Saturday, November 16

AND NOW JUST LOOK AT YOU ! (REFLEKSI)

0 comments
Barusan saja. sekitar 30 detik yang lalu gue barusan saja buka facebook dan twitter yang dipenuhi dengan status kemalasan sobat sobat gue yang sekarang udah di Perguruan Tinggi. Kita ulas yuk, sesungguhnya hal kayak gitu bener gak sih? if you ask me, that’s totally disgusted.

Ulasan ini dimulai dengan kejadian yang terjadi dan gue temukan barusan. Dimana gue muak dengan segala keluh kesah dan segala pelanggaran yang dilakukan atas dasar malas dan merugikan diri sendiri dan orang tua. Ini yang paling penting, kita mengecewakan orang tua kita.

Kita mulai dengan perjalanan kebelakang.

Dimulai dari saat kita harus menentukan antara melanjutkan kuliah atau tidak. Lalu muncul pertanyaan jika akan kuliah akan masuk kemana dan jurusan apa. Dan jika tidak kuliah, karir apakah yang akan kita ambil setelah lulus SMA. Dan mayoritas dari kita memilih untuk masuk kuliah dan akan berhadapan dengan pertanyaan pertama “ mau kuliah dimanakah aku nanti?”

Dalam menentukan kuliah kita bisa dapatkan pertimbangan dari banyak sumber. Sumber yang dominan adalah dari diri sendiri dan orang tua. Dan dibawah itu, ada salah dua sumber yang sering sekali membuat diantara dari kita menyesal yaitu dikarenakan faktor gengsi dan ikutan ikutan jaman/ teman.

Nah yang paling menarik perhatian adalah proses bagaimana kita menentukan pilihan perguruan tinggi kita. Disanalah yang membuat kita galau, disanalah kita berusaha menyusun strategi, disanalah kita berusaha mengkompromikan segala faktor, dan yang paling berat mengalahkan ego kita.

Banyak sekali tipe tipe manusia dalam menentukan pilihan untuk masuk dalam perguruan tinggi.

Tipe pertama, dimana mereka menentukan pilihan berdasarkan keinginan diri sendiri. Atas dasar “saya pengen banget masuk PT A” saja itu sudah cukup. Dan ini sendiri juga terjadi pada gue. dimana saat itu gue masih sangat tertutup dengan opsi lain selain Kedokteran dan Kedokteran yang bukan Swasta. Tipe ini berusaha dengan keras memenuhi apa yang menjadi keinginan, impian, dan cita cita mereka. Dan tipe inilah yang sangat banyak dan mendominasi. Kenapa? Karena ini adalah hakikat manusia, dimana selalu memiliki keinginan.

Tipe ini pun dibagi lagi menjadi 2.

Yang pertama adalah sub-tipe yang mengejar keinginan mereka dengan meningkatkan usaha kerja mereka berlipat lipat.

Dan yang kedua adalah sub-tipe yang pasrah dengan keinginan mereka dan hanya berusaha sebisa mereka tanpa melakukan yang terbaik dan ditutup dengan kepasrahan. Kasarnya, mereka hanya sebatas INGIN dan BERMALAS MALASAN. Tipe ini yang menjangkiti gue. Setelah gue punya segala plan yang seakan akan tak mungkin gagal, tapi gue hanya melakukan “sebisa gue” bukan yang “terbaik yang bisa gue lakukan”. Dan yang terjadi dengan gue sekarang, mimpi untuk menjadi dokter harus gue hapus. Dan itu gapapa menurut gue.

Tipe kedua adalah dimana mereka yang mengikuti kehendak orang tua. Tipe ini adalah  tipe yang gue tolak dulu. Ketika pengen banget masuk kedokteran, gue mengabaikan masukan dari orang tua gue. Namun pada akhirnya, gue masuk di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang ada di Jogja adalah saran dari orang tua yang gue pengen dan gue nyaman disitu.

Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 sub-tipe yang mirip dengan tipe pertama.

 Sub-tipe pertama adalah orang yang memiliki keinginan dalam pemilihan jurusan namun keinginan mengikuti kehendak orang tua itu lebih besar dari kehendaknya sendiri (ego-nya). Alhasil, dia mengesampingkan keinginannya sendiri dan memilih mengikuti saran dari orang tuanya. Orang ini memiliki tingkat  kepatuhan orang tua yang sangat tinggi.

 Sub-tipe kedua ini yang sedikit menyakitkan. Jika sub-tipe pertama mengikuti kehendak orang tua karena keinginannya sendiri atau bisa dikatakan “memang dari awal dia ingin mengikuti kehendak orang tuanya saja” berbeda dengan sub-tipe kedua ini karena mengikuti keinginan orang tua karena paksaan. Doktrin dari orang tua yang biasa dibarengi dengan ancaman yangbersifat psikologis yang menimbulkan rasa bersalah dan bisa saja jika membangkang dari kehendak orang tua tadi, maka jalan yang kita pilih sendiri akan menjadi penuh ganjalan karena tidak barokah. Orang yang terjerat sub-tipe ini terjerat dalam Efek Rantai yang menyakitkan dimana semua jalan yang ia pilih seperti tidak berpihak padanya. Dan ini memang ada dan masih menjadi realita disekitar kita.

Tipe ketiga ini memang terdengar aneh dan seperti tidak mungkin, tapi terjadi. Dimana mereka menentukan jurusan dikarenakan GENGSI saja dan IKUT IKUTAN TEMAN padahal jurusan yang diambil saat itu tidak sesuai dengan kemampuannya, tidak sesuai dengan bakatnya. Bisa dibilang orang ini menyia-nyiakan potensinya yang masih bisa digali dan dikembangkan. Salah satu penyebab dari hal ini adalah tidak ada bayangan ingin melanjutkan kemana pendidikan setelah lulus nanti. Dia tidak tahu apa yang dia inginkan.

Tipe keempat. Tipe ini memiliki sifat oportunitis dan visioner. Dimana tipe ini mempertimbangakan langsung tentang kaitannya dengan dunia kerja. Mereka mengkesampingkan keinginan mereka yang paling dalam dan menjadikan pilihan ini sebagai keinginan mereka yang baru. Mereka tidak terpaku pada pendapat orang lain, tidak terpaku pada gengsi antara PTN atau PTS, mereka tidak terpaku pada kesulitan akan bidang yang meraka hadapi kelak. Apa yang menjadi fokus mereka adalah “sekolah agar bisa segera dapat pekerjaan yang cukup mapan”. Dan mereka ini justru lebih mudah membuat orang tua mereka memahami pilihan yang mereka pilih. Mereka juga tidak ingin merepotkan orang tua dengan lama lama kuliah, mereka dengan tipe ini adalah mereka yang ingin sekali segera bekerja dan mengembangkan potensi mereka untuk mencari uang. Karena tidak dapat dipungkiri, UANG ITU PENTING walaupun BUKAN SEGALANYA.

Secara garis besar mungkin itulah tipe tipe dalam memilih jurusan yang pernah gue temui.

Nah. Sekarang masuk kekasus yang mengganggu gue banget.

Bagaimana bisa kita yang sudah menentukan pilihan jurusan kita dengan jalan yang kita pilih sendiri (tipe pertama) dan Tuhan menyayangi kita dengan diterimanya kita pada jurusan yang kita pilih sendiri juga, dan bagaimana bisa kita kembali mengingkari segala pemberian Tuhan akan segala permohonan yang keluar sendiri dari mulut kita dengan cara bermalas malasan?

Padahal kalau kita mau kembali dan mengingat ingat betapa kita sangat mengagung agungkan jurusan/ pilihan yang ingin kita tuju, betapa serius dan khusuk kita berdoa agar dikabulkannya permintaan kita yang sederhana bagi Tuhan, bahkan apakah kita lupa jikalau kita pernah berjanji akan berubah dari SMA yang malas menjadi lebih giat lagi menuntut ilmu dan menebarkan andai andai agar kita bertemu dalam “gerbang kesuksesan” bersama?

Do we still remember that? Do you remember that you ever said that sh*t things?

AND NOW JUST LOOK AT YOU !

Kita kembali tidak mensyukuri yang Tuhan beri. Kita kembali lupa, kita ingkar dan mengecilkan peran Tuhan setelah semua yang kita inginkan dipenuhi oleh-Nya.

Dan apakah kita harus menunggu hingga datang saat dimana Dia muak melihat hambanya yang kufur akan nikmat-Nya dan mulai mencabut nikmat itu?

Dan yang kita bisa lakukan hanya menyesal? Kita kembali membuang impian untuk “bertemu digerbang kesuksesan”?

Dan tidakkah kita ingat bahwa ketika Tuhan mulai mencabut nikmat-Nya maka tidak ada segala sesuatu apapun yang bisa menghalangi-Nya. Dan kita baru tersadar lalu berdoa meminta segalanya dikembalikan kepada kita padahal yang kita miliki waktu itu adalah “titipan”? dan ketika benar nikmat itu dikembalikan kita akan kembali kufur?

Kita terus saja mencerca Tuhan dengan segala hal yang kita terima sebagai TIDAK ADIL. PADAHAL,

SUDAHKAH KITA BERLAKU ADIL PADA APA YANG TUHAN BERI PADA KITA? SUDAHKAH KITA ADIL DALAM MENSYUKURI YANG TUHAN BERI PADA KITA?

Memang, Tuhan senang ketika melihat hamba hamba-Nya berdoa memohon kepada-Nya, namun Tuhan itu lebih tidak suka pada orang yang kufur akan nikmat-Nya.

Dan ketika kita berdalih bahwa semangat itu mulai turun, gairah mulai hilang. Ingatlah yang memilih jalan itu adalah diri kita sendiri dan ingatlah betapa kita keras kepala sekali ketika kita dinasehati tentang pertimbangan dalam memilih.

Dan sekarang, kita hanya bermalas malasan? Sadar gak, betapa tidak sopannya tindakan ini? Betapa kita ini penghianat. Penghianat Tuhan.

Dan ketika kita berdalih dan beralasan jika doa kita dikabulkan agar masuk diperguruan yang kita idamkan maka kita berjanji akan berubah dan tidak akan mengkufuri nikmat yang Tuhan berikan. Tapi kita diberikan nikmat yang nilainya KW 2 menurut kita, padahal sempurna menurut Tuhan lalu mulai menyalahkan Tuhan akibat tindakan buruk yang kita lakukan sebagai kambing hitam dari tidak dikabulkannya doa kita?

 Tapi, tahukah kamu,

JIKALAU TUHAN ITU MENGERTI HAMBA-Nya LEBIH DARI HAMBANYA MENGERTI DIRINYA SENDIRI.

Bisa gak kalian melihat hal itu sebagai TEST yang diberikan oleh TUHAN untuk MENGUJI SEBERAPA KAH KITA MAMPU MENSYUKURI NIKMAY YANG TUHAN BERIKAN?

ITU HANYA TESTER BUNG!! DAN JIKA KITA LULUS DISANA, MAKA SEGALA YANG KEDEPANNYA YANG KITA INGINKAN MENJADI MUNGKIN !!

Kita hanya perlu bersabar, ber- positive thinking pada Tuhan, berjalan saja melalui ini semua.

Tuhan itu sungguh tahu dan mengerti sekali apa yang kita inginkan, hanya saja Tuhan itu perlu bukti dari yang kita ucapkan dan kita sebagai “pemohon” harus bisa menepati janji itu.

Jika kita mampu mensyukuri hal yang sebenarnya tidak kita inginkan, sesungguhnya kita sudah menjadi lebih pantas akan hal yang kita inginkan, diwaktu yang sama.

Itu yang ingin Tuhan lihat dari kita.

Mau contoh?

Bayangkan aja kita ini adalah seorang pengusaha besar. Lalu ada seseorang yang melamar pekerjaan dengan datang berpakaian lusuh dan mengaku memiliki intelegensia tinggi memohon mendapat jabatan yang baik dan bersedia mendapat tanggung jawab lebih besar dan gaji yang lebih besar pula. Padahal kita tidak tahu siapa dia. Apa mungkin kita akan langsung memberikan tanggung jawab yang dia minta? Apa mungkin kita akan langsung percaya? Pastinya tidak. Dan kita akan memulai dengan memberinya tugas yang yang sesuai dengan dirinya, bahkan kita akan memintanya bertugas sebagai office boy atau apapun yang sesuai dengannya dan menunggu pembuktian darinya. Dan pasti begitu.

Nah itu tadi hal yang mengganjal banget buat gue. Sekalian menjadi refleksi bagi kita yang sudah masuk kuliah atau bahkan bisa juga menjadi pertimbangan untuk adek adek yang ingin masuk kuliah dan menghadapi problema yang sama.

Bahasan kali ini berat yah?? Hehehe mumpung lagi pengen serius gue.

Semoga cerita dan argument tadi bisa menjadi refleksi dan pengingat ya bagi kita. Aminn
Sampai jumpa, salam tulis~

Leave a Reply