Tuesday, June 26

Awal yang Tertunda (Kesempatan Meraih Asa Part 2)

0 comments

Hari yang dinanti nanti pun tiba. Hari dimana pertama kalinya gue bakal mengalami sensasi berdebat dengan menggunakan bahasa Indonesia, mewakili sekolah, dengan kesiapan unutk menjadi juara. Tak pernah lupa sebelum diri ini bertempur dimedan debat, gue berdoa dalam kekhusukan ibadah Subuh, memohon agar kami satu tim diberi kemenangan dalam perlombaan ini. Untuk pertama kalinya, gue berada dalam kondisi dimana gue akan menjadi “seseorang”. Seseorang yang dari duluu sekali gue impikan, seseorang yang menjadi penyebab dari juara yang akan gue sembahkan pada orang tua dan sekolah gue. Semoga.

Seperti biasanya dalam perlombaan, kami diharuskan daftar ulang ditempat registrasi. Nulis nama lengkap. Tanda tangan. Dapet jajan. Masuk ruangan. Duduk dipersimpangan jalan. Ketabrak setan. Pingsan. Masuk kuburan. Nglantur kaaannnnn???! –“

Back to the story.

Hari pertama, peserta yang lolos tinggal 8 tim. Dan 1 hari tersebut akan ada 2 kali pertandingan (bagi yang lolos pertandingan pertama). Dan pertandingan final dilaksanakan hari selanjutnya. Jadi, hari pertama itu sudah masuk perdelapan final dan jika tim gue berhasil menang pada pertandingan pertama, sudah ada tempat untuk masuk final karena tinggal 4 peserta yang tersisa.

Tim gue bernama SMAN 1 Ponorogo 2. Memang terlihat biasa saja dan tidak ada yang salah. Namun nama rancu yang diberikan panitia ini menyebabkan kesalahan penyebutan tim yang tidak sedikit yang bikin telinga gue gatel banget dengernya. Kenapa begitu? Karena tim dari SMA 1 Ponorogo yang berhasil lolos ada 3 tim dan pertandingan tim gue ama tim SMAZA yang lain lumayan tumpuk. Sehingga, yaahh bener bener aneh deh gue dengerinnya. Mungkin terlihat biasa, tapi sumpah gue risih!

Prosesi Kompetisi Debat Bahasa Indonesia ini tidak berbeda jauh dengan Debat Bahasa Inggris. Bedanya, argumen argumennya diutarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tidak adanya verbal atau pemberian pengarahan dan penilaian juri terhadap perdebatan yang terjadi. Memang verbal terdengar sederhana, tetapi dari situlah kita dapat memperbaiki performa debat kita selanjutnya karena sudah diberi pengarahan tadi. Sayangnya, hal yang penting itu tidak ada. Entah mengapa.

Pertandingan pertama gue adalah melawan sekolah manaa gitu gue lupa -,-v. Motion yang dipermasalahkan pada saat itu adalah Puisi Sebagai Obat Terapi Jiwa yang Paling Manjur dan gue sebagai tim Oposis alias tim yang menolak atas permasalahan tersebut diatas. Buat gue pribadi, permasalahan yang aneh. Gue dalam debat ini bertugas sebagai pembicara kedua yang tugasnya adalah membawa argumen dan mendukung argumen pembicara pertama. Untuk sahabat tulis yang belum tau bagaimana itu debat, akan saya tulis lain waktu ya.. J

Gue waktu itu bener bener deg deg-an banget. Soalnya kurang dari 1 hari gue baru belajar apa dan bagaimana itu debat yang bisa dikatakan gue ini masih belum ada apa apanya alias amatir. Tetapi support yang diberikan sahabat gue, Laksa dan Satria, akhirnya bisa bikin gue percaya bahwa gue pasti bisa. Dan disaat yang genting, disaat jantung gue berasa mau copot, entah gataw kenapa hadirlah sosok wanita yang jadi inspirasi gue 3 bulan ini. Wanita inilah yang sangat memotivasi gue untuk belajar tentang debat dan memacu gue untuk “gue harus jadi juara disini!”. Beliau ini adalah wanita paling sempurna yang pernah gue kenal. Yaa walaupun dia gak kenal gue, cukup kok bagi gue untuk mengenalnya saat ini. Atau pun tepatnya gue cuman “tau” tentang dia, soalnya gue kenalnya pun dari temen gue juga. Yang udah gue sebutin dipostingan sebelumnya. Atau lebih jujurnya lagi, Orang yang Gue Kagumi. Nah tu mungkin definisi yang paling tepat. I’am her secret admire. Dan biasa gue sebut, sang Nyata. Karena, dia emang bener bener nyata memberi perubahan kehidup gue. Dan jika gue menang nanti, piala ini bakal gue persembahin untuk dia. Karna udah inspirasi gue sampek tingkat ini. Belum terlalu besar memang eventnya, cuman tingkat kabupaten. Tapi jika memang benar segala keberhasilan itu harus dimulai, maka inilah awal itu.

Seketika, ketika giliran gue maju untuk menunjukkan apa yang gue punya, apa yang terbaik gue bawa, nervous gue ilang! Dan ini bikin gue jadi makin PeDe dan lancar untuk bawa argumen tim gue. Setelah beberapa step dalam lomba yang kami lewati, pertandingan debat pun usai. Kami bersalaman dengan lawan yang menandakan tidak ada dendam dan perselisisahan setelah berdebat ini. Kami pun kembali ke hall untuk menunggu pengumuman. Berharap agar ini memanglah sebuah awal yang memang harus gue mulai.

Dan ketika pengumuman tiba, segala syukur untuk Allah SWT, TIM GUE LOLOS! Kagak ada waktu buat kami satu tim seneng and berhura hura ria, karna sudah ada pesaing yang menunggu, yaitu tim adik kelas gue, Tim SMA 1 Ponorogo 1. Walaupun masih kelas 1 and junior gue, mereka gak bisa diremehin begitu aja. Tapi, kami satu tim akan berusaha lebih keras lagi.

Pertandingan kedua pun dimulai. Dalam babak ini, tim yang menang akan masuk ke babak final dan sedangkan tim yang kalah akan berjuang memperebutkan juara 3. So, gue dan sahabat gue harus berusaha lebih ekstra agar bisa masuk ke babak final. Dengan kata lain, ya harus menang! Mosi dalam pertandingan ini adalah Penambahan Taman Cinta di Lingkungan Sekolah sebagai tempat pendidikan humanisme. Mosi ini lebih OK dari pada mosi sebelumnya. Case build berjalan 15 menit dengan serius untuk membentuk argumen yang paling kuat dan paling bisa diterima oleh sang Juri. Di moment ini tim kami bertugas sebagai pihak Proposisi. Yupz, kami bertugas membangun argumen yang setuju dengan mosi diatas. Debat pun dimulai dan determinasi untuk memburu kemenangan kian hebat kedua tim seakan tak mau mengalah. Dan 30 menit waktu berlalu, dibarengi dengan berakhirnya pertandingan ini.

Saat yang ditunggu tiba kembali. Pengumuman kelolosan. Sensasi harap harap cemas kini kian menguasai keadaan. Harapanku untuk merebut juara 1 dan mempersembahkannya untuk sang Nyata kian tak terbendung. Dan saat pun tiba. Master of Ceremony membuka mulut, mengucapkan kata demi kata yang membuat jantung seperti genderang perang yang ditabuh, berdegup kencang memompa darah. Diriku hanya memejamkan mata, menutup muka, menundukkan kepala, berdoa. Beri kami kemenangan Tuhan. Dan .... Kami kalah. Yaa, adik kelas kami lah yang menang. Setengah tak percaya hingga keadaan hening kurang lebih selama 5 kali diri ini menghela nafas.

Yaa memang kesempatan gue dan sahabat gue satu tim, Laksa dan Satria untuk menang membawa juara 1 kerumah tertutup sudah. Daripada merenung, sekarang saatnya untuk menata lagi kekuatan, menata lagi pikiran, kita harus membawa JUARA 3! Dan esok masih ada.

Leave a Reply