Siapa sangka, malam menjelang
akhir tahun akan segetir ini.
Dan dalam kegetiran itu
Tersimpan,
kemerduan.
***
Lelah,
Badan ini seakan berontak tak
mampu lagi memenuhi tuntutan
Berkesenian dua kali dalam
1440 menit
Lelah memang
Tetapi, apakah ada lelah yang
tak meluntur merasakan malam 20 Desember ini?
Malam yang mungkin hanya
datang sebulan sekali,
itu pun jika Dia mengijinkan.
Pukul 11 malam, ku susuri
Jalan Maguwoharjo, meninggalkanmu dibelakang dalam kerumunan
Berusaha mengejar rombongan,
namun tak sampai
Hingga akhirnya kalian
mendahuluiku.
Duh, Mar.
Bilang pada sopirmu itu untuk
lebih pelan,
nyawamu tiada sebanding dengan
segala keterburuan untuk segera ke peraduan.
Aku tiada bisa selain dibelakangmu
Menjaga
Mar,
Malam begitu dingin sewaktu
kita menyusuri Jalan Ring Road.
Untunglah ada supirmu yang
masih menghadang angin dingin nan menyesak
Aku?
Tentu sendirian,
gemetar mengikhlaskan dingin
membuat gigiku bergemeretak
Malam begitu merdu melukiskan
kesendirian
Gurat awan samar jelas
terpantul cahaya bulan yang setengah penuh.
Dan kau, Mar,
Aku saksikan tenang dalam
boncengannya.
Aku sebenarnya sudah terbiasa, menikmati malam
dalam sendiri
Aku bahkan yakin
Tidak ada yang lebih mendamaikan
ketika sendiri
Tapi tadi, Mar
Embuh piye, bisa
bisanya kamu mengganggu
Mengganggu lamunanku
Lamunan akan kesendirian
dengan geraian rambutmu yang
terbang diterpa angin
dengan berkas ringkih kecil badanmu
terbalut jaket ungu
Apalah aku ini, lelaki yang
tak kuasa mengendalikan hati
Yang biasa garang melawan
padatnya Jalan Afandi,
Malam ini ikhlas berjalan
lambat menuruti batas kecepatan
Sebatas ingin lebih lama
Menyaksikanmu dalam boncengan
Dalam dingin,
Lewat rembulan,
Melalui desing kenalpot Ninja
yang tadi aku salip
Diam diam aku berharap
Aku pun ingin memboncengmu,
Mar

sama... aku juga pengen membonceng mu. hihihi