Setelah sekian lama keinginan
itu hanya sebatas angan, barusan gue telah memenuhinya. I just already Tarot myself
Jadi begini.
Ketika SMA dulu gue juga
mengalami apa yang adek adek SMA sekarang alami, yaitu bingungnya memilih
jurusan. Namun, keinginan untuk menjadi Dokter sudah bercokol pada urutan
paling atas dalam prioritas gue hingga akhirnya gue mulai menyadari
ketidaksesuaian antara usaha gue dengan apa yang gue harapkan. Alhasil, gue
harus melepaskan impian gue untuk jadi Dokter.
Tetapi dalam perjalanan
sebelum gue melepas impian itu, Tuhan seperti memberikan tanda tanda dimanakah
kemampuan dan passion gue yang lain. Waktu
itu gue diperkenalkan dengan kartu Tarot oleh teman gue, Estina Intan. Dari SMP,
gue udah suka banget dengan kemampuan yang berkaitan dengan metafisika seperti
tarot, hipnotis, membaca pikiran orang, membaca karakter orang dari mukanya, membaca
kepribadian seseorang dari tulisan tangannya, dan lain lain. Kesukaan dan minat
ini juga didukung dengan koleksi buku buku yang gue punya yang berkaitan dengan
hal yang aku sebutkan tadi.
Dan ketika akhirnya gue
bertemu dengan tarot, gue tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk mampu
membaca tarot dan membantu teman teman gue yang lain. Iya, jadi sewaktu SMA
dulu, ketika sedang bingung bingungnya “aku mau kuliah dimana?” mereka pun
berdatangan ke gue untuk konsultasi yang berkaitan dengan pilihan mereka. Nah,
dari sinilah gue merasa bahwa inilah yang harus gue lakukan dalam hidup gue, become a consultant. Tapi konsultan yang
berkaitan dengan masalah kehidupan sosial bukan yang berkaitan dengan hukum.
Dan karena hal itulah, gue
memasukkan Psikologi sebagai salah satu pilihan gue. tetapi saat itu, gue masih
belum begitu tersadar akan kemampuan gue ini. Gue gak pernah berpikir terlalu
jauh akan karir kedepannya. Dan pada saat yang bersamaan gue juga masih idealis
masuk FK.
Terus berjalannya waktu,
akhirnya pilihan Psikologi ini gue sisihkan. Orang tua gue lebih menyarankan
masuk jurusan Hukum yang sebenarnya dulu gue benci. Iya, benci. Namun, karena
gue sadar akan kondisi yang gue tau gue gak akan masuk FK, gue mulai membuka
hati untuk Hukum dan akhirnya rasa benci itu perlahan memudar berganti dengan
rasa keterbukaan.
Menurut tes IQ yang pernah gue
ikuti, otak gue adalah tipikal otak IPS. Lebih cocok untuk memikirkan hal hal
yang bersifat abstrak daripada ilmu
pasti (atau dalam bahasa Jawa-nya ilmu saklek).
Dan memang, gue lebih menikmati berpikir tentang hal seperti itu. Cara berpikir
orang IPS harus luas, bukan terlalu memperhatikan sesuatu secara spesifik/
detail. Ditandai dengan gue yang memang kurang teliti.
Semenjak semakin terbukanya
gue ke Hukum, gue juga lebih tertarik memperhatikan masalah masalah yang
berkaitan dengan hukum yang ada di Indonesia. Dan Psikologi itu semakin memudar
yang akhirnya gak pernah gue pikirkan. Salah satu faktor yang semakin
membuatnya hilang adalah gue terus menerus di cekoki agar masuk hukum. Indoktrinisasi. Dan ditulari pikiran bahwa
“Psikologi itu bisa dipelajari tanpa harus kuliah”.
Dan ternyata sekarang, bagi
gue itu salah. Masalah ini lebih rumit daripada “psikologi tu bisa dipelajari
sendiri”. Ini lebih dari itu. Jikalaupun memang bisa dipelajari sendiri, maka
hasilnya pasti akan lebih maksimal jika dipelajari secara lebih intens dan
mendalam. Lalu kita akan bertemu dengan orang orang yang seperjuangan dalam
mempelajari Psikologi ini, yang pastinya akan menambah motivasi tersendiri. Dan
juga, walaupun ini sepele ini juga penting, ini berkaitan dengan passion kita. Harga diri kita dan
sesuatu yang kita letakkan sebagai symbol harga diri kita.
Maksud dari meletakkan symbol harga
diri tu, misalnya gini…
Orang kaya, tajir, dan berduit
yang imannya kurang baik dan kurang bijak akan meletakan “harga diri” mereka
pada segala sesuatu yang berkaitan dengan materialistis. Mungkin baju baru
mahal yang bermerk, mobil mahal bernilai milyaran rupiah, perhiasan mengkilat,
dan sebagainya. Mereka akan marah ketika barang yang mereka pakai “kurang mahal”
dan “kalah mahal” dengan teman atau saingan mereka yang satu golongan
Berbeda dengan orang dari kalangan
intelektual dan akademisi. Golongan ini meletakkan “harga diri” mereka pada
ilmu pengetahuan. Misalnya mereka pasti memiliki buku buku yang sangat bagus
dan isinya berbobot. Dan mereka pasti akan marah ketika ada seseorang yang
meminjam buku itu dan merusaknya.
Nah gue, meletakkan harga diri
gue akan kemampuan psikologi yang gue punya dibandingkan dengan motor, mobil,
perhiasan, atau TV dirumah. Gue bakal malu kalo gagal menangani klien yang
membutuhkan saran akan kehidupannya daripada gue gak sanggup beli mobil Ferari
seharga miliaran itu.
Itulah salah satu contoh
peletakan symbol harga diri.
******
Dan gue akan cerita tentang
hasil tarot gue barusan.
Dimulai dengan mengocok kartu
tarot sebanyak huruf nama kita. Dan total banyak huruf dinama lengkap gue ada
33. Banyak sekali, memang.
Gue mulai dengan pertanyaan. “apa
yang keadaan hidup yang terjadi jika gue harus terus fokus ke Hukum tanpa
peduli yang lain ATAU gue harus mencoba berjuang untuk pindah ke Psikologi UGM”
Gue pun mengambil masing
masing kartu yang menjadi intepretasi dari pernyataan masing masing tadi. 1
kartu mewakili ke “fokus ke Hukum” 1
kartu lagi mewakili ke “mencoba ke Psikologi”.
Dan hasilnya adalah : ketika
gue mencoba untuk terus di Hukum, maka akan ada kondisi dimana gue gak akan enjoy dan menikmati studi disana. Memang bener sih
pilihan masuk ke Hukum adalah hasil dari ikutnya gue akan nasihat orang tua
gue, tapi akan ada kondisi dimana sebetulnya gue ini gak nyaman disana. Bukan passion utama gue. Dan ada ketakutan disana (The Heirophant)
(muncul terbalik). Dan untuk pilihan ke Psikologi, gue akan memasuki babak
baru yang akan mengalami peningkatan. Menunjukkan juga kalau ada proses
kemajuan yang dibuat dan akan menemukan ketenangan dan keharmonisan. (Eight
of Wand).
Pertanyaan kedua : “untuk bisa
dapet masuk Psikolog, apakah gue harus menyeimbangkan antara kuliah Hukum dan
pulang terus belajar untuk materi SBMPTN ATAU harus langsung fokus bimbel untuk
SBMPTN dan meninggalkan Hukum?”
Dan hasilnya : kalau gue
mencoba membagi kuliah dengan belajar maka gua akan masuk pada kondisi yang
sangat nggak nyaman bagi gue. kondisi dimana gue mungkin akan sangat tertekan
dan terjadi perseteruan kehendak prioritas. Antar kuliah atau belajar. Tapi jika
gue mau berusaha, maka kendala itu cuman sementara ( Three of Sword). Dan
jikalau fokus, maka gue akan mendapatkan kepuasan dan pencapaian. Namun dibalik
pencapaian itu ada sedikit perasaan yang mengganggu. Mungkin seperti beban
mental yang gue tanggung. Seperti rasa bersalah gue karena habisin uang lebih
banyak untuk bimbel segala macem dan berhenti dari kuliah Hukum. (Queen of
Pentacles)
Pertanyaan terakhir : “bagaimanakah
keadaan kalau gue belajar di bimbel (ikutin saran dari sobat gue, M Riski
Pratama) atau belajar sendiri?”
Hasilnya : jika gue ikut
bimbel, maka akan menjadi pilihan yang mantap. Gue akan lebih bertanggung jawab
dan konsekuen serta dapat diandalkan untuk memanfaatkan dengan baik bimbel ini
( Knight of Pentacles). Dan jika gue belajar sendirian, maka gue akan
kehilangan sesuatu yang amat berharga. Mungkin kalau gue belajar sendiri
hasilnya akan gak maksimal dan akhirnya gue akan gagal di ujian SBMPTN. ( Ace
of Sword) (muncul terbalik).
Nah itulah dia, Bung.
Tapi tetep, tidak ada yang
lebih berkuasa selain Allah. Gunakan hasil tarot ini untuk bahan pertimbangan
matang matang. Dan jika pilihan sudah ditentukan, maka kita sudah harus siap
dengan segala konsekuensinya.
Siap menang harus juga siap
kalah :)

Dulu pas ketemu kamu pernah bilang pada saya, ingin masuk kedokteran. Tapi lebih realistisnya, ingin masuk ke Psikologi. Menurutku, memang ada baiknya juga ngikutin passion...
Siap menang harus juga siap kalah :)
God decision always right, some didn't yet believe or curse, but more they'll see how cruel they are as His creature. Whoever we are, wherever we are, as long as we do things good in His line, good things will apparently come. Nice writting dim!
@ mbak Khalila: haloo mbaakk.. lama gak jumpa diblog :D Hehe iya mbak dulu pengen masuk FK, tapi "gak nutut".. ada passion lain ke Psikolog :)
@ wordish: Gracias por su venir :D Doain yaa :))
Dim ,kasusmu mirip kyak kasusku .bedanya kmu udh ngerti mau melangkah kemana :)