4
Oktober 2013
Ini cerita
kemaren tanggal 4 Oktober yang baru bisa gue tulis sekarang karena lagi repot. Salah
satunya repot persiapan tampil REOG di Monumen Serangan Umum 11 Maret di KM 0
Jalan Malioboro, dan itu diadakan pada tanggal 5 Oktober. Itulah mengapa ini
menjadi sebuah late-post.
Alkisah,
4 Pujangga Jomblo ditolak Cinta (kecuali Manggala, yang sudah taken) sedang boring dikosan. 3 manusia
kurang beruntung dan 1 lagi yang statusnya masih belum jelas antara “digantung”
ato emang sudah taken, ini pengeen
banget maen keliling Jogja, terutama ke Alon Alon Kidul ato biasa disingkat
Al-Kid and ke Tugu KM 0. Laksa, Krisdianto, Manggala, dan gue-lah manusia “pengangguran”
itu, tapi kalo ke Al-Kid and Tugu KM 0 gue udah pernah kesana sih tapi mereka
bertiga belum pernah. Dan sepertinya karena gue yang paling tau jalannya,
akhirnya kita berangkat dengan gue sebagai penunjuk jalannya. Ini weird banget loh. Soalnya, dalam sejarah
hidup gue, gue adalah orang yang paling susah buat ngafalin jalan, alhasil gue
sering banget nyasar. Dan kebiasaan gue ini masih berlanjut hingga H+7 setiba
gue di Jogja ini. Dan Alhamdulillah, setelah mengikuti terapi diklinik Kho Tang,
kebiasaan nyasar gue sudah mulai mereda. Terima kasih klinik Kho Tang.
Tapi,
sepertinya “penyakit” ini kumat lagi deh.
Ceritanya
gini. Untuk temen temen yang bacanya sambil berdiri, silakan cari tempat yang
PW (posisis wuenak) sebelum baca ya. Sudah? Oke yuk mari.
Kosan
gue ini ada di Jalan Kaliwaru 96 Gejayan Yogyakarta. Yang pengen main silakan,
selama kalian bukan pocong, kuntilanak, dan sebangsanya. Dan jarak menuju ke
Alon Alon Kidul sekitar emm brapa ya.. Cukup jauh sih. Ditempuh dalam waktu
sekitar 30 menit dengan kepadatan kendaraan yang membuat kita berlari dengan
kecepatan 40-50km/jam. Yaa berarti sekitar 15 km-an lah ya. Petunjuk yang
paling enak buat ke kosan gue, didepan gang masuk ada pohon beringin besar dan
diseberangnya ada plang Ayam Penyet
Surabaya yang lumayan gedhe. Nah, keluar dari gang itu, kita kearah selatan
(belok kiri) kearah pertigaan UNY. Nah dari situ masih lurus terus sampek
pertigaan Gejayan dan belok kanan (barat). Jika kalian melihat ada XXI
disebelah kiri jalan, maka anda melalui laju yang tepat. Sesudah itu, kami
melewati 3 traffic light dan ditraffic light ke 3 kita belok kiri
(selatan). Jika dipertigaan ke 3 kalian bertemu dengan sebuah tugu dan disana
ada lumayan banyak orang yang berfoto foto dan jalannya bukan dari aspal
melainkan sejenis batu, maka jalan yang kaloan lewati benar. Dari jalan ini,
kalian tinggal ikuti jalan aja. Karena diakhir jalan itu, kalian akan melihat plang Malioboro lagi dan jalan Malioboro
juga udah kelihatan. Jalan Malioboro itu diberlakukan jalan satu arah dan arah
kami datang ini adalah arah yang benar. Kearah selatan pokoknya lajurnya. Dan namanya
jalan Malioboro, banyak sekali para penjual disana dan menjual apapun. Bukan hanya
penjual saja, sewaktu kami melewati jalan itu, juga ada seniman jalanan
menjajakan kemampuan mereka memainkan alat alat perkusi dan angklung. Lagunya juga
lumayan asik kok. Dan hal ini jugalah yang menjadi daya tarik yang menarik
untuk disaksikan dan dinikmati. Hollah~
Dihampir
ujung jalan Malioboro, disebelah kiri nanti akan ada sebuah monument dengan
latar yang cukup luas dan disanalah Manggolo Mudho akan beraksi keesokan malam
harinya. Dan ketika kalian bertemu rambu lalu lintas lagi kalian masih lurus
saja. Ingat! Kita menuju ke Alon Alon Kidul, buat yang nggak ngerti, Kidul itu
adalah bahasa Jawanya Selatan. Jadi, patuh aja sama patokan Selatan itu tadi. Walaupun
memang setelah kalian lurus terus melewati lampu bang-jo (abang ijo alias lampu
lalu lintas) kalian akan bertemu juga dengan Alon Alon dengan 2 pohon
ditengahnya. Tapi itu bukan destinasi kita, karena itu masih Alon Alon Utara,
jadi belok kakanan ya kawan. Ikutilah jalannya dan nanti kalau ada jalan masuk
yang menuju kearah selatan, ikuti saja.
Nah disinilah
permasalahan dimulai.
Dijalan
jalan kecil inilah ingatan gue menuju Alon Alon Kidul mulai hilang dan luntur
tak berbekas. Tapi, INGET kita menuju ke SELATAN. So, gue arahin sopir gue
(waktu itu yang nyetir si Laksa. Ini nama orang, bukan nama makanan lho, cuy) untuk
terus mengikuti jalur SELAMA MASIH MENUJU KESELATAN dan sisanya … Insting.
Dan …
Hollah!
Sampailah kita di Alon Alon Kidul yang 2 kali lebih ramai daripada Alon Alon
Utara. Dan jika kalian menemukan lebih banyak Becak Cintanya, ah sampai di Alon
Alon Kidul, Selamat~
********************************************************
Setelah
parkir motor, bayar parkir dan sebagainya. Kami memutuskan untuk muter muter
dulu dan … nyari toilet. Setelah ketemu yang jadinya pergi ketoilet cuman gue
doang. Setelah gue tanya, ternyata karena biaya toilet disana mencapai 2000
rupaih hanya untuk kencing saja. Melihat harga yang melambung, ternyata
seketika itu juga rasa pengen buang air kecilnya hilang. Fenomena yang aneh dan
langka ya -,-“
Habis
muter muter, kami memutuskan untuk mencoba wedang ronde, minuman yang khas
Jogja. Jadi, Jogja feel-nya tuh
kerasa banget. Setelah berunding kami berempat pesan 2 cangkir ronde. Biasa anak
kos, hemat beb.
Wedang
Ronde ini unyu dan asik. Isiannya, ada kolang kaling, kacang goreng, irisan
tipis roti tawar dan yang paling enak, si Ronde ini. Ronde bentuknya bulet
mirip klepon dan kenyal yang terbuat
dari tepung ketan dan diisi dengan cincangan kasar dari kacang lalu disiram
dengan wedang jahe hangat. Rasanya? Mak nyuss~ Pengen? makanya ke Jogja broo dan
Sistaa :)
Serunya
lagi nih. Sewaktu kita lagi asik asik menikmati wedang ronde ada pengamen
datang. Eits, pengamen bukan sembarang pengamen, mereka mengamen dengan cara,
main sulap. Nah gitu emang kalo di Jogja. Kamu gak perlu mencari hiburan, tapi
hiburan lah yang menghampiri kamu.
Sulapnya
lumayan oke kok. Tapi karena gue juga bisa beberapa trik sulap yaa ada beberapa
yang udah gue tau caranya. Tapi, tetep menghibur kok.
Nah,
ada pengalaman yang unik juga nih.
Ceritanya,
ada mbak mbak SPG yang menawarkan produknya. Waktu itu beliau bawa produk
rokok. Nah temen gue yang namanya Krisdianto ni emang lumayan usil and ada ada
aja kerjaannya. Diajakin deh tu si mbak ngalor ngidul dengan teknik “nanya
jalan” yang dikolaborasikan ama teknik “sok kenal sok dekat”. Nanyain sekolah
dimana, rumahnya dimana, sudah sejak kapan jadi SPG, berapa keuntungannya, jam
berapa pulangnya, dan hal yang gak bisa gue pahami -,-“. Setelah lamaaa
ngobrol, nggak pantes kan kalo gak beli produknya. Tapi karena alasan dompet,
dari produk yang ditawarin dijual 2 rokok dengan 1 korek api seharga 25 ribu,
cuman jadi beli 1 rokok yang seharga 10ribu. Setelah ditanya kenapa jadi beli,
karena mbaknya manis jawabnya enteng. Idiw!
Baru
deh. Keacara paling utamanya. Mencoba melewati 2 pohon beringin dengan mata
tertutup.
Yupz!
Inilah hiburan yang paling dicari dan diburu para wisatawan lokal. Kepercayaan setempat
percaya jikalau kamu berhasil melewati tengah antara 2 pohon dengan mata
tertutup maka pemintaan kita akan terkabulkan. Dan peserta pertama kita adalah
:Laksa.
Karena
terisnpirasi dan terobsesi dengan Jalan Jalan Men! si Laksa ini mencoba
menyamai gaya Jebraw yaitu, dengan melewati Pohon Beringin itu dengan berlari. Ya,
berlari. Dan berlarilah ia. Tapi inget, dia berlari dengan mata tertutup, dan
seharusnya gue yang juga ikutan mendampingi untuk ‘menyediakan jalan’, gak
sempat. Alhasil, nabraklah ia pada seorang perempuan. Dan tau gak, tu perempuan
sampek mental entah karena saking cepatnya si Laksa lari ato memang Laksa
badannya jadi lebih besar dari sebelumnya. Nggak cukup nabrak cewek itu aja,
Laksa pun menabrak pagar yang mengelilingi
pohon beringin itu. Bough!! Auwh, pasti sakit. Sampek pusing segala lagi
tu orang. Kasian.
Dan peserta
kedua : Krisdianto.
Berbeda
dengan peserta pertama, peserta ini memutuskan untuk berjalan saja. “.. Slow and low but perfecto~.. “ Dimas
MADS (gue). Dan, mulai deh dia jalan. Jalannya si Krisdianto ini udah bener
hingga 1/3 jalan tapi yahh mencong deh keluar lintasan yang seharusnya.
Perserta
ketiga : Manggala.
Sama
seperti peserta kedua, Manggala memilih berjalan. Bedanya, si Manggala ini
malah nari ala Pencak Silat dan jalur yang dilaluinya membentuk huruf U dan
hampir nabrak penjual mainan yang ada disekitar kawasan Alon Alon.
Peserta
terakhir: Gue.
Karena
ngeri dengan adegan nabrak pagar, gue putuskan untuk jalan juga. Ini kali kedua
gue mencobanya. Dan ternyata, masih gagal juga -,-“
Malam
pun semakin larut. Kami ber.4 memutuskan untuk pulang saja. tapi masih kurang
puas, kami putuskan untuk foto foto Tugu KM 0. Entah karena kepulangan kita
tidak direstui ato gimana, kami harus mengalami peristiwa ‘lupa parkir motor
dimana’. Analoginya, kita ber.4 nyari nyari motor di bagian sebelah barat
padahal tadi diparkir disebelah utara, paling pojok pula. Olahraga lagii.
Setelah
keluar area Alon Alon, ini kenapa jalannya jadi beda ya? Penyakit lupa jalan
gue kambuh!! Setelah muter muter dan ketemu jalan besar, kami malah semakin
nyasar. Nyasar kedaerah Bantul bagian pemukiman warga. Dan itu ternyata lumayan
jauh bro -,-“
GPS-nya
Laksa kurang begitu membantu saat itu.
Dan disaat
tergenting inilah, Krisdianto jadi inget jalan. Heroik banget yah
Setelah
15 menit keluar dari area nyasar sampai juga di Tugu KM 0. Ayooo Hunting Fotoo.
Dan,
lumayan apik sih hasilnya. Tapi, gue saranin untuk lebih hati hati kalo foto
ditengah Tugu, kalo kalian pada lengah, bisa disamber mobil dari belakang. Yaa gue
ini salah satunya.
Foto
foto keren udah ada dihape gue, lanjutlah kita makan. Dan karena di Jogja kita
putuskan untuk mencoba Gudeg walaupun gue sebenernya suka mual kalo makan yang
manis gitu. Tapi, yaa pengalaman deh.
Dideket
Tugu ternyata ada penjual Gudeg. Gudeg Bu Waginem kalo gak salah. Perporsi berbeda
harga. Punya gue, pakek lauk ati bacem sama minum the anget 12 ribu rupiah. Dan
syukur banget, lidah gue masih bisa mentolerir rasa manisnya Gudeg ini bahkan
menurut gue ini gudeg rasa manisnya gak terlalu strong dan masih ada cabe utuhnya, jadi penawar yang lumayan ampuh
buat gue.
Adalah
Epic, ketika menikmati suasana Jogja pukul 12.20 malam bersama Bro-Bro lo semua
di deket daerah Tugu KM 0, melihat motor dan mobil yang masih bersliweran di
jalan sambil makan makanan khas kotanya.
Puas
rasanya.
Jam
tangan gue menunjuk 01.15 yang kalo dijam pada umumnya baru pukul 00.55 dan
kami pun putuskan untuk pulang.
Thanks
banget Jogja. Jogja emang kota yang Epic dengan segala kesederhanaannya :)
