Thursday, November 21

Mengingat Kembali: Ponorogo

0 comments
Baru pagi ini gue bisa bangun pagi dan keluar rumah sejak Senin lalu libur karena jadwal UTS udah kelar. Mumpung adek gue belum berangkat sekolah, gue pun inisiatif yang nganter dia kesekolah. Sementara dia siap siap gue mencoba keluar rumah untuk manasin motor Vario. Dan hawa dingin itu menebus pori pori kulit.

Seketika, hawa dingin ini mirip banget sama hawa dingin kenangan gue di Ponorogo, kenangan itu terputar kembali dipikiran gue. Keinget banget sewaktu gue masih sekolah di SMA dan setiap pagi nganter adek gue ke SD Muhammadiyah. Keinget banget sewaktu gue dan temen temen YESC persiapan berangkat ke Sarangan sebagai senior dalam acara English Tour. Waktu itu ada Astana, Juwito, Laksa, Siti, Cicin dan Evan Indi. Dari inti YESC yang gak ikut waktu itu cuman Satria TW karena udah ada di IPB.

Dan juga gak kalah jelas yaitu kenangan gue bareng sama Forum for Indonesia Ponorogo (@FFIDPonorogo) dalam event Baksos Road to Sukorejo. Ditempat gue inilah yang menjadi basecamp dari mulai persiapan sampai hari H event berlangsung. Jelas banget ingatan gue dimana semua volunteer FFI ini berkumpul diruang tamu dan merapatkan segala konsep. Jelas banget ingatan gue ketika semuanya sibuk membuat “Papan Mimpi”. Jelas banget ingatan gue ketika para adek adek volunteer yang baru ikut di FFI Ponorogo untuk yang pertama kalinya dan mereka juga antusias untuk event ini dan mereka belajar sulap ke Astana. Jelas banget ingatan gue ketika semua ditarik patungan untuk membeli keperluan yang mendadak. Jelas banget ingatan gue banyaknya motor yang parkir sudut halaman rumah. Jelas banget ingatan gue ketika kita memindahkan barang barang seperti soundsystem, Papan Mimpi, dan segala keperluan lain kedalam mobil si Laksa. Jelas banget ingatan gue sewaktu ada Mas Najih dari Forum for Indonesia Pusat yang bersedia hadir dan mengikuti perjalanan kita untuk Baksos. Beliau orang Ponorogo asli yang juga kebetulan pulang ke Ponorogo dan luang untuk ikut acara baksos ini dan menjadi Executive Board di Forum for Indonesia Pusat dibidang External Affairs. Jelas banget ingatan gue ketika kami menundukan kepala berdoa bersama, melakukan tos dan jargon FFI Ponorogo (FFI~, FOR ME, FOR YOU, FOR INDONESIA !), dan foto bersama sebelum berangkat menunaikan ibadah. Dan disini juga tempat kami beristirahat sepulang dari Sukorejo yang ditambah epic lagi karena waktu itu ujan. Dan gue bantu ortu buat jualin Tahu Ikan dan kawan kawannya yang asli dari Pacitan. Buka stan gitu ceritanya. Hehehe. Memorable banget pokoknya.

Diperjalanan mengantar adek gue kesekolah pun hawa dinginnya masih kerasa banget, buat gue, soalnya gue gak kuat dingin dan lebih betah panas dan hot. Itulah mengapa gue suka cewek seksi yang hot #hlah

Gue pun memutuskan untuk nggak langsung pulang dulu. Gue pun memilih untuk mengelilingi Ponorogo dan mengingat ingat setiap kejadian yang pernah gue lakukan ditempat itu. Asik, seneng, galau campur jadi satu. Gue pun melewati setiap sekolah gue dari SD sampai SMA. Tempat dulu dimana gue kasih kado 3th Anniversary gue sama Risti, tempat yang jadi rute perjalanan setiap kegiatan FFI sejak gue awal masuk sampai akhirnya jadi seperti sekarang. Tempat nonton Kirab Pusaka bareng sobat sobat gue SMA. Rute yang gue laluin ketika ikut jadi pasukan Kirab Pramuka dan jadi panitia untuk bombing adek adek kelas gue. Lewat GO (Ganesha Operation) tempat gue les untuk persiapan UN dan SBMPTN. Galau abis tapi asik. Kalo kalian pengen galau yaa begitu tadi salah satu tips dari gue.

Dan memang beginilah gue. Melankolis- Sensitif. Karena kalo nggak gitu, gak bakal deh bakal muncul tulisan ini.

Gue yakin, banyak dari kalian yang akan menganggap tulisan ini sampah. Ya memang begitu, sampah hanya bisa terlihat bermanfaat tergantung siapakah yang melihat sampah itu. Dan gue tidak memaksa agar setiap orang memiliki sikap itu. Sikap itu dibentuk dalam waktu yang tidak sebentar dan menjadi “identitas”, nggak bisa dibohongi dan nggak bisa dipaksa. Sikap ini tumbuh seperti halnya tumbuhan yang biasa kita lihat. Dari sebuah biji niat yang nanti akan tumbuh menjadi tunas semangat–keyakinan dan akan menjadi tanaman yang berupa sikap itu tadi.

Untuk yang pengen nulis tapi gak mau memulai, gue kasih tau sesuatu.

Bukan masalah ketika kamu itu menulis dan tidak ada yang membacanya. Bukan masalah ketika kamu menulis dan orang orang mencela tulisan kamu. Menulis adalah proses dan akan terus menjadi proses. Dimana setiap kita berusaha lebih baik dalam proses, maka proses itu akan terus bergerak kearah yang lebih baik juga.

Yang paling penting dalam menulis menurut gue adalah,

Apa yang pengen banget kamu tulis, sudah kamu tulis. Menulislah karena ingin menulis dan segera tulislah jika memang ingin kamu tulis. Bagaimana bisa kalian disebut menulis kalo tidak ada tulisannya? Aneh kan?

Dan nggak masalah bagi gue jika banyak orang yang gak suka menulis, itu wajar sama seperti halnya selera yang berbeda beda.

Hanya saja, bagi sebagian orang, menulis adalah terapi dengan dirinya sendiri. Terapi dengan dirinya sendiri yang menjadikannya lebih tenang, damai, dan nyaman menjadi dirinya sendiri.

Dan jika anda menemukan kesampahan dalam tulisan saya ini dan ingin hati dari anda untuk menghina saya, mohon jangan dilakukan. Namun, jika keinginan anda agar memperbaiki agar tulisan saya ini lebih baik untuk kedepannya, saya akan senang sekali mendapat respon dari anda.

*ini kenapa ganti pakek “saya” ya? Kebawa serius jadinya -,-“

OK deh. Yang pengen gue tulis sudah tertuliskan. Kini saatnya pamit.

Salam tulis menulis sob :)

Leave a Reply