Rindu ini terlalu sederhana,
Melihatmu dalam jendela
Instagramku saja sudah mereda.
Rindu ini terlalu aneh,
Yakin bahwa kita ada diarea
yang sama, sudah membuat hati ini berdegub.
Rindu aneh,
Membuatku lebih ingin pantas
bagimu daripada untuk berusaha menemuimu sekarang
Tahukah kamu?
31 Januari itu adalah hari
yang sudah aku tunggu sejak awal aku merasa ada yang tidak wajar dalam caraku
memandangmu.
Sudah lebih dari cukup untuk
berjumpa. Sungguh.
Aku tak sanggup bahkan untuk
ngobrol ngalur ngidul denganmu.
Aliran darah yang begitu
cepat, begitu membuatku bingung harus berbicara apa.
Itu semua karena kamu.
Itu semua salahmu.
Salahmu.
Salahmu.
Atau lebih tepatnya karena
lemahku.
Sungguh, bagiku engkau adalah
sosok yang menyilaukan. Melihatmu saja berat, apalagi menatap.
Harapanku terlalu ... muluk
Aku sering berucap bahwa
keajaiban hanya datang setelah usaha terbaik, tetapi ...
Berjuang untukmu saja aku
belum, betapa lancangnya sudah berani berharap menyandingmu.
Betapa lancangnya aku berharap
agar bisa berjumpa pada tanggal itu.
Satu rahasia,
Tujuanku pulang dan datang
saat itu, hanyalah untuk berjumpa denganmu.
Yang lainnya,
Adalah #akting
Namun, #akting yang aku sangat
aku nanti dan sejenak mampu membuatku mlipir
darimu.
Dind,
Kapan ya kita bisa ketemu
lagi?
Sungguh, tidak ada yang lebih
membahagiakanku selain perjumpaan tanpa sengaja kita dijalur itu. Didepan rumah
sakit itu. Aku membuktikan betapa ayumu begitu tak terbantahkan. Kukuh.
Jelas.
Pantas tak ada yang tak
mengejarmu.
Dan karena itulah aku selalu
kalah untukmu. Untuk memperjuangkanmu.
Dind,
Apa aku harus beranjak darimu?
Lagi.
Sama seperti kisahku sebelum
ini, yang membuatku harus pergi karena pintu itu telah dimiliki orang lain.
Hati itu t’lah dimiliki orang
lain.
Begitu juga dirimu kan?
Mereka bilang yang aku lakukan
hanyalah membuang waktu.
Ibarat menunggu emas untuk
ditinggalkan pemiliknya.
Kamulah emasnya, Dind. Dan dia
t’lah memilikimu.
Mana mungkin ada yang mau
melepas pribadi sebaik dirimu? Dengan segala hal yang membanggakan yang melekat
padamu. Dengan segala watak yang diidamkan untuk didampingi.
Dinda,
Dosa terindahku mungkin adalah
terus mengharapkanmu dan berharap segeramu berakhir dengannya.
Terindah dan terkejam.
Maaf ya... Takdirku memang
untuk jatuh cinta padamu.
Dan aku memahami bahwa jika
engkau tak mengalami takdir yang sama.
Dinda,
Aku tetap tak bisa melihatmu
dengannya. Aku tak bisa untuk mendoakanmu bahagia dengannya.
Tidak akan.
Karena aku tahu,
Aku lebih pantas bagimu
daripada dirinya.
