Barusan
saja. sekitar 30 detik yang lalu gue barusan saja buka facebook dan twitter
yang dipenuhi dengan status kemalasan sobat sobat gue yang sekarang udah di
Perguruan Tinggi. Kita ulas yuk, sesungguhnya hal kayak gitu bener gak sih? if you ask me, that’s totally disgusted.
Ulasan
ini dimulai dengan kejadian yang terjadi dan gue temukan barusan. Dimana gue
muak dengan segala keluh kesah dan segala pelanggaran yang dilakukan atas dasar
malas dan merugikan diri sendiri dan orang tua. Ini yang paling penting, kita
mengecewakan orang tua kita.
Kita
mulai dengan perjalanan kebelakang.
Dimulai
dari saat kita harus menentukan antara melanjutkan kuliah atau tidak. Lalu muncul
pertanyaan jika akan kuliah akan masuk kemana dan jurusan apa. Dan jika tidak
kuliah, karir apakah yang akan kita ambil setelah lulus SMA. Dan mayoritas dari
kita memilih untuk masuk kuliah dan akan berhadapan dengan pertanyaan pertama “
mau kuliah dimanakah aku nanti?”
Dalam
menentukan kuliah kita bisa dapatkan pertimbangan dari banyak sumber. Sumber yang
dominan adalah dari diri sendiri dan orang tua. Dan dibawah itu, ada salah dua
sumber yang sering sekali membuat diantara dari kita menyesal yaitu dikarenakan
faktor gengsi dan ikutan ikutan jaman/ teman.
Nah yang
paling menarik perhatian adalah proses
bagaimana kita menentukan pilihan perguruan tinggi kita. Disanalah yang
membuat kita galau, disanalah kita berusaha menyusun strategi, disanalah kita
berusaha mengkompromikan segala faktor, dan yang paling berat mengalahkan ego kita.
Banyak
sekali tipe tipe manusia dalam menentukan pilihan untuk masuk dalam perguruan
tinggi.
Tipe
pertama, dimana mereka menentukan pilihan berdasarkan keinginan diri sendiri. Atas dasar “saya pengen banget masuk PT A”
saja itu sudah cukup. Dan ini sendiri juga terjadi pada gue. dimana saat itu
gue masih sangat tertutup dengan opsi lain selain Kedokteran dan Kedokteran
yang bukan Swasta. Tipe ini berusaha dengan keras memenuhi apa yang menjadi
keinginan, impian, dan cita cita mereka. Dan tipe inilah yang sangat banyak dan
mendominasi. Kenapa? Karena ini adalah hakikat manusia, dimana selalu memiliki
keinginan.
Tipe
ini pun dibagi lagi menjadi 2.
Yang
pertama adalah sub-tipe yang mengejar
keinginan mereka dengan meningkatkan usaha kerja mereka berlipat lipat.
Dan yang
kedua adalah sub-tipe yang pasrah
dengan keinginan mereka dan hanya berusaha sebisa mereka tanpa melakukan yang
terbaik dan ditutup dengan kepasrahan.
Kasarnya, mereka hanya sebatas INGIN dan BERMALAS MALASAN. Tipe ini yang
menjangkiti gue. Setelah gue punya segala plan
yang seakan akan tak mungkin gagal, tapi gue hanya melakukan “sebisa gue” bukan
yang “terbaik yang bisa gue lakukan”. Dan yang terjadi dengan gue sekarang,
mimpi untuk menjadi dokter harus gue hapus. Dan itu gapapa menurut gue.
Tipe
kedua adalah dimana mereka yang mengikuti
kehendak orang tua. Tipe ini adalah tipe
yang gue tolak dulu. Ketika pengen banget masuk kedokteran, gue mengabaikan
masukan dari orang tua gue. Namun pada akhirnya, gue masuk di Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia yang ada di Jogja adalah saran dari orang tua yang
gue pengen dan gue nyaman disitu.
Tipe
ini dibagi lagi menjadi 2 sub-tipe yang mirip dengan tipe pertama.
Sub-tipe pertama adalah orang yang memiliki
keinginan dalam pemilihan jurusan namun keinginan mengikuti kehendak orang tua
itu lebih besar dari kehendaknya sendiri (ego-nya). Alhasil, dia
mengesampingkan keinginannya sendiri dan memilih mengikuti saran dari orang
tuanya. Orang ini memiliki tingkat
kepatuhan orang tua yang sangat tinggi.
Sub-tipe kedua ini yang sedikit menyakitkan. Jika
sub-tipe pertama mengikuti kehendak orang tua karena keinginannya sendiri atau
bisa dikatakan “memang dari awal dia ingin mengikuti kehendak orang tuanya saja”
berbeda dengan sub-tipe kedua ini karena mengikuti keinginan orang tua karena paksaan. Doktrin dari orang tua yang
biasa dibarengi dengan ancaman yangbersifat psikologis yang menimbulkan rasa bersalah
dan bisa saja jika membangkang dari kehendak orang tua tadi, maka jalan yang
kita pilih sendiri akan menjadi penuh ganjalan karena tidak barokah. Orang yang
terjerat sub-tipe ini terjerat dalam Efek Rantai yang menyakitkan dimana semua
jalan yang ia pilih seperti tidak berpihak padanya. Dan ini memang ada dan
masih menjadi realita disekitar kita.
Tipe
ketiga ini memang terdengar aneh dan seperti tidak mungkin, tapi terjadi. Dimana
mereka menentukan jurusan dikarenakan GENGSI saja dan IKUT IKUTAN TEMAN padahal
jurusan yang diambil saat itu tidak sesuai dengan kemampuannya, tidak sesuai
dengan bakatnya. Bisa dibilang orang ini menyia-nyiakan potensinya yang masih
bisa digali dan dikembangkan. Salah satu penyebab dari hal ini adalah tidak ada
bayangan ingin melanjutkan kemana pendidikan setelah lulus nanti. Dia tidak
tahu apa yang dia inginkan.
Tipe
keempat. Tipe ini memiliki sifat oportunitis dan visioner. Dimana tipe ini
mempertimbangakan langsung tentang kaitannya dengan dunia kerja. Mereka mengkesampingkan
keinginan mereka yang paling dalam dan menjadikan pilihan ini sebagai keinginan
mereka yang baru. Mereka tidak terpaku pada pendapat orang lain, tidak terpaku
pada gengsi antara PTN atau PTS, mereka tidak terpaku pada kesulitan akan
bidang yang meraka hadapi kelak. Apa yang menjadi fokus mereka adalah “sekolah
agar bisa segera dapat pekerjaan yang cukup mapan”. Dan mereka ini justru lebih
mudah membuat orang tua mereka memahami pilihan yang mereka pilih. Mereka juga
tidak ingin merepotkan orang tua dengan lama lama kuliah, mereka dengan tipe
ini adalah mereka yang ingin sekali segera bekerja dan mengembangkan potensi
mereka untuk mencari uang. Karena tidak dapat dipungkiri, UANG ITU PENTING
walaupun BUKAN SEGALANYA.
Secara
garis besar mungkin itulah tipe tipe dalam memilih jurusan yang pernah gue
temui.
Nah.
Sekarang masuk kekasus yang mengganggu gue banget.
Bagaimana
bisa kita yang sudah menentukan pilihan jurusan kita dengan jalan yang kita
pilih sendiri (tipe pertama) dan Tuhan menyayangi kita dengan diterimanya kita
pada jurusan yang kita pilih sendiri juga, dan bagaimana bisa kita kembali
mengingkari segala pemberian Tuhan akan segala permohonan yang keluar sendiri
dari mulut kita dengan cara bermalas malasan?
Padahal
kalau kita mau kembali dan mengingat ingat betapa kita sangat mengagung
agungkan jurusan/ pilihan yang ingin kita tuju, betapa serius dan khusuk kita
berdoa agar dikabulkannya permintaan kita yang sederhana bagi Tuhan, bahkan
apakah kita lupa jikalau kita pernah berjanji akan berubah dari SMA yang malas
menjadi lebih giat lagi menuntut ilmu dan menebarkan andai andai agar kita
bertemu dalam “gerbang kesuksesan” bersama?
Do we still remember that? Do you
remember that you ever said that sh*t things?
AND
NOW JUST LOOK AT YOU !
Kita
kembali tidak mensyukuri yang Tuhan beri. Kita kembali lupa, kita ingkar dan
mengecilkan peran Tuhan setelah semua yang kita inginkan dipenuhi oleh-Nya.
Dan apakah
kita harus menunggu hingga datang saat dimana Dia muak melihat hambanya yang
kufur akan nikmat-Nya dan mulai mencabut nikmat itu?
Dan yang
kita bisa lakukan hanya menyesal? Kita kembali membuang impian untuk “bertemu
digerbang kesuksesan”?
Dan
tidakkah kita ingat bahwa ketika Tuhan mulai mencabut nikmat-Nya maka tidak ada
segala sesuatu apapun yang bisa menghalangi-Nya. Dan kita baru tersadar lalu
berdoa meminta segalanya dikembalikan kepada kita padahal yang kita miliki
waktu itu adalah “titipan”? dan ketika benar nikmat itu dikembalikan kita akan
kembali kufur?
Kita
terus saja mencerca Tuhan dengan segala hal yang kita terima sebagai TIDAK
ADIL. PADAHAL,
SUDAHKAH
KITA BERLAKU ADIL PADA APA YANG TUHAN BERI PADA KITA? SUDAHKAH KITA ADIL DALAM
MENSYUKURI YANG TUHAN BERI PADA KITA?
Memang,
Tuhan senang ketika melihat hamba hamba-Nya berdoa memohon kepada-Nya, namun
Tuhan itu lebih tidak suka pada orang yang kufur akan nikmat-Nya.
Dan
ketika kita berdalih bahwa semangat itu mulai turun, gairah mulai hilang.
Ingatlah yang memilih jalan itu adalah diri kita sendiri dan ingatlah betapa
kita keras kepala sekali ketika kita dinasehati tentang pertimbangan dalam
memilih.
Dan
sekarang, kita hanya bermalas malasan? Sadar gak, betapa tidak sopannya
tindakan ini? Betapa kita ini penghianat. Penghianat Tuhan.
Dan ketika
kita berdalih dan beralasan jika doa kita dikabulkan agar masuk diperguruan
yang kita idamkan maka kita berjanji akan berubah dan tidak akan mengkufuri
nikmat yang Tuhan berikan. Tapi kita diberikan nikmat yang nilainya KW 2
menurut kita, padahal sempurna menurut Tuhan lalu mulai menyalahkan Tuhan
akibat tindakan buruk yang kita lakukan sebagai kambing hitam dari tidak
dikabulkannya doa kita?
Tapi, tahukah kamu,
JIKALAU
TUHAN ITU MENGERTI HAMBA-Nya LEBIH DARI HAMBANYA MENGERTI DIRINYA SENDIRI.
Bisa
gak kalian melihat hal itu sebagai TEST yang diberikan oleh TUHAN untuk MENGUJI
SEBERAPA KAH KITA MAMPU MENSYUKURI NIKMAY YANG TUHAN BERIKAN?
ITU
HANYA TESTER BUNG!! DAN JIKA KITA LULUS DISANA, MAKA SEGALA YANG KEDEPANNYA
YANG KITA INGINKAN MENJADI MUNGKIN !!
Kita
hanya perlu bersabar, ber- positive thinking
pada Tuhan, berjalan saja melalui ini semua.
Tuhan
itu sungguh tahu dan mengerti sekali apa yang kita inginkan, hanya saja Tuhan
itu perlu bukti dari yang kita ucapkan dan kita sebagai “pemohon” harus bisa
menepati janji itu.
Jika
kita mampu mensyukuri hal yang sebenarnya tidak kita inginkan, sesungguhnya
kita sudah menjadi lebih pantas akan hal yang kita inginkan, diwaktu yang sama.
Itu yang
ingin Tuhan lihat dari kita.
Mau contoh?
Bayangkan
aja kita ini adalah seorang pengusaha besar. Lalu ada seseorang yang melamar
pekerjaan dengan datang berpakaian lusuh dan mengaku memiliki intelegensia
tinggi memohon mendapat jabatan yang baik dan bersedia mendapat tanggung jawab
lebih besar dan gaji yang lebih besar pula. Padahal kita tidak tahu siapa dia.
Apa mungkin kita akan langsung memberikan tanggung jawab yang dia minta? Apa mungkin
kita akan langsung percaya? Pastinya tidak. Dan kita akan memulai dengan
memberinya tugas yang yang sesuai dengan dirinya, bahkan kita akan memintanya
bertugas sebagai office boy atau
apapun yang sesuai dengannya dan menunggu pembuktian darinya. Dan pasti begitu.
Nah
itu tadi hal yang mengganjal banget buat gue. Sekalian menjadi refleksi bagi kita
yang sudah masuk kuliah atau bahkan bisa juga menjadi pertimbangan untuk adek
adek yang ingin masuk kuliah dan menghadapi problema yang sama.
Bahasan
kali ini berat yah?? Hehehe mumpung lagi pengen serius gue.
Semoga
cerita dan argument tadi bisa menjadi refleksi dan pengingat ya bagi kita. Aminn
Sampai
jumpa, salam tulis~
