Didunia
ini Tuhan menciptakan 2 gender. Laki laki dan Perempuan.
“ … Perempuan adalah makhluk perasaan …”
Pernah
denger ungkapan itu nggak? Pastinya pernah ya.. Apalagi golongan kaum yang doyan galau. Huehuehue
Pada
tulisan sebelumnya, saya menggunakan kata ganti ”gue” dan setelah saya posting pada malam harinya, pagi harinya
saya bertemu dengan kawan perempuan saya dikampus dan bilang “ Ihh dimas tulisan kamu bagus ya..
(makasih) tapi kok sombong sih pakek kata gue.
emang di Ponorogo biasa pakek kata gue gitu
ya? (hellah) “
Pertama,
saya mengucapkan terima kasih pada sahabat saya ini, Rifa Aghniya namanya, asal
Purworejo, zodiak: Aquarius (asal nebak aja). Terima kasih karena bersedia
membaca tulisan saya yang saya pikir akan dicap kuno, jelek, dan kurang
kerjaan. Tapi, seperti yang sudah saya tulis dalam blog ini, bahwa bagi saya,
menulis adalah salah satu bentuk terapi dan penyaluran hasrat sendiri yang
sering bikin saya susah tidur.
Kedua,
untuk masalah kata ganti “gue”, di Ponorogo gak ada yang ngomong pakek “gue gue”
gitu kok. Tapi maksudnya, ketika saya menulis dengan kata ganti “gue” ini
berarti saya bener bener pengen curhat dan menjadikan apa yang saya tulis ini
adalah sebuah cerita. Dan saya menganggap kalian yang mau membaca ini adalah
kawan yang bersedia mendengar tanpa ng-judge
saya. Dan itu berharga bagi saya. Sedangkan ketika saya menulis dengan kata
ganti “saya”, saya memposisikan diri sebagai orang yang lebih sopan, berusaha
lebih terhormat alias jaim (jaga image).
Intinya, tulisan yang saya tulis, niatannya bernadakan sedikit formal. Kalo “gue”
bernadakan jauh lebih akrab seperti kawan lama.
Dan
setelah saya pikir pikir, lihat lihat dan analisa. Saya bingung sendiri lho,
manaa bagian yang sombong, manaa bagian yang tulisan saya ini terkesan sombong.
Karena menurut saya yaa tidak ada yang salah. Tidak ada kesan sombong dalam
kata “gue”, karena bagi saya kata itu adalah sekedar kata ganti saja.
Sudah
menangkap hal menarik yang ingin saya utarakan belum?
Yang
ingin saya coba utarakan adalah…
Begitulah
wanita dengan “perasaannya”.
Karena
jujur saja, temen laki laki saya nggak ada yang protes dengan kata ganti itu.
Baru kali ini juga saya mendapat pertanyaan seperti itu.
Bagi
orang lain, itu hal yang sangat sepele. Bagi saya, itu menjadi bahan tulisan
yang sangat senang dan sukarela saya menulisnya.
Yuk
kita masuki alam pikiran saya.
Ketika
kita mencoba memahami perasaan dengan logika atau bahkan sebaliknya. Mencoba
memahami logika dengan perasaan, akan sangat sulit sekali untuk bertemu.
Bukan
berarti TIDAK AKAN bertemu, saya masih membuka ruang bahwa pasti ada beberapa
aspek dimana mereka akan ketemu point
idenya.
Namun,
jika saya boleh menggunakan bahasa ekstrem, logika dengan perasaan itu bagaikan
air dengan minyak. Tidak akan pernah bercampur hingga kapanpun, namun ada sekat
yang membentuk garis bertemunya antara air dan minyak itu.
Dalam
perspektif satu, akan menganggap bahwa sekat itu adalah BATASAN yang menjadikan
mereka tidak akan pernah bertemu satu dengan yang lain.
Tapi,
dalam perspektif saya dan ilmu filsafat ala saya (Madsisme) justru itu adalah
bagian/ tempat dimana mereka “bertemu”. Mereka tidak terpisahkan dengan suatu
ruang yang kosong. Mereka benar terlihat terpisah secara jelas, namun pada “BATAS”
itu sesungguhnya mereka saling menyentuh. Hingga mencapai suatu kesimpulan :
Logika
dan Perasaan itu saling menyentuh satu sama lain walaupun mereka tidak akan
pernah bisa bercampur.
Saya
yakin, ada logika yang dijiwai dengan perasaan. Dan juga ada perasaan yang
menguat karena adanya dasar logika.
Saya
yakin benar akan hal ini. Dan ini pendapat saya. Madsisme. So, saya serahkan
kembali pada anda mengenai setuju ataupun tidaknya.
Setelah
point diatas saya pegang, saya
berangkat pada Perempuan sebagai makhluk perasaan.
Pengalaman
pribadi saya bersama seorang perempuan dalam tulisan saya sebelum ini membuat
saya berkesimpulan bahwa perempuan itu makhluk yang sangat logic sekali. Namun
setelah saya menjumpai perempuan perempuan lain, lebih banyak dari mereka yang
dominan pada perasaannya. Mayoritas.
*****
Tuhan
itu Maha Penyayang kan ya? Dan sifat penyayang-Nya yang luar biasa itu
diwariskan pada perempuan, Ibu.
Tuhan
itu Maha Sabar kan ya? Dan sifat penyabar-Nya itu diwariskan juga pada
perempuan, Ibu.
Tuhan
itu Maha Pemaaf kan ya? Dan apakah ada yang lebih mampu memaafkan sebaik
perempuan, Ibu.
Bagaimana
mungkin kalian mampu melogikakan, bagaimana bisa Tuhan itu bisa menyayangi
semua orang, walaupun mereka pasti melakukan kesalahan yang selalu sering diulangi
terus menerus.
Bagaimana
mungkin kalian mampu melogikakan, bagaimana bisa Tuhan masih sabar melihat ada
makhluk-Nya yang ingkar pada-Nya.
Bagaimana
mungkin kalian mampu melogikakan, bagaimana Tuhan ini sungguh masih bersedia
memaafkan kesalahan dan dosa yang besar bagi kita, namun Tuhan masih saja, Tuhan
mau memberikan maaf.
Sekarang
lihat Ibu.
Betapa
ia menyayangi, mendidik dan merawat dengan sabar, serta masih bersedia memaafkan
segala kesalahan sang anak lakukan?
Kalau
bukan perasaan, apalagi.
Namun,
perasaan sering menjadikan perempuan itu masuk dan terjebak dalam “live trap”.
Mario
Teguh pernah mengungkapkan bahwa, “ Masalah terbesar dari seorang wanita baik
adalah mencintai laki laki tidak baik”.
Kalian
punya temen perempuan yang sebegitu cintanya dengan laki lakinya yang bahkan
tidak menghormati kasih sayang yang diberikan perempuan itu nggak?
Atau
bahkan kalian sendiri yang mengalami hal itu?
Tapi,
karena “cinta” inilah, seburuk apapun laki laki itu, perempuan itu masih sayang
sama dia, masih peduli sama dia, bahkan masih cinta sama dia. Dan karena itu,
perempuan ini menolak semua laki laki, yang memiliki niat lebih tulus untuk
mencintainya. Membiarkan dirinya dalam keadaan tersiksa, merelakan dirinya
menjadi “tawanan” akan perasaannya sendiri. Menolak untuk move on, move away, lalu move up ….
HANYA
UNTUK SEORANG LAKI LAKI TIDAK BAIK YANG BAHKAN TIDAK PEDULI JIKA KALIAN
MEMBENCINYA.
Kalau
bukan perasaan, apalagi.
Disinilah
yang berbahaya bagi perempuan. Dan laki laki yang baik seharusnya mengerti akan
hal ini dan bersikap lebih menjaga. Laki laki itu lebih besar, lebih dewasa,
lebih gagah dari perempuan, apakah hal yang patut kalau kita malah
menyianyiakan perempuan.
Laki
laki yang disakiti perempuan adalah hal biasa, namun laki laki yang menyakiti
perempuan, seharusnya malu jadi laki laki. Karena hakikatnya laki laki ini
melindungi dan memuliakan perempuannya.
Sekarang
saya pengen ngomong sama perempuan. Yap, kalian.
Sungguh,
tidak ada perhiasaan yang lebih cantik bagi laki laki kecuali perempuan yang
baik. Kalian adalah seindah indahnya ciptaan Tuhan yang tidak akan pernah habis
untuk kami, laki laki, elu elukan keindahannya.
Kalian
memiliki perasaan terindah yang kami, laki laki, bahkan tak mampu mengerti
untuk melogikakannya. Kami tidak punya hati setulus dan seindah kalian tapi
dengarlah ...
Kami,
laki laki, ketika mencintai kalian akan berusaha semampu kami dan sekuat kami
walaupun kami tahu, kami tidak akan pernah mampu menyaingi kalian dalam
mengasihi.
Jadi,
kalau kami “nakal”, lupa, dan kelepasan untuk marah, maafkan kami ya…
Terkadang,
kami ini bingung harus meng-apa-kan hal kalian.
Bukan
karena kalian ini sulit untuk dimengerti ….
Melainkan,
kalian itu terlalu berharga dan terlalu indah untuk kami miliki.
Dimas Mahardika
