Gue terdiam walaupun cuman
sesaat. Berusaha tersenyum didepan Ibu gue. “yah gak diterima. Gapapa ya ma.. “
jawab gue datar. “iya gapapa, kamu udah brusaha to.. ikhlas ya.. “ jawab beliau
halus. “Ya ma.. “ balas gue.
Gue pun sesegera mungkin mandi
dan sesegera pula menyelesaikannya. Gue ambil wudlu, dan nyusul untuk Sholat
Magrib.
Gak ada kata yang lebih cocok
buat nge-gambari perasaan gue selain kata, Kecewa. Iya, dan itulah hal yang
sama yang dirasakan hampir 50.000 lebih manusia SMA di Indonesia. Malam itu
menjadi malam yang bahagia dan sedih bagi gue.
Bahagia, karena akhirnya temen
temen gue udah memenuhi sebagian dari impian mereka. Satria alias TW yang masuk
di FKH IPB, Bilal Andre yang masuk Akun UN, Fiddina Yusfida masuk Statistika
Unair, Manggala Wahyu Pendidikan Fisika, Fiqi Fahrizal Pendidikan Olahraga. Dan
yang menghebohkan adalah masuknya 3 anak SMA 1 Ponorogo di ITB! Atas nama Ahmad
Aidin di Teknik Elektro, Shohy Fajri dan Inka yang juga masuk ITB tapi gue
belum tau jurusan mana.
Yang sangat disayangkan, untuk
yang masuk FK masih hanya Ricky di FK UI. Dan masih hanya dia yang gue tau
untuk masuk ke FK. Selamat buat kalian Sobat. J
Bersama dengan tidak lolosnya
gue di jalur SNMPTN ini, bersama saat itu pula-lah mimpi gue untuk jadi manusia
pertama dari SMA 1 PO yang bisa masuk FK UNAIR tertunda, bahkan mungkin
terpendam. Bukan cuman masalah prestis, tapi ini sudah seperti “ditanam” ketika
gue SD kelas 6, bermimpi buat jadi Mahasiswa di FK UNAIR. Dan juga, menjadi
jalan pembuka bagi adek adek kelas gue, yang gue prediksi jurusan Kedokteran
akan semakin diminati dan banyak peminatnya, pastinya. Karena, alumni akan memengatuhi
kuota yang disediakan tahun depan, Katanyaa gituu.
Yahh.. Untuk sementara ini,
misi itu gagal gue penuhi. Maaf ya.. Smoga kalian yang bisa, mungkin bukan
takdir gue J. Mungkin
itu takdir dari Adzkiya Brama, Lisma Fahmi, ato Laura Widha P yang gue kenal
dan gue ketahui punya minat yang sama seperti gue. I’m gonna pray for all of
you. J
Dan karena inilah, gue jadi
lebih ‘sensitif’ dari biasanya. Marah, kecewa, sedih, ikut bahagia campur aduk
jadi satu. Dan tidak ada yang lebih gue butuhkan selain teman waktu itu. tapi,
Tuhan mengirimkan mereka yang lebih dari sekedar teman, kakak.
Namanya Hafizah Meidina, dulu
pernah satu sekolah ama gue di SMP 1 PO, kakak kelas, dan ketemu lagi lewat
twitter untuk gue mintai nomernya. Sekarang beliau di FKG UNAIR, kampus impian
gue dari kecil. Dan juga Mbak AV, mentor GO bidang Bahasa Indonesia yang
rempongnya terkenal seluruh dunia nyata maupun gaib.
Mereka berdualah yang bersedia
mendengar tanpa menghakimi apa apa yang gue rasa. Mbak Hafis dengan nasehat
stateginya untuk tetep semangat untuk tetep ke UNAIR dan mbak AV yang bikin gue
senyum, seenggak2nya, bisa bikin gue lebih melihat ke cahaya, bukan pada titik
gelapnya. Makasih kakakku, kalian emang yang terbaiiikkk J
Dan itu jauh lebih baik dan
lebih gue butuhkan daripada ‘janji’ support yang justru membuat gue tetap melihat
titik gelap yang kecil itu. Bukannya membantu melihat ke cahaya.
“disaat seperti inilah, yang
kita sebut sahabat akan benar ketahuan” kutipan twit yang gue temuin di
twitter. Dan itu, benar.
Dan hingga saat ini, hingga
detik ini saat gue nulis tulisan ini, gue bersama teman teman yang lain sedang
berusaha bangkit. Berusaha mengumpulkan segala apa yang tersisa dalam raga
untuk kembali berusaha mencoretkan tinta karya. Sangaat tidak mudah, tapi
mungkin.
Daya tahan manusia terhadap
tekanan memang berbeda beda, ada yang kuat hingga keakar ada juga yang sudah
tanggal walau hanya disentuh.
Dan disinilah, hanya hati yang
penuh kasih sayang yang mampu mengerti dan memahami.
Apa yang kami butuhkan adalah
waktu, biarkan kami berusaha. Dan janganlah membuat luka lagi, karena ini …
sudahlah cukup.
