Mantan.
Mantan. Mantan. Mantan. Mantan.
Hallo mantan, apa kabar~
Mengganggu.
Kata yang bagi sebagian orang memiliki makna dan terdengar bernada mengganggu.
Kata itu adalah mantan.
Selamat Pagi
semuanyaa~
Pada tulisan
sebelumnya gue udah menemui kalian dalam bentuk sastra dan surat cinta. Dan
seperti yang sudah gue janjikan, gue akan menulis tentang Mantan dalam
Perspektif MADSISME yang berjudul “ The Mantan Effect “
First of all, let’s start by the definition. Just like always. Oiya buat yang belum
tahu, mungkin kalian akan menemukan definisi yang sama atau bahkan sangat
berbeda jauh dengan segala hal ihwal yang ditulis disini. Dan perlu kalian
ketahui bahwa semua ini muncul begitu saja dari otak gue. Kalo ada yang sama
maka itu berupa kebetulan dan mungkin pelajaran yang gue ambil dari sumber yang
sama. Nah kalau beda sekali, itu berarti bikinan gue alias Madsisme itu tadi. Tapi,
tetep berusaha santai aja ya.. Ambil yang cocok, buang yang nggak cocok. As simple as that.
Back to the field.
Pengertian
dari Mantan gue bedakan menjadi 2 (dua). Yaitu Mantan dalam arti sempit dan
Mantan dalam arti luas.
Mantan dalam arti luas adalah gelar atau title yang diberikan kepada seseorang
dikarenakan seseorang itu telah kehilangan title sebelumnya. Contoh penggunaan
gelar mantan ini adalah : Mantan Pengusaha (karena jatuh miskin), Mantan Orang
Goblok (karena sudah berubah menjadi cerdas dengan belajar, Mantan Orang
(karena dikutuk jadi monyet), dan sebagainya. Mantan dalam arti luas ini memang
luas banget secara harfiah. Kata “Mantan” pun memang bisa dipadu padankan
dengan kata lain. Emang deh, mantan itu paling the best!
Yang kedua
adalah Mantan dalam arti sempit. Yaitu
adalah gelar yang diberikan kepada seseorang jika seseorang itu telah memasuki
fase pacaran lalu kemudian putus. Nah, kedua duanya, tepat setelah putus itu dideklarasikan, mendapatkan
gelar Mantan.
Gue adalah mantan bagi mantan gue. Dan kalian
adalah mantan bagi mantan kalian.
Lalu, ada apa dengan Mantan?
Masuklah kita
dalam pembahasan Mantan Effect.
Btw, adakah
yang udah merasakan pacaran kemudian putus? Ada? Boleh tepuk tangan yang udah
pernah ngrasain jadi Mantan?
Disini gue
tidak membahas alasan apa saja yang membuat kalian menjadi mantan, namun lebih
kepada apa yang idiilnya terjadi dan dilakukan
ketika sudah putus hubungan (alias jadi mantan)
Saat
seseorang putus hubungan (yang kita kenal sebagai pacaran) perasaan seperti sedih, susah, lemes, marah, dan kecewa
adalah emosi/ perasaan yang pastinya muncul. Ada orang orang yang mampu putus
secara baik baik. Ada juga yang putusnya dengan sangat tidak baik, hal ini
biasanya diakibatkan karena hal hal seperti perselingkuhan, penelantaran, dan
hal hal sejenisnya yang menimbulkan rasa benci dan kekecewaan yang mendalam.
Kita bahas
yang putusnya secara baik baik saja.
Putus dengan
cara yang baik adalah lebih diidamkan daripada dengan putus secara tidak baik. Yaa
walaupun tetap deh yang paling baik itu nggak break up.
Putus baik
baik adalah dimana kalian putus dengan tidak diwarnai intrik intrik, seperti
pertengkaran dan permusuhan. Biasanya putusnya dengan perbincangan yang masak
dari kedua belah pihak. Dan, kedua belah pihak ini saling membuka diri,
berusaha menerima dengan ikhlas, serta bertujuan yang sama, yaitu mencari jalan
keluar terbaik. Alasan yang paling umum daripada putus baik baik ini adalah
karena pasangan ini sudah mengerti dan
menerima bahwa mereka sudah tidak lagi cocok. Karena perbedaan pendapat
laahh apa lah, macem macem.
Tapi, jujur
deh. Pasti masih ada perasaan “nggak terima” dengan kondisi ini. Yup, jika
memang ada, maka itu adalah hal yang wajar sih. Karena ketika hal itu terjadi,
maka dalam diri seseorang itu akan mengalami yang penulis sebut sebagai “benturan
realita”. Kita masih pengen pacaran ama dia, tapi realitanya, kita udah putus. “Benturan
realita” ini terjadi dikarenakan seseorang itu mengidap “Ketergantungan
Emosional”.
Apa itu?
Ketergantungan
emosional adalah saat dimana kita merasa tidak
sanggup bahagia jika tidak bersama seseorang yang kita sayang. Dalam kasus
ini, kita gak bisa bahagia karena kita gak
bisa bersama mantan kita lagi.
Sakit pasti, tapi bukan berarti tidak ada
obatnya.
Nah,
Mantan Effect adalah dimana ketika kalian sudah
putus yang kemudian berimplikasi kepada kemampuan kalian untuk berkomunikasi
dengan mantan kalian berkurang drastis. Efek yang paling terlihat adalah “saling
menjauh”. Iya, menjauh secara langsung maupun tidak langsung.
Menjauh
secara langsung adalah ketika kita berusaha dengan sangat mencolok menjauh
ketika mantan kita hadir secara langsung dalam hidup kita. Contohnya, ketika papasan
di-mall tapi nggak mau menyapa, di WA nggak dibales, diSMS nggak dibales, dan
sebagainya.
Menjauh
secara tidak langsung adalah ketika kita berusaha menjauhkan hal yang mengidentitaskan mantan kita ATAU mengidentitaskan kebersamaan dengan dia.
Contohnya adalah dengan membuang fotonya, membakar boneka yang dia pernah
belikan, membuang cincin yang pernah dibelikan, membuang baju yang pernah
dibeli BERSAMA dia, dan sebagainya.
Yang paling
menjadi concern gue saat ini adalah
bahaya dari menjauh secara langsung tersebut karena gue ngerasa sebagai korban.
Oke kita
putus secara baik, tapi mantan effect
ini menciptakan dinding tidak terlihat yang menyebabkan suasana menjadi
canggung dan gak nyaman. Mungkin udah banyak yang ngerti dengan perasaan ini
mungkin juga masih banyak yang nggak ngerti.
But trust me, this feeling is really annoying.
Memang sih
ada orang yang bisa jadian pacaran karena niatnya memang buat jadi pacar. Misalnya
baru dikenalin temen, langsung PDKT dengan target pacaran. Ada memang. Dan pas
putus, yaa udah gitu aja.
Namun ada
juga kan yang prosesnya dari temen lama bahkan sampai pada sahabatan. Kemudian jadian.
Trus ketika putus, seolah olah nggak pernah kenal sebelumnya.
Jika
seseorang yang putus secara baik namun tidak mengalami yang gue sebut sebagai “benturan
realita”, maka bisa diambil kesimpulan mereka benci terhadap kita.
Ya.
Membela dan
berdalih seperti apapun, itulah yang terjadi.
Padahal ya..
Tau nggak efek dari hal itu?
Implikasi
terbesarnya adalah terputusnya tali silaturahmi.
Rasulullah
pernah bersabda,”Tidak ada satu kebaikanpun yang pahalanya lebih cepat
diperoleh daripada silaturahim, dan tidak aka satu dosapun yang adzabnya lebih
cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi
kezaliman dan memutuskan tali silaturahim.”
Aduuhh..
Betapa sangat disayangkan kalo hal itu terjadi brow. Oke deh putus sebagai
pacar, tapi tetep dong sebagai sahabat.
Lalu ada yang
berusaha membuat pembelaan dengan mengatas namakn Moving On sebagai pembenaraan akan hal itu.
OK bener
memang kalo Move On adalah jalan
untuk berusaha melewati fase fase berat dibelakang ketika seseorang putus.
Tapi, Move On
dari mantan bukan berarti memutuskan silaturahmi dengannya kan?
Kalau jika
memang benar dia salah, dan sekarang kalian benci terhadapnya. Coba deh
diomongin baik baik.
Komunikasi deh.
Terasa aneh
memang jika kita secara langsung mengungkapkan bahwa kita nggak suka sama
seseorang. Tapi, apakah sebegitu ceteknya
perasaan yang kalian bangun sewaktu kalian pacaran dulu? Emangnya pacaran cuman
seneng seneng doan, HA HA HIHI doang gitu? Nggak berusaha mengenal lebih dekat,
nggak berusaha saling menasehati dalam kedewasaan gitu?
Atau malah
saling berlomba untuk diperhatiin dan menolak untuk memperhatikan duluan?
Kalo menurut
gue, Itu bukan pacaran brow, sist. Bukan.
Pacaran itu
adalah moment dimana kalian seharusnya berusaha saling mengenal, saling
memperhatikan, dan bahkan, saling memperbaiki diri. Karena pacar adalah orang
terdekat kalian, maka mereka pasti akan mengenal kalian luar dalam kan? Nah,
disitulah letak kalian untuk saling menasehatkan hal yang baik. Tapi, bukan
berarti mengubah dia menjadi
seseorang yang lain lho yaaa..
Artinya
adalah, mengubah dirinya menjadi versi
terbaik dari dirinya.
Yup, itulah
pacaran yang idiil menurut gue, MADSISME.
Harus lebih
dewasa, lebih sabar, lebih penyayang, lebih rapi, dan lebih yang baik baik.
Mantan Effect
ini terjadi mungkin karena kurang kedewasaan aja sih. Semakin dewasa seseorang,
kemampuannya untuk menerima hal yang tidak mengenakan didunia ini akan semakin
bertambah.
Gue punya
cerita soal kedewasaan dan kemampuan ikhlas.
Alkisah ada
seorang Guru spiritual dengan muridnya. Suatu hari, si Guru ini minta kepada
muridnya untuk membawa garam sebanyak satu baskom gitu. Kemudian Guru ini
nyuruh si murid untuk mengambil satu genggam penuh garam kemudian dimasukkan
kepada satu gelas air yang berisi air didalamnya. Disuruh minumlah si murid tu
gelas yang penuh garam. Beh! Asin Browww. Terus si Guru ngajakin si murid untuk
pergi kedanau dengan membawa satu sak penuh garam. Sesampai didanau, garam satu
sak itu Guru tebar semua kedalam danau. Muridnya kemudian disuruh untuk meminum
air danau itu. Dan dia tidak merasakan sedikitpun rasa asin dari garam itu.
Kedewasaan
dan kemampuan untuk ikhlas adalah serupa dengan air danau itu. Jika kedewasaan
dan kemampuan ikhlas seseorang itu seluas danau, maka masalah sebesar 1 sak
garam pun tidak akan terasa. Beda jika seseorang itu kemampuan ikhlasnya cuman
sebatas segelas air. 1 genggam masalah saja dia udah kelabakan.
***
Kemarin gue
dapet pertanyaan nih, gini “Gimana
caranya biar bisa “move on”?”
Kalo
pertanyaannya dikasih ke pak Mario Teguh jawabnya pasti “ Ya move on aja”
Tapi, beliau
juga pernah bilang bahwa prosesnya bukan cuman sekedar move on saja lho..
Move Away, Move On, and Move Up.
Sebelum move
on, ada move away dulu kan? Nah, lakukan itu dahulu.
Maksudnya
adalah ikhlaskan diri kita untuk “lepas” dari dirinya dahulu. Dalam bahasa
Indonesia move away artinya adalah pergi kan? Yaudah, lepaskan dia, dan pergi. Gue
nggak pernah menyebutkan bahwa menjauh adalah hal yang buruk, melainkan adalah
hal yang wajar. Namun menjadi tidak wajar jika sudah kelebihan batas hingga
saling membenci.
Jika dia
adalah orang baik, maka percayalah Tuhan masih menyiapkan seseorang yang lebih
baik dan pantas, sesuai dengan kelas kita.
Jika dia
adalah orang yang buruk, nah lho… Kok bisa bisanya masih sayang ama orang yang
jelas jelas buruk? Itu bukan sayang, itu nafsu.
Orang baik itu
kelasnya dengan orang baik, dan sebaliknya. Tapi, Tuhan itu akan memberikan apa
yang kita minta. Kalo kita tahu kita orang baik yang berkelas, tapi maksa Tuhan
agar dijodohkan ama orang yang buruk, yaa dikasih. Tapi, siap siap nyesel aja
deh yaa...
Memang,
logika cinta ada dihati, namun jangan melupakan logika akal untuk memilih
jodoh.
Ikhlaskan
untuk lepas dari dia. Lalu melangkah kedepan. Coba deh cari cari kerjaan yang
bermanfaat gitu. Ikut kegiatan yang bermanfaat dan berjumpa dengan orang yang
banyak. Nah kalo udah ketemu dengan hal yang kamu cocok dan bermanfaat, move
up! Poleslah diri kamu sebaik bainya, seindah indahnya. Kerena rumusnya kan
jelas to,
Orang baik
itu kelasnya dengan orang baik, dan
sebaliknya.
Sampai jumpa
di Madsisme berikutnya~
