Rabu 28 Mei 2014.
Pukul 12 siang hari ini menjadi 24 jam dari pengumuman SNMPTN kemarin.
Pertama gue pengen mengucapkan selamat kepada teman teman yang Alhamdulillah
diterima dijurusan yang diinginkan. Dan gue menulis ini untuk teman teman yang
oleh Tuhan, SNMPTN ini Dia tetapkan sebagai bukan jalan kalian untuk menuju ke
panggung Perguruan Tinggi.
Gue tidak mengatakan anda gagal. Tidak akan.
Sebelum gue melanjutkan, gue ingin mengatakan bahwa gue tidak akan
membagikan tips, trik atau apapun mengenai SBMPTN. Kalau mau, kalian bisa
berkunjung ke Blog sahabat gue disini.
Yang gue ingin coba lakukan disini adalah gue ingin berbagi cerita. Yup.
Gue mengerti sekali perasaan kalian yang dunia katakan sebagai “kegagalan”. Jadi,
bagi yang merasa waktunya akan tersita dengan percuma silakan tutup jendela
beranda ini karena gue tidak akan menerima kritik, cemoohan atau apapun.
***
Dimomen yang sama, mundur pada 1 tahun yang lalu dimana gue juga dekat
dengan pengumuman SNMPTN, ketika itu gue sedang ada rapat FFI bersama kawan FFI
Chapter Ponorogo dirumah sang Ketua, Satria Tegar Wicaksono (STW). Hari itu,
pengumumannya sore hari. Dan kami rapat samapai sore hari juga. Tersisa Juwito,
Astana, Laksa, Alan, gue dan STW saat itu karena yang lain memutuskan untuk
pulang terlebih dahulu. Seperti kebiasaan kebiasaan lainnya kami ngobrol kesana
kemari dan terkadang juga berdiskusi tentang apa yang akan terjadi, nanti
setelah kami ber-6 memasuki dunia kuliah.
Karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore kami pun berencana untuk
melihat pengumuman SNMPTN langsung dirumah STW saat itu juga karena di twitter
sudah rame sekali dengan twit teman teman yang saling menanyakan “piye SNMPTN mu? Ketrimo ogak?” .
Sekejap, jantung gue ini berdegup kencang sekali ketika akan melihat pengumuman
itu. Kami memutuskan untuk melihatnya secara bergantian, karena dirumah STW
maka diputuskan STW yang harus melihatnya dulu.
Kami berlima pun duduk mengelilinginya, saling berpegangan tangan, dan
mendoakan. “Ya Allah mugo mugo koncoku
lolooosss”. Kepala kami tertunduk bersama, berdoa. STW masih sibuk log in , mencari diberanda mana yang
menunjukkan hasil pengumuman itu. Sedetik kemudian, “Selamat anda diterima di …….
“
ALHAMDULILLAAAAAHHHH
Kami berlima merangkul “Ketua Gila” kami bahkan menindihinya. Yaaa… Gue
melakukan hal “lakik” yang biasa dilakukan sesama laki laki. Pukullah,
jewerlah, apalah. Demi Tuhan, gue bahagia banget liat bro gue lolos ke Perguruan Tinggi yang dia pengen banget ngampus
disana.
Dan kemarin, gue melihat hal yang sama. Saling dukung, saling support,
saling membesarkan hati.
Kemarin, kita bersatu menjadi satu karena ke-senasib-an. Melebur dalam
senang, sedih dan sendu. Tapi tetap berusaha saling menguatkan dan membesarkan
hati.
Bagi gue, ini pemandangan yang indah dalam arti tidak menjatuhkan.
Jarang kita bisa bersatu seperti ini. Dan karena kita tahu itu adalah sahabat
yang selama 3 tahun berjuang bersama, ada rasa haru disana.
Selesai dengan si STW ini yang bahagia dengan segala kesyukuran dan euphoria-nya, sekarang siapa yang berani
dan mau buka pengumumannya disana. Eh, ternyata semuanya jadi pada galau dan
ragu untuk membukanya. Takut dikecewakan. Gue pun begitu.
Akhirnya kami berlima memutuskan untuk pulang dan membukanya sendiri
dirumah dan berjanji akan saling mengabarkan apapun hasilnya.
Motor yang gue bawa terasa begitu cepat untuk tiba dirumah. Gue melihat
Ibu gue yang sibuk membersihkan ruang tamu. “Ma, pengumumannya udah keluar. Aku
lihat sekarang ya”
Laptop dan internet pun segera gue nyalakan. Gue tuliskan di address bar, snmptn.ac.id dan rasa takut
itu muncul kembali. Ibu gue berdiri tepat disamping gue dengan masih memegang
lap ditangannya. Hening.
“Maaf, ….. “
Gue pun menoleh ke Ibu gue dan “ Maaf ya ma aku gak masuk. “
“Halah gapapa.. Mungkin ya cuman belum rejekinya. Wes gak usah dipikir. Kamu belajar aja lagi ”
Iya. Itupun jika masih sempat.
***
Gue cuman sekian dari jutaan anak SMA yang juga nggak lolos SNMPTN. Dan gue
yakin ada dari sekian juta mereka yang tidak lulus, tidak seberuntung gue
memiliki orang tua yang menerima “kegagalan” gue ini. Ini adalah satu dari
kesyukuran yang bisa gue ambil akan moment ini.
Gue ngerti rasa sedih itu, kecewa, nggak percaya, bahkan iri. Jujur
saja, gue iri melihat temen temen gue yang lain yang berhasil lolos. Ya memang
seperti itu “rumus kehidupan”. Wajar dan manusiawi kok.
Yang jadi masalah itu bukanlah segala emosi negative yang menyelimuti
kita saat itu, tapi apakah kita mampu menerima keadaan ini atau tidak. Langkah pertama
adalah menerimanya atau tidak. Jika fase
ini tidak mampu dilewati, then it’s all
over here.
Ikhlas.
Dan musuh kita saat ini tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita
sendiri. Dalam dirimu kamu teruuss dan terus bertanya “Kenapa harus seperti
ini?”.
Padahal, diatas sana Tuhan menjawab, “ Kenapa tidak harus seperti ini?”
Dalam Psikologi, masalah manusia itu cuman ada 2. Ditolak atau kehilangan.
Dan ketika seorang manusia mengalami 2 hal masalah diatas secara bersamaan maka
bisa dibilang berat.
Faktanya adalah kita memang ditolak oleh univ itu untuk menjadi bagian
dari mahasiswanya dan seakan akan
kehilangan kesempatan untuk berjuang. Ketika kita belum mampu berdamai
dengan diri kita sendiri untuk menerima segala “ketertundaan” masuk PT ini
secara otomatis mind set kita akan
terus menerus menyalahkan diri sendiri.
Efek keberlanjutannya adalah hilangnya semangat dan motivasi. Padahal 2 hal
tadi adalah hal yang HANYA kita punya saat itu. Tanpa semangat dan motivasi apa
masih mungkin kita akan mood untuk
belajar? Apakah tanpa 2 hal itu, kita akan mau dan mampu menerima pelajaran?
Tidak.
Karena itulah rumusnya.
Lewati dulu fase ini, menerima “ketertundaan” ini. Ikhlas
Mau nangis kek, mau marah kek, mau apapun yang mampu membuatmu merasa
lebih baik, maka lakukanlah. Jangan sok
pura pura bahagia. Karena ini juga menjadi masalah yang akan jadi bom
waktu. Dan gue kenal betul siapa orang yang mengalami hal ini. Dia terlihat
kuat, tegar, dan menerima, tapi sungguh jauh disana dia masih berjalan dengan
terseok seok.
Luapkan semua itu. Jujur pada diri kalian sendiri, katakan “ It’s true that I failed. It’s true that I disappointed
to myself. But, beyond it, I love myself and I forgive myself “
Jujurlah pada diri sendiri, terimalah keadaan ini, tapi jangan siksa
dirimu dengan rasa bersalah.
Maafkanlah dirimu.
Kalau bukan dirimu yang
menyayangi dirimu sendiri, lalu siapa lagi? Tuhan? Padahal, Tuhan itu sudah
menyerahkan tanggung jawab nasib kita ditangan kita sendiri. Tuhan tidak akan
merubah keadaanmu, melainkan kamu merubah keadaanmu sendiri.
Setelah fase itu dilewati, sekarang yang harus dilakukan adalah fase recovery. Memulihkan kembali segala apa
yang hilang dari kita yaitu semangat dan motivasi. Lalu caranya?
Ingatlah kembali untuk siapa kamu berjuang. Ingatlah kembali kata kata
yang pernah kalian ucapkan ke sahabat kalian untuk bertemu di “gerbang
kesuksesan”. Ingatlah kembali sejauh apa kamu sudah belajar hingga detik ini.
Ingatlah Tuhan yang sudah memasukkanmu pada kondisi ini, dan buktikan
kepada Tuhan bahwa kita mampu melewatinya. Tuhan terharu pasti ketika melihat
hamba-Nya yang walaupun dalam keadaan hatinya terluka tetapi masih berusaha
membuktikan dan berjuang bahkan seakan akan mengatakan “Tuhanku tidak salah.
Yang Ia inginkan adalah agar aku tumbuh menjadi orang yang lebih kuat.” Tuhan
tidak sampai hati untuk membiarkan kita berjuang sendiri, dan disana pasti ada
campur tangan Tuhan. Pasti.
Dalam meyakini ini, kita membutuhkan keimanan.
Ketika semua semangat itu sudah terostorasi kembali masuk fase yang
terakhir, laksanakan apa yang sudah kita putuskan.
Segera ambil keputusan. Meneruskan perjalanan atau melewati rute lain.
Pilih kejar impian atau menjadi realistis.
Untuk sekali lagi, kita harus memutuskan pilihan. Dan ini pasti bukan
pilihan yang mudah pastinya. Yang tau hanya diri kita sendiri dan Tuhan.
Orang lain, misalnya guru, mentor belajar, orang tua, senior, hanya akan
membantu untuk memberikan referensi dan data untuk menjadi bahan pertimbangan. Kalau
soal apa yang ditentukan dan bagaimana keputusannya, semua terserah kalian.
Pilih realistis atau berusaha kejar mimpi.
Fase fase diatas gue analogikan:
Dalam suatu perjalanan yang cukup jauh, kita jatuh ditengah jalan. Dan barang
bawaan dan bekal kita jatuh berserakan kemana mana. Terima dahulu bahwa kita
jatuh karena kesandung batu dan sadari bahwa kita harus segera bangkit. Lalu berusahalah
kumpulkan kembali barang bawaan dan bekal yang jatuh berserakan tadi. Beri waktu
untuk diri sendiri. Dan sadarilah bahwa kita harus sesegera mungkin melanjutkan
perjalanan. Putuskan! Apakah akan lanjut dengan jalan yang kita rencanankan
atau berusaha menjadi jalan alternative lain.
Harapan gue menulis ini adalah gue secara pribadi pengen bilang bahwa
kalian tidak sendiri. Dan gue telah membuktikan jika satu pintu tertutup, ada
pintu lain yang masih terbuka. Sayangnya, beberapa diantara kita akan duduk
diam dan terus mengetuk pintu yang tertutup itu.
Hidup serasa berakhir padahal kalian baru 18 tahun. Belum merasakan
susahnya menanggung biaya keluarga sendiri, menentukan jodoh padahal umur
berasa semakin melewati matang, serasa menua dalam kesendirian, susahnya
mencari kerja dalam dunia yang persaingannya semakin ketat. Kalian dan saya,
masih jauh dari itu semua.
Dunia ini akan berjalan dengan pola dimana “yang berkualitas yang dicari”.
Bukan “dari manakah kamu berasal”. Toh jika memang kemungkinan terburuknya
kalian masuk di PT yang bukan tujuan kalian, tetep optimis aja gitu lho. Hidup
nggak se-cetek dunia kuliah doang tapi memang benar kalau dunia kuliah adalah
simulasi kehidupan yang sebenarnya.
Penting, tetapi bukan segalanya.
Kalau cari PT keren tapi cuman buat gengsi gengsian, gue yakin Tuhan
akan membuat skenario dimana kalian tidak akan bisa masuk kesana. Makanya,
putuskan! Putuskan untuk meluruskan niat.
NB.
Tulisan ini gue buat dengan niat untuk membantu menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan emosional dan mental. Bukan tentang strategi SBMPTN kedepan
karena gue udah kasih link dimana sobat blogger yang lain udah bikin. Dan menurut
gue itu keren banget. Patut dicontoh.
Perhatian gue terhadap emosional yang terguncanglah yang menjadi alasan
gue pengen nulis begini. Perhatian gue tentang psikologi dan pendekatan secara
interpersonal-lah yang begitu membuat gue tertarik dan berniat untuk mewujudkan
sesuatu.
Dan juga atas dasar rasa kesenasiban yang dulu pernah gue alami, gue
bingung harus ngelakuin apa. Serius.
Dan akhirnya gue menemukan, dan gue pikir ini harus gue bagikan.
Gue akui memang banyak kekurangan dan gue akan terus berusah
memperbaikinya.
Salam sayang~
Stay Strong !
Bukan jatuh dan gagalku yang penting, namun bangkitku
setelah aku jatuh yang lebih penting
Mario Teguh.
