Dimas Mahardika, sang penulis blog ini akhirnya menjadi siswa kelas XII juga. Sudah saatnya dimana para siswa kelas 3 SMA ini berfokus kepada pelajaran untuk menghadapi UN dan juga mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke PTN, alias kuliah. Kalo Jawanya, wayahe tobat. Padahal tobat itu bukanlah hanya dilakukan ketika menjelang kelas 3 atau yang lebih detail menjelang UN dan SNMPTN. Kalo pengertian tobat jadi seperti itu, sangat bisa kita dibilang manusia yang munafik. Yang hanya “mendekat” pada-Nya ketika “butuh”saja dan segera lupa ketika keinginan itu tercapai. Astagfirullah. Semoga tidak begitu ya sahabat tulis.
Mengingat kelas 3 yang akan menghadapi UN dan kita tahu bahwa materi tentang UN itu melingkupi materi dari kelas X hingga kelas XII sudah bisa ditebak, sekarang adalah waktu gencar gencarnya siswa untuk mencari buku buku yang kometen, yang sesuai dan berbobot. Bukan hanya buku, siswapun berlomba lomba mencari dan mengikuti bimbel (bimbingan belajar) yang sekiranya menjanjikan dan dapat membantu menjadi lebih mengerti materi disekolah. Namun, ada pernyataan dari guru yang mengejar penulis bahwa, tidak perlu kita tergiur dengan biimbel bimbel yang menawarkan program menjanjikan. Yang perlu menjadi perhatian penting adalah harusnya kita sangat fokus dan konsentrasi penuh ketika guru mengejar dan sesegera mungkin bertanya jika ada yang tidak dimengerti. Tapi bagi beberapa orang itu belum dianggap cukup, dan ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama ialah dimana siswa itu memang belum cukup mengerti dengan penjelasan yang ada disekolah karena jam pelajaran yang tidak cukup. Atau memang sudah mengerti, tetapi hasrat untuk menjadi sangat handal dalam bidang tersebut memang tinggi. Nah itu penulis kembalikan kepada pembaca.
Sedangkan penulis pun tidak jauh berbeda. Saat ini Dimas, nama dia biasa dipanggil juga tengah gencar mencari bimbingan belajar. Dia mengambil bimbingan belajar ke guru dan bukan lembaga bimbingan belajar. Karena pengalaman, pernah dahulu waktu SMP penulis mengikuti bimbel belum bisa dibilang murah namun kurang sepadan dengan hasil yang didapat. Dikarenakan suasana kelas yang cukup ramai dan bukan berangkat dari hati. Jadi lumayan nggak sreg gitu dah. Namun alasan tersendiri dari penulis mengapa juga ikut les ke bimbel bukan hanya dari kemingkinan diatas tadi. Kemungkinan pertama memang benar sih, karena penulis adalah orang yang bisa dibilang daya lemot-nya cukup tinggi. Selain itu, tujuan dari dirinya memilih bimbel adalah “membeli” waktunya sendiri untuk belajar. Iya membeli. Karena rasa malas sang penulis juga tinggi, dan jika malam tiba waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar ia gunakan untuk tidur. Nah dengan les-lah, mungkin salah satu cara yang efektif untuk memaksa diri kita secara halus untuk belajar. Belajar yang rajin biar pintar. Karena pintar nilai disekolah jadi baik. Karena nilai disekolah baik maka naik ranking. Karena naik ranking dan memiliki nilai yang baik, pertimbangan untuk masuk SNMPTN Undangan juga besar. Dan semoga diterima di SNMPTN yang diidam idamkan. Amin. Karena orang malas pun juga rajin, rajin bermalas malasan -,-“.
**********
Tidak lupa, BUKU. Barusan tadi pagi sudah heboh, sahabat. Beberapa murid sudah meminjam buku di perpustakaan sekolah. Dan ..... LUDES. Habis. Tidak ada buku untuk anak anak IPA yang dapat dipinjam lagi dari perpus yang sesuai dengan kompetesi yang ditentukan bapak ibu guru tiap tiap pelajaran. wadaw! Bagaimana nasib kita inii?? Haruskah membeli? Padahal bukunya pun tidak murah. Banyak pula.
Sebenarnya buku diperpus itu banyak yang sesuai dengan kompetensi atau syarat yang dimintaoleh guru. Tapi dengar dengar, dikarenakan mengenakan azas “ siapa cepat, dia dapat “ ada siswa yang memborong hingga 17 buku, sahabat! Waw... angka yang sangat fantastis -,-“. Sehingga tidak sedikit siswa yang sebenarnya pengen pinjam dan ingin memanfaatkan buku itu, harus menghela nafas karena harus berjuang mencari pinjaman lagi. Atau bahkan kemungkinan terburuk, BELI. Ilmu tu memang mahal sahabat. Dan kejadian seperti inilah yang penulis takutkan. Dimana kelas 3 yang seharusnya dipenuhi kemudahan fasilitas seperti halnya buku yang kompeten, namun mengingat kuantitasnya yang terbatas, menjadikan seolah olah sekolah berubah menjadi Hukum Cheetah, dimana “yang tercepat, yang menang. Yang tercepat, yang berkuasa”. Secara langsung, terjadi persaingan yang tidak sehat. Menjadikan ada pihak yang merasa dikecewakan, karena gara gara nggak kebagian buku itu. Alangkah adil, bila buku itu bisa dibagikan rata tiap tiap kelas. Dan semisalkan ada buku yang tidak ada yang ingin memakainya, barulah bisa diberikan kepada yang membutuhkan. Yang sangat bernafsu memiliki buku sebanyak banyaknya tadi.
Dengan begini, tidak ada yang dikecewakan karena semua pihak telah tahu. Menjadikan kelas 3 yang waktunya tobat ini benar benar menjadi tobatan nasuha. Bukan hanya tobat mulut belaka. Menghindari adanya sifat egoisme akan Hak kepemilikan sesuatu yang bisa dimiliki oleh semua orang. Pengen pinter sih silakan, tapi tidak adakah hasrat untuk berbagi dan mengajak orang lain untuk pintar juga? Mengajak dan berbagi dalam kebaikan itu PASTI ada timbal baliknya. Entah dalam wujud yang kita inginkan,ataupun dalam hal yang paling kita butuhkan. So, jangan sampek deh jadi orang yang egois and cuman pentingin diri sendiri. Karena, orang yang mementingkan diri sendiri, tidak akan dipentingkan oleh orang lain. ( Mario teguh)
Semoga semuanya bisa menempuh kelas 3 SMA dengan lancar, rata rata nilai meningkat, UN dibisa dilalui dengan sukses dengan nilai terbaik, dan mampu masuk ke Perguruan Tinggi yang diidamkan. Amiin J
