Saturday, June 28

Mantan Effect

0 comments
Mantan.

Mantan. Mantan. Mantan. Mantan.

Hallo mantan, apa kabar~

Mengganggu. Kata yang bagi sebagian orang memiliki makna dan terdengar bernada mengganggu. Kata itu adalah mantan.

Selamat Pagi semuanyaa~

Pada tulisan sebelumnya gue udah menemui kalian dalam bentuk sastra dan surat cinta. Dan seperti yang sudah gue janjikan, gue akan menulis tentang Mantan dalam Perspektif MADSISME yang berjudul “ The Mantan Effect “

First of all, let’s start by the definition. Just like always. Oiya buat yang belum tahu, mungkin kalian akan menemukan definisi yang sama atau bahkan sangat berbeda jauh dengan segala hal ihwal yang ditulis disini. Dan perlu kalian ketahui bahwa semua ini muncul begitu saja dari otak gue. Kalo ada yang sama maka itu berupa kebetulan dan mungkin pelajaran yang gue ambil dari sumber yang sama. Nah kalau beda sekali, itu berarti bikinan gue alias Madsisme itu tadi. Tapi, tetep berusaha santai aja ya.. Ambil yang cocok, buang yang nggak cocok. As simple as that.

Back to the field.

Pengertian dari Mantan gue bedakan menjadi 2 (dua). Yaitu Mantan dalam arti sempit dan Mantan dalam arti luas.

Mantan dalam arti luas adalah gelar atau title yang diberikan kepada seseorang dikarenakan seseorang itu telah kehilangan title sebelumnya. Contoh penggunaan gelar mantan ini adalah : Mantan Pengusaha (karena jatuh miskin), Mantan Orang Goblok (karena sudah berubah menjadi cerdas dengan belajar, Mantan Orang (karena dikutuk jadi monyet), dan sebagainya. Mantan dalam arti luas ini memang luas banget secara harfiah. Kata “Mantan” pun memang bisa dipadu padankan dengan kata lain. Emang deh, mantan itu paling the best!

Yang kedua adalah Mantan dalam arti sempit. Yaitu adalah gelar yang diberikan kepada seseorang jika seseorang itu telah memasuki fase pacaran lalu kemudian putus. Nah, kedua duanya, tepat setelah putus itu dideklarasikan, mendapatkan gelar Mantan.

Gue adalah mantan bagi mantan gue. Dan kalian adalah mantan bagi mantan kalian.

Lalu, ada apa dengan Mantan?

Masuklah kita dalam pembahasan Mantan Effect.

Btw, adakah yang udah merasakan pacaran kemudian putus? Ada? Boleh tepuk tangan yang udah pernah ngrasain jadi Mantan?

Disini gue tidak membahas alasan apa saja yang membuat kalian menjadi mantan, namun lebih kepada apa yang idiilnya terjadi dan dilakukan ketika sudah putus hubungan (alias jadi mantan)

Saat seseorang putus hubungan (yang kita kenal sebagai pacaran) perasaan seperti sedih, susah, lemes, marah, dan kecewa adalah emosi/ perasaan yang pastinya muncul. Ada orang orang yang mampu putus secara baik baik. Ada juga yang putusnya dengan sangat tidak baik, hal ini biasanya diakibatkan karena hal hal seperti perselingkuhan, penelantaran, dan hal hal sejenisnya yang menimbulkan rasa benci dan kekecewaan yang mendalam.

Kita bahas yang putusnya secara baik baik saja.

Putus dengan cara yang baik adalah lebih diidamkan daripada dengan putus secara tidak baik. Yaa walaupun tetap deh yang paling baik itu nggak break up.

Putus baik baik adalah dimana kalian putus dengan tidak diwarnai intrik intrik, seperti pertengkaran dan permusuhan. Biasanya putusnya dengan perbincangan yang masak dari kedua belah pihak. Dan, kedua belah pihak ini saling membuka diri, berusaha menerima dengan ikhlas, serta bertujuan yang sama, yaitu mencari jalan keluar terbaik. Alasan yang paling umum daripada putus baik baik ini adalah karena pasangan ini sudah mengerti dan menerima bahwa mereka sudah tidak lagi cocok. Karena perbedaan pendapat laahh apa lah, macem macem.

Tapi, jujur deh. Pasti masih ada perasaan “nggak terima” dengan kondisi ini. Yup, jika memang ada, maka itu adalah hal yang wajar sih. Karena ketika hal itu terjadi, maka dalam diri seseorang itu akan mengalami yang penulis sebut sebagai “benturan realita”. Kita masih pengen pacaran ama dia, tapi realitanya, kita udah putus. “Benturan realita” ini terjadi dikarenakan seseorang itu mengidap “Ketergantungan Emosional”.

Apa itu?

Ketergantungan emosional adalah saat dimana kita merasa tidak sanggup bahagia jika tidak bersama seseorang yang kita sayang. Dalam kasus ini, kita gak bisa bahagia karena kita gak bisa bersama mantan kita lagi.

Sakit pasti, tapi bukan berarti tidak ada obatnya.

Nah,

Mantan Effect adalah dimana ketika kalian sudah putus yang kemudian berimplikasi kepada kemampuan kalian untuk berkomunikasi dengan mantan kalian berkurang drastis. Efek yang paling terlihat adalah “saling menjauh”. Iya, menjauh secara langsung maupun tidak langsung.

Menjauh secara langsung adalah ketika kita berusaha dengan sangat mencolok menjauh ketika mantan kita hadir secara langsung dalam hidup kita. Contohnya, ketika papasan di-mall tapi nggak mau menyapa, di WA nggak dibales, diSMS nggak dibales, dan sebagainya.

Menjauh secara tidak langsung adalah ketika kita berusaha menjauhkan hal yang mengidentitaskan mantan kita ATAU mengidentitaskan kebersamaan dengan dia. Contohnya adalah dengan membuang fotonya, membakar boneka yang dia pernah belikan, membuang cincin yang pernah dibelikan, membuang baju yang pernah dibeli BERSAMA dia, dan sebagainya.

Yang paling menjadi concern gue saat ini adalah bahaya dari menjauh secara langsung tersebut karena gue ngerasa sebagai korban.

Oke kita putus secara baik, tapi mantan effect ini menciptakan dinding tidak terlihat yang menyebabkan suasana menjadi canggung dan gak nyaman. Mungkin udah banyak yang ngerti dengan perasaan ini mungkin juga masih banyak yang nggak ngerti.

But trust me, this feeling is really annoying.

Memang sih ada orang yang bisa jadian pacaran karena niatnya memang buat jadi pacar. Misalnya baru dikenalin temen, langsung PDKT dengan target pacaran. Ada memang. Dan pas putus, yaa udah gitu aja.

Namun ada juga kan yang prosesnya dari temen lama bahkan sampai pada sahabatan. Kemudian jadian. Trus ketika putus, seolah olah nggak pernah kenal sebelumnya.

Jika seseorang yang putus secara baik namun tidak mengalami yang gue sebut sebagai “benturan realita”, maka bisa diambil kesimpulan mereka benci terhadap kita.

Ya.

Membela dan berdalih seperti apapun, itulah yang terjadi.

Padahal ya.. Tau nggak efek dari hal itu?

Implikasi terbesarnya adalah terputusnya tali silaturahmi.

Rasulullah pernah bersabda,”Tidak ada satu kebaikanpun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahim, dan tidak aka satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahim.”

Aduuhh.. Betapa sangat disayangkan kalo hal itu terjadi brow. Oke deh putus sebagai pacar, tapi tetep dong sebagai sahabat.

Lalu ada yang berusaha membuat pembelaan dengan mengatas namakn Moving On sebagai pembenaraan akan hal itu.

OK bener memang kalo Move On adalah jalan untuk berusaha melewati fase fase berat dibelakang ketika seseorang putus.

Tapi, Move On dari mantan bukan berarti memutuskan silaturahmi dengannya kan?

Kalau jika memang benar dia salah, dan sekarang kalian benci terhadapnya. Coba deh diomongin baik baik.

Komunikasi deh.

Terasa aneh memang jika kita secara langsung mengungkapkan bahwa kita nggak suka sama seseorang. Tapi, apakah sebegitu ceteknya perasaan yang kalian bangun sewaktu kalian pacaran dulu? Emangnya pacaran cuman seneng seneng doan, HA HA HIHI doang gitu? Nggak berusaha mengenal lebih dekat, nggak berusaha saling menasehati dalam kedewasaan gitu?

Atau malah saling berlomba untuk diperhatiin dan menolak untuk memperhatikan duluan?

Kalo menurut gue, Itu bukan pacaran brow, sist. Bukan.

Pacaran itu adalah moment dimana kalian seharusnya berusaha saling mengenal, saling memperhatikan, dan bahkan, saling memperbaiki diri. Karena pacar adalah orang terdekat kalian, maka mereka pasti akan mengenal kalian luar dalam kan? Nah, disitulah letak kalian untuk saling menasehatkan hal yang baik. Tapi, bukan berarti mengubah dia menjadi seseorang yang lain lho yaaa..

Artinya adalah, mengubah dirinya menjadi versi terbaik dari dirinya.

Yup, itulah pacaran yang idiil menurut gue, MADSISME.

Harus lebih dewasa, lebih sabar, lebih penyayang, lebih rapi, dan lebih yang baik baik.

Mantan Effect ini terjadi mungkin karena kurang kedewasaan aja sih. Semakin dewasa seseorang, kemampuannya untuk menerima hal yang tidak mengenakan didunia ini akan semakin bertambah.

Gue punya cerita soal kedewasaan dan kemampuan ikhlas.

Alkisah ada seorang Guru spiritual dengan muridnya. Suatu hari, si Guru ini minta kepada muridnya untuk membawa garam sebanyak satu baskom gitu. Kemudian Guru ini nyuruh si murid untuk mengambil satu genggam penuh garam kemudian dimasukkan kepada satu gelas air yang berisi air didalamnya. Disuruh minumlah si murid tu gelas yang penuh garam. Beh! Asin Browww. Terus si Guru ngajakin si murid untuk pergi kedanau dengan membawa satu sak penuh garam. Sesampai didanau, garam satu sak itu Guru tebar semua kedalam danau. Muridnya kemudian disuruh untuk meminum air danau itu. Dan dia tidak merasakan sedikitpun rasa asin dari garam itu.

Kedewasaan dan kemampuan untuk ikhlas adalah serupa dengan air danau itu. Jika kedewasaan dan kemampuan ikhlas seseorang itu seluas danau, maka masalah sebesar 1 sak garam pun tidak akan terasa. Beda jika seseorang itu kemampuan ikhlasnya cuman sebatas segelas air. 1 genggam masalah saja dia udah kelabakan.


***

Kemarin gue dapet pertanyaan nih, gini “Gimana caranya biar bisa “move on”?”

Kalo pertanyaannya dikasih ke pak Mario Teguh jawabnya pasti “ Ya move on aja”

Tapi, beliau juga pernah bilang bahwa prosesnya bukan cuman sekedar move on saja lho..

Move Away, Move On, and Move Up.

Sebelum move on, ada move away dulu kan? Nah, lakukan itu dahulu.

Maksudnya adalah ikhlaskan diri kita untuk “lepas” dari dirinya dahulu. Dalam bahasa Indonesia move away artinya adalah pergi kan? Yaudah, lepaskan dia, dan pergi. Gue nggak pernah menyebutkan bahwa menjauh adalah hal yang buruk, melainkan adalah hal yang wajar. Namun menjadi tidak wajar jika sudah kelebihan batas hingga saling membenci.

Jika dia adalah orang baik, maka percayalah Tuhan masih menyiapkan seseorang yang lebih baik dan pantas, sesuai dengan kelas kita.

Jika dia adalah orang yang buruk, nah lho… Kok bisa bisanya masih sayang ama orang yang jelas jelas buruk? Itu bukan sayang, itu nafsu.

Orang baik itu kelasnya dengan orang baik, dan sebaliknya. Tapi, Tuhan itu akan memberikan apa yang kita minta. Kalo kita tahu kita orang baik yang berkelas, tapi maksa Tuhan agar dijodohkan ama orang yang buruk, yaa dikasih. Tapi, siap siap nyesel aja deh yaa...

Memang, logika cinta ada dihati, namun jangan melupakan logika akal untuk memilih jodoh.

Ikhlaskan untuk lepas dari dia. Lalu melangkah kedepan. Coba deh cari cari kerjaan yang bermanfaat gitu. Ikut kegiatan yang bermanfaat dan berjumpa dengan orang yang banyak. Nah kalo udah ketemu dengan hal yang kamu cocok dan bermanfaat, move up! Poleslah diri kamu sebaik bainya, seindah indahnya. Kerena rumusnya kan jelas to,

Orang baik itu kelasnya dengan orang  baik, dan sebaliknya.

Sampai jumpa di Madsisme berikutnya~

Leave a Reply