Perasaan
apa ya ini..
Begini,
barusan saja aku iseng berkunjung ke Tumblr kekasihku yang dulu, pertama dan
satu satunya.
Dalam
tulisan itu dia menceritakan sedikit tentang pengalaman “refleksinya”
Ditambah
lagi, aku sedang ingin inginnya menghabiskan waktuku bersama empat kawan
baruku. Dhenik, Palma, Faiz, dan Winie.
Tiga
nama didepan sebenarnya adalah nama lama, karena mereka adalah kolegaku di
Manggolo Mudho, sanggar REOG yang aku ikuti sekarang. Namun nama terakhir,
Winie, adalah teman baruku, teman dari luar negeri pertamaku.
Aku
benci perpisahan.
Tanggal
3 Maret besok, dia beserta mahasiswa pertukaran pelajar lain harus kembali ke
negara asalnya.
I
hate to say good bye.
Yaaa
karena, aku masih belum siap untuk berpisah.
Apa
ya... Ada perasaan senang dan bahagia yang selama ini aku cari dan akhirnya aku
temukan. Ada hal yang aku harap dalam sepelan pelannya doaku, dalam selirih dan
tak bersuaranya alam bawah sadarku.
Bahwa
aku ingin sekali memiliki teman yang berasal dari luar negeri. Teman luar
negeri yang baik sekali, menurutku. Teman yang ingin sekali aku habiskan waktu
agar aku bisa belajar hal yang tak pernah aku bayangkan bisa aku pelajari.
Karena
aku harus dihadang dengan deadline,
aku tak yakin bisa bertemu dengannya, menjelang perpisahan dengannya.
I hate
myself. I hate the condition that happen at me.
Ditambah,
tulisan dari “alumni” ku yang jadi membuatku berpikir.
Benarkah
ada orang yang dilahirkan dengan kemampuan sehebat itu untuk cuek?
Entahlah,
aku pikir, aku benar benar tidak mampu memahaminya.
Sepertinya
aku hanya bisa menerima saja yang ada. Aku yaa hanya bisa menerima segalanya
yang kemudian perlahan berubah. Menjadi yang aku tak kenali.
Tetapi,
aku hanya bisa diam saja.
Diam
saja.
Tulisannya
dalam tumblr itu menceritakan pengalamannya, dimana dia melihat pertama kalinya
laki laki merasakan patah hari. Hingga mengutuki sang perempuan yang ternyata
sudah memiliki pacar baru.
Aku melihat
dia sadar dengan dirinya yang cuek itu.
Tapi,
Aku tak
melihat adanya niat dan harapan darinya untuk meninggalkan sifat itu.
Setelah
kubaca, seketika aku mengiriminya pesan.
Bahwa
aku tidak pernah mengutukinya sepeninggal kami berpisah. Memang benar, dia sudah
move on dengan cepat. Lebih cepat
daripada aku.
Bahwa,
Akan
selalu ada tempat yang baik dalam hatiku untuknya, selamanya, sebetapa
menyebalkannya dirinya dengan sikap cueknya.
Aku memahami dan menerima,
Bahwa
mungkin memang dirinya dan sikap cuek
adalah satu keping koin dengan sisi sisinya.
Tetapi,
Jika
ketika aku membaca tumlbr itu aku berharap, walaupun harapan yang seharusnya
tidak pernah aku harapkan darinya,
Agar
dia sedikit membuka hati. Sedikit memulai untuk meninggalkan sikap yang selalu
menyinggung perasaanku.
Tetapi,
.....
Ah seharusnya
aku tidak perlu berharap seperti itu. Bodoh!
Haruskah
aku bilang, bahwa aku ingin dia seperti apa? Aku pikir, tulisan itu memiliki
makna introspeksi. Membuka kesempatanku untuk mengajukan “proposal” yang aku
inginkan.
Harus
kah aku bilang?
Mereka
bilang laki laki tak pernah mengerti,
Aku rasa
perempuan juga sama. Tak ada beda.
Aku
ingin sekali, kita menjadi sahabat seperti kita tak pernah pacaran.
Karena
aku pikir, hadirmu sebagai sahabat lebih aku butuhkan daripada status
kepemilikan yang dilegitimasikan dengan “pacaran”.
Sesederhana
itu.
Perasaan
ini menyandra malamku. Menyandraku dari keseharusanku untuk sesegera mungkin
tidur.
Winie,
aku harap aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak denganmu. Aku masih ingin
belajar bahasa China, sungguh.
Alumni,
Sudah
pasti, aku berharap kamu berubah, berharap kamu “sadar”. Tapi jika tidak bisa,
Mungkin
sudah waktunya aku mengucapkan perpisahan, memasukkannya dalam kardus dan menyisihkannya,
walaupun aku sungguh membencinya.
I
really hate to say goodbye.

I am so really hate saying good bye