Perjumpaan
pertama gue setelah sekian lama kagak nulis harus gue awali dengan kedukaan. I
was fail on SNMPTN and that’s hurt. Sakitt banget, kecewa. Seperti 1 dari
sekian harapan yang sudah kita bangun, kita siram dengan harapan serta kita
jaga dengan ketulusan, hilang. Dan disaat itu jug ague down, so much down sampai
gue bener bener gak tau harus ngapain. Gue pun juga gak nyangka akan sesakit
ini dan sedalam ini kekecewaan gue dan setelah gue analisa ada beberapa faktor
yang membuat sakit ini semakin perih, salah satunya adalah lingkungan.
Sebenernya
diawali dengan cukup baik pada pagi harinya. Dimana dimulai dengan pencapaian
yang tidak begitu buruk dalam TO gue untuk menghadapi SBMPTN. Katakanlah OK
gitu ya. Dilanjutkan lagi dengan acara kumpul FFI di rumah leader-nya Satria Tegar. Dan semuanya berjalan baik dan
menyenangkan. Bersama sahabat gue yang lain yaitu Laksa, Astana, Alan, dan
Juwito. Memang, saat itu yang hadir cuman 6 orang laki laki dan
memperbincangkan bahasan acara apa yang akan kita selenggarain dalam waktu
dekat. Namun, Alan harus pergi karena ada urusan yang gak gue tahu, karena gue
juga baru habis jemput adeik gue.
Agenda
pun berlangsung lebih menarik dengan kita ber 5 main kartu poker. Entah kebetulan
ato enggak, gue menang terus dan Satria kalah terus yang nantinya akan menjurus
kepada teori gue yang absurd.
Akhirnya,
jarum jam yang kecil menunjukkan angka 4 sore, ide untuk melihat hasil
pengumuman SNMPTN dicetuskan oleh Satria. Dan kami berlima sudah berkumpul
didepan laptop, membuka nomer pendaftaran milik Satria. Tapi, gue sempatkan
untuk ngajak temen2 gue doa untuk TW (panggilan Satria) semoga undangannya
diterima dan … Tuhan mendengar doa itu. sontak, satu manusia itu kami peluk
bersama sama. Mata gue pun berkaca bahagia. You deserve for it, brother J. Dan sekarang giliran si Laksa yang punya niatan untuk
membuka hasil pengumuman undangan ini dan target peluk selanjutnya.
Sayangnya,
dia lupa dengan nomer pendaftarannya. Begitu juga dengan gue, Astana and
Juwito. Karena waktunya sudah sore banget sampek masuk waktu Magrib, kami pun
memutuskan pulang dan melihatnya sendiri dirumah. So, niatan untuk
dipeluk-memeluk. Gagal.
Gue
yang sesampainya dirumah sambil tergopoh-gopoh, langsung buka laptop dan
nyalain modem internet. Dan sudah pasti, gue bilang ama Ibu gue untuk mendoakan
yang terakhir kalinya, semoga malaikat bersedia mengganti tulisan “tidak
diterima” menjadi “selamat bla bla …”. Gue pun mengetik alamat SNMPTN itu
sambil menahan gemetar yang udah menjalar kebadan gue hingga ke jari jari. Ibu
gue setia nungguin disamping gue, dibela belain buat anaknya padahal semua tau
beliau sedang sakit.
Dan akhirnya,
halaman itu terbuka. Pelaan banget karena kebetulan lagi lemot banget dan
suasana semakin nggak enak. Seperti menyembelih dengan pisau yang tumpul.
Dan dunia
segera mengakhiri derita itu menjadi derita lain yang tidak terasa lebih baik.
Berkatalah
ia,
“Maaf,
anda tidak lolos SNMPTN. Terima kasih telah berpartisisipasi”.
