha saling menguatkan dan membesarkan hati.

Bagi gue, ini pemandangan yang indah dalam arti tidak menjatuhkan. Jarang kita bisa bersatu seperti ini. Dan karena kita tahu itu adalah sahabat yang selama 3 tahun berjuang bersama, ada rasa haru disana.

Selesai dengan si STW ini yang bahagia dengan segala kesyukuran dan euphoria-nya, sekarang siapa yang berani dan mau buka pengumumannya disana. Eh, ternyata semuanya jadi pada galau dan ragu untuk membukanya. Takut dikecewakan. Gue pun begitu.

Akhirnya kami berlima memutuskan untuk pulang dan membukanya sendiri dirumah dan berjanji akan saling mengabarkan apapun hasilnya.

Motor yang gue bawa terasa begitu cepat untuk tiba dirumah. Gue melihat Ibu gue yang sibuk membersihkan ruang tamu. “Ma, pengumumannya udah keluar. Aku lihat sekarang ya”

Laptop dan internet pun segera gue nyalakan. Gue tuliskan di address bar, snmptn.ac.id dan rasa takut itu muncul kembali. Ibu gue berdiri tepat disamping gue dengan masih memegang lap ditangannya. Hening.

“Maaf, ….. “

Gue pun menoleh ke Ibu gue dan “ Maaf ya ma aku gak masuk. “

“Halah gapapa.. Mungkin ya cuman belum rejekinya. Wes gak usah dipikir. Kamu belajar aja lagi ”

Iya. Itupun jika masih sempat.

***

Gue cuman sekian dari jutaan anak SMA yang juga nggak lolos SNMPTN. Dan gue yakin ada dari sekian juta mereka yang tidak lulus, tidak seberuntung gue memiliki orang tua yang menerima “kegagalan” gue ini. Ini adalah satu dari kesyukuran yang bisa gue ambil akan moment ini.

Gue ngerti rasa sedih itu, kecewa, nggak percaya, bahkan iri. Jujur saja, gue iri melihat temen temen gue yang lain yang berhasil lolos. Ya memang seperti itu “rumus kehidupan”. Wajar dan manusiawi kok.

Yang jadi masalah itu bukanlah segala emosi negative yang menyelimuti kita saat itu, tapi apakah kita mampu menerima keadaan ini atau tidak. Langkah pertama adalah menerimanya atau tidak. Jika fase ini tidak mampu dilewati, then it’s all over here.

Ikhlas.

Dan musuh kita saat ini tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita sendiri. Dalam dirimu kamu teruuss dan terus bertanya “Kenapa harus seperti ini?”.

Padahal, diatas sana Tuhan menjawab, “ Kenapa tidak harus seperti ini?”

Dalam Psikologi, masalah manusia itu cuman ada 2. Ditolak atau kehilangan. Dan ketika seorang manusia mengalami 2 hal masalah diatas secara bersamaan maka bisa dibilang berat.

Faktanya adalah kita memang ditolak oleh univ itu untuk menjadi bagian dari mahasiswanya dan seakan akan kehilangan kesempatan untuk berjuang. Ketika kita belum mampu berdamai dengan diri kita sendiri untuk menerima segala “ketertundaan” masuk PT ini secara otomatis mind set kita akan terus menerus menyalahkan diri sendiri. Efek keberlanjutannya adalah hilangnya semangat dan motivasi. Padahal 2 hal tadi adalah hal yang HANYA kita punya saat itu. Tanpa semangat dan motivasi apa masih mungkin kita akan mood untuk belajar? Apakah tanpa 2 hal itu, kita akan mau dan mampu menerima pelajaran?

Tidak.

Karena itulah rumusnya.

Lewati dulu fase ini, menerima “ketertundaan” ini. Ikhlas

Mau nangis kek, mau marah kek, mau apapun yang mampu membuatmu merasa lebih baik, maka lakukanlah. Jangan sok pura pura bahagia. Karena ini juga menjadi masalah yang akan jadi bom waktu. Dan gue kenal betul siapa orang yang mengalami hal ini. Dia terlihat kuat, tegar, dan menerima, tapi sungguh jauh disana dia masih berjalan dengan terseok seok.

Luapkan semua itu. Jujur pada diri kalian sendiri, katakan “ It’s true that I failed. It’s true that I disappointed to myself. But, beyond it, I love myself and I forgive myself

Jujurlah pada diri sendiri, terimalah keadaan ini, tapi jangan siksa dirimu dengan rasa bersalah.

Maafkanlah dirimu.

 Kalau bukan dirimu yang menyayangi dirimu sendiri, lalu siapa lagi? Tuhan? Padahal, Tuhan itu sudah menyerahkan tanggung jawab nasib kita ditangan kita sendiri. Tuhan tidak akan merubah keadaanmu, melainkan kamu merubah keadaanmu sendiri.

Setelah fase itu dilewati, sekarang yang harus dilakukan adalah fase recovery. Memulihkan kembali segala apa yang hilang dari kita yaitu semangat dan motivasi. Lalu caranya?

Ingatlah kembali untuk siapa kamu berjuang. Ingatlah kembali kata kata yang pernah kalian ucapkan ke sahabat kalian untuk bertemu di “gerbang kesuksesan”. Ingatlah kembali sejauh apa kamu sudah belajar hingga detik ini.

Ingatlah Tuhan yang sudah memasukkanmu pada kondisi ini, dan buktikan kepada Tuhan bahwa kita mampu melewatinya. Tuhan terharu pasti ketika melihat hamba-Nya yang walaupun dalam keadaan hatinya terluka tetapi masih berusaha membuktikan dan berjuang bahkan seakan akan mengatakan “Tuhanku tidak salah. Yang Ia inginkan adalah agar aku tumbuh menjadi orang yang lebih kuat.” Tuhan tidak sampai hati untuk membiarkan kita berjuang sendiri, dan disana pasti ada campur tangan Tuhan. Pasti.

Dalam meyakini ini, kita membutuhkan keimanan.

Ketika semua semangat itu sudah terostorasi kembali masuk fase yang terakhir, laksanakan apa yang sudah kita putuskan.

Segera ambil keputusan. Meneruskan perjalanan atau melewati rute lain. Pilih kejar impian atau menjadi realistis.

Untuk sekali lagi, kita harus memutuskan pilihan. Dan ini pasti bukan pilihan yang mudah pastinya. Yang tau hanya diri kita sendiri dan Tuhan.

Orang lain, misalnya guru, mentor belajar, orang tua, senior, hanya akan membantu untuk memberikan referensi dan data untuk menjadi bahan pertimbangan. Kalau soal apa yang ditentukan dan bagaimana keputusannya, semua terserah kalian.

Pilih realistis atau berusaha kejar mimpi.

Fase fase diatas gue analogikan:

Dalam suatu perjalanan yang cukup jauh, kita jatuh ditengah jalan. Dan barang bawaan dan bekal kita jatuh berserakan kemana mana. Terima dahulu bahwa kita jatuh karena kesandung batu dan sadari bahwa kita harus segera bangkit. Lalu berusahalah kumpulkan kembali barang bawaan dan bekal yang jatuh berserakan tadi. Beri waktu untuk diri sendiri. Dan sadarilah bahwa kita harus sesegera mungkin melanjutkan perjalanan. Putuskan! Apakah akan lanjut dengan jalan yang kita rencanankan atau berusaha menjadi jalan alternative lain.

Harapan gue menulis ini adalah gue secara pribadi pengen bilang bahwa kalian tidak sendiri. Dan gue telah membuktikan jika satu pintu tertutup, ada pintu lain yang masih terbuka. Sayangnya, beberapa diantara kita akan duduk diam dan terus mengetuk pintu yang tertutup itu.

Hidup serasa berakhir padahal kalian baru 18 tahun. Belum merasakan susahnya menanggung biaya keluarga sendiri, menentukan jodoh padahal umur berasa semakin melewati matang, serasa menua dalam kesendirian, susahnya mencari kerja dalam dunia yang persaingannya semakin ketat. Kalian dan saya, masih jauh dari itu semua.

Dunia ini akan berjalan dengan pola dimana “yang berkualitas yang dicari”. Bukan “dari manakah kamu berasal”. Toh jika memang kemungkinan terburuknya kalian masuk di PT yang bukan tujuan kalian, tetep optimis aja gitu lho. Hidup nggak se-cetek dunia kuliah doang tapi memang benar kalau dunia kuliah adalah simulasi kehidupan yang sebenarnya.

Penting, tetapi bukan segalanya.

Kalau cari PT keren tapi cuman buat gengsi gengsian, gue yakin Tuhan akan membuat skenario dimana kalian tidak akan bisa masuk kesana. Makanya, putuskan! Putuskan untuk meluruskan niat.



NB.

Tulisan ini gue buat dengan niat untuk membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan emosional dan mental. Bukan tentang strategi SBMPTN kedepan karena gue udah kasih link dimana sobat blogger yang lain udah bikin. Dan menurut gue itu keren banget. Patut dicontoh.

Perhatian gue terhadap emosional yang terguncanglah yang menjadi alasan gue pengen nulis begini. Perhatian gue tentang psikologi dan pendekatan secara interpersonal-lah yang begitu membuat gue tertarik dan berniat untuk mewujudkan sesuatu.

Dan juga atas dasar rasa kesenasiban yang dulu pernah gue alami, gue bingung harus ngelakuin apa. Serius.

Dan akhirnya gue menemukan, dan gue pikir ini harus gue bagikan.

Gue akui memang banyak kekurangan dan gue akan terus berusah memperbaikinya.

Salam sayang~

Stay Strong !



Bukan jatuh dan gagalku yang penting, namun bangkitku setelah aku jatuh yang lebih penting
Mario Teguh.

Leave a Reply