Tuesday, January 7

Aku Pilih yang Mana?

5 comments
Setelah sekian lama keinginan itu hanya sebatas angan, barusan gue telah memenuhinya. I just already Tarot myself

Jadi begini.

Ketika SMA dulu gue juga mengalami apa yang adek adek SMA sekarang alami, yaitu bingungnya memilih jurusan. Namun, keinginan untuk menjadi Dokter sudah bercokol pada urutan paling atas dalam prioritas gue hingga akhirnya gue mulai menyadari ketidaksesuaian antara usaha gue dengan apa yang gue harapkan. Alhasil, gue harus melepaskan impian gue untuk jadi Dokter.

Tetapi dalam perjalanan sebelum gue melepas impian itu, Tuhan seperti memberikan tanda tanda dimanakah kemampuan dan passion gue yang lain. Waktu itu gue diperkenalkan dengan kartu Tarot oleh teman gue, Estina Intan. Dari SMP, gue udah suka banget dengan kemampuan yang berkaitan dengan metafisika seperti tarot, hipnotis, membaca pikiran orang, membaca karakter orang dari mukanya, membaca kepribadian seseorang dari tulisan tangannya, dan lain lain. Kesukaan dan minat ini juga didukung dengan koleksi buku buku yang gue punya yang berkaitan dengan hal yang aku sebutkan tadi.

Dan ketika akhirnya gue bertemu dengan tarot, gue tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk mampu membaca tarot dan membantu teman teman gue yang lain. Iya, jadi sewaktu SMA dulu, ketika sedang bingung bingungnya “aku mau kuliah dimana?” mereka pun berdatangan ke gue untuk konsultasi yang berkaitan dengan pilihan mereka. Nah, dari sinilah gue merasa bahwa inilah yang harus gue lakukan dalam hidup gue, become a consultant. Tapi konsultan yang berkaitan dengan masalah kehidupan sosial bukan yang berkaitan dengan hukum.

Dan karena hal itulah, gue memasukkan Psikologi sebagai salah satu pilihan gue. tetapi saat itu, gue masih belum begitu tersadar akan kemampuan gue ini. Gue gak pernah berpikir terlalu jauh akan karir kedepannya. Dan pada saat yang bersamaan gue juga masih idealis masuk FK.

Terus berjalannya waktu, akhirnya pilihan Psikologi ini gue sisihkan. Orang tua gue lebih menyarankan masuk jurusan Hukum yang sebenarnya dulu gue benci. Iya, benci. Namun, karena gue sadar akan kondisi yang gue tau gue gak akan masuk FK, gue mulai membuka hati untuk Hukum dan akhirnya rasa benci itu perlahan memudar berganti dengan rasa keterbukaan.

Menurut tes IQ yang pernah gue ikuti, otak gue adalah tipikal otak IPS. Lebih cocok untuk memikirkan hal hal yang bersifat abstrak daripada ilmu pasti (atau dalam bahasa Jawa-nya ilmu saklek). Dan memang, gue lebih menikmati berpikir tentang hal seperti itu. Cara berpikir orang IPS harus luas, bukan terlalu memperhatikan sesuatu secara spesifik/ detail. Ditandai dengan gue yang memang kurang teliti.

Semenjak semakin terbukanya gue ke Hukum, gue juga lebih tertarik memperhatikan masalah masalah yang berkaitan dengan hukum yang ada di Indonesia. Dan Psikologi itu semakin memudar yang akhirnya gak pernah gue pikirkan. Salah satu faktor yang semakin membuatnya hilang adalah gue terus menerus di cekoki agar masuk hukum. Indoktrinisasi. Dan ditulari pikiran bahwa “Psikologi itu bisa dipelajari tanpa harus kuliah”.

Dan ternyata sekarang, bagi gue itu salah. Masalah ini lebih rumit daripada “psikologi tu bisa dipelajari sendiri”. Ini lebih dari itu. Jikalaupun memang bisa dipelajari sendiri, maka hasilnya pasti akan lebih maksimal jika dipelajari secara lebih intens dan mendalam. Lalu kita akan bertemu dengan orang orang yang seperjuangan dalam mempelajari Psikologi ini, yang pastinya akan menambah motivasi tersendiri. Dan juga, walaupun ini sepele ini juga penting, ini berkaitan dengan passion kita. Harga diri kita dan sesuatu yang kita letakkan sebagai symbol harga diri kita.

Maksud dari meletakkan symbol harga diri tu, misalnya gini…

Orang kaya, tajir, dan berduit yang imannya kurang baik dan kurang bijak akan meletakan “harga diri” mereka pada segala sesuatu yang berkaitan dengan materialistis. Mungkin baju baru mahal yang bermerk, mobil mahal bernilai milyaran rupiah, perhiasan mengkilat, dan sebagainya. Mereka akan marah ketika barang yang mereka pakai “kurang mahal” dan “kalah mahal” dengan teman atau saingan mereka yang satu golongan

Berbeda dengan orang dari kalangan intelektual dan akademisi. Golongan ini meletakkan “harga diri” mereka pada ilmu pengetahuan. Misalnya mereka pasti memiliki buku buku yang sangat bagus dan isinya berbobot. Dan mereka pasti akan marah ketika ada seseorang yang meminjam buku itu dan merusaknya.

Nah gue, meletakkan harga diri gue akan kemampuan psikologi yang gue punya dibandingkan dengan motor, mobil, perhiasan, atau TV dirumah. Gue bakal malu kalo gagal menangani klien yang membutuhkan saran akan kehidupannya daripada gue gak sanggup beli mobil Ferari seharga miliaran itu.

Itulah salah satu contoh peletakan symbol harga diri.

******

Dan gue akan cerita tentang hasil tarot gue barusan.

Dimulai dengan mengocok kartu tarot sebanyak huruf nama kita. Dan total banyak huruf dinama lengkap gue ada 33. Banyak sekali, memang.

Gue mulai dengan pertanyaan. “apa yang keadaan hidup yang terjadi jika gue harus terus fokus ke Hukum tanpa peduli yang lain ATAU gue harus mencoba berjuang untuk pindah ke Psikologi UGM”

Gue pun mengambil masing masing kartu yang menjadi intepretasi dari pernyataan masing masing tadi. 1 kartu mewakili ke “fokus ke  Hukum” 1 kartu lagi mewakili ke “mencoba ke Psikologi”.

Dan hasilnya adalah : ketika gue mencoba untuk terus di Hukum, maka akan ada kondisi dimana gue gak akan enjoy  dan menikmati studi disana. Memang bener sih pilihan masuk ke Hukum adalah hasil dari ikutnya gue akan nasihat orang tua gue, tapi akan ada kondisi dimana sebetulnya gue ini gak nyaman disana. Bukan passion utama gue.  Dan ada ketakutan disana (The Heirophant) (muncul terbalik). Dan untuk pilihan ke Psikologi, gue akan memasuki babak baru yang akan mengalami peningkatan. Menunjukkan juga kalau ada proses kemajuan yang dibuat dan akan menemukan ketenangan dan keharmonisan. (Eight of Wand).

Pertanyaan kedua : “untuk bisa dapet masuk Psikolog, apakah gue harus menyeimbangkan antara kuliah Hukum dan pulang terus belajar untuk materi SBMPTN ATAU harus langsung fokus bimbel untuk SBMPTN dan meninggalkan Hukum?”

Dan hasilnya : kalau gue mencoba membagi kuliah dengan belajar maka gua akan masuk pada kondisi yang sangat nggak nyaman bagi gue. kondisi dimana gue mungkin akan sangat tertekan dan terjadi perseteruan kehendak prioritas. Antar kuliah atau belajar. Tapi jika gue mau berusaha, maka kendala itu cuman sementara ( Three of Sword). Dan jikalau fokus, maka gue akan mendapatkan kepuasan dan pencapaian. Namun dibalik pencapaian itu ada sedikit perasaan yang mengganggu. Mungkin seperti beban mental yang gue tanggung. Seperti rasa bersalah gue karena habisin uang lebih banyak untuk bimbel segala macem dan berhenti dari kuliah Hukum. (Queen of Pentacles)

Pertanyaan terakhir : “bagaimanakah keadaan kalau gue belajar di bimbel (ikutin saran dari sobat gue, M Riski Pratama) atau belajar sendiri?”

Hasilnya : jika gue ikut bimbel, maka akan menjadi pilihan yang mantap. Gue akan lebih bertanggung jawab dan konsekuen serta dapat diandalkan untuk memanfaatkan dengan baik bimbel ini ( Knight of Pentacles). Dan jika gue belajar sendirian, maka gue akan kehilangan sesuatu yang amat berharga. Mungkin kalau gue belajar sendiri hasilnya akan gak maksimal dan akhirnya gue akan gagal di ujian SBMPTN. ( Ace of Sword) (muncul terbalik).

Nah itulah dia, Bung.

Tapi tetep, tidak ada yang lebih berkuasa selain Allah. Gunakan hasil tarot ini untuk bahan pertimbangan matang matang. Dan jika pilihan sudah ditentukan, maka kita sudah harus siap dengan segala konsekuensinya.

Siap menang harus juga siap kalah :)

5 Responses so far

  1. Dulu pas ketemu kamu pernah bilang pada saya, ingin masuk kedokteran. Tapi lebih realistisnya, ingin masuk ke Psikologi. Menurutku, memang ada baiknya juga ngikutin passion...

    Siap menang harus juga siap kalah :)

  2. Anonymous says:

    God decision always right, some didn't yet believe or curse, but more they'll see how cruel they are as His creature. Whoever we are, wherever we are, as long as we do things good in His line, good things will apparently come. Nice writting dim!

  3. @ mbak Khalila: haloo mbaakk.. lama gak jumpa diblog :D Hehe iya mbak dulu pengen masuk FK, tapi "gak nutut".. ada passion lain ke Psikolog :)

  4. @ wordish: Gracias por su venir :D Doain yaa :))

  5. Unknown says:

    Dim ,kasusmu mirip kyak kasusku .bedanya kmu udh ngerti mau melangkah kemana :)

Leave a Reply