Wednesday, April 20

Kangen? Mungkin

0 comments
Hari ini dimulai dengan cukup banyak perenungan yang sebenarnya tidak teramat penting. Dalam beberapa malam ini, hampir secara berurutan, aku memimpikan orang dimasa lalu yang sebenarnya tidak ada alasan yang menjadikan aku memimpikannya. Tetapi justru karena mimpi yang terlampau sering itu, ada muncul perasaan yang lama sudah aku putuskan untuk tinggalkan.

Itu yang pertama

Dan yang kedua, adalah “memperingati” berubah namanya blog ini menjadi madsisme.blogspot.com dari blog-ku-dimazmahardika.blogspot.com

Yeeaayyy~ (clap clap)

Sehingga, untuk kalian yang me- bookmark daripada laman blog yang cukup aneh ini, bisa sesegera mungkin memperbaharuinya. Hehe


***


Kita mundur 2 minggu kebelakang.

Sekitar pertengahan minggu kedua April, aku memutuskan untuk mengikuti proses pemberkasan lomba Peradilan Semu Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan di Universitas Hasanudin, Makassar. Tahapan seleksi yang diambil pun bukanlah lewat prosedur seleksi essay pada umumnya tetapi lebih kepada wawancara saja.

Alhamdulillah, lolos.

Sebenarnya keikutsertaanku ini sedikit terlambat dengan kawan kawan lain yang sudah terpilih dalam tim pemberkasan Sidang Semu ini. Karena ada kompetisi lain yang disana aku dijadikan official dan aku pikir tim Sidang Semu sudah terpenuhi kuotanya. Ternyata, tidak. Ada 2 slot kursi kosong yang masih mungkin untuk diperebutkan, sehingga kemoloran masuknya aku dalam tim memang beralasan, yang salah satunya adalah kurangnya manusia untuk memberkas waktu itu. Masalah klasik sih kalo di kampus kami.

Dan ketika aku masuk dalam tim, waktu deadline untuk pengumpulan berkas hanya tersisa 10 atau 13 hari lagi.

Sungguh mepet.

Dari pembicaraan awal kawan kawan tim berkas Sidang Semu Mahkamah Konstitusi ini (selanjutnya akan disebut SSMK) ternyata sudah mengalami dua kali perubahan terhadap undang undang mana yang harus di judicial review atau biasa disebut JR. Hingga akhirnya, pilihan pun berlabuh pada di JR-nya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS.

Proses pengerjaannya pun ternyata lumayan membingungkan, karena tidak ada yang benar benar paham betul mengenai mekanisme beracara di Mahkamah Konsitusi terkait proses pengujian undang undang terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Hal ini disebabkan mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi ini menjadi mata kuliah pilihan dan bukan mata kuliah wajib. Alhasil, yang mengerti secara pasti beracara di MK hampir nol, walaupun ada aku, Amel, dan Rosyid (Ketua Tim) yang sedikit banyak sudah mengerti cara beracara di Pengadilan umum. Karena kawan kawan yang lain adalah angkatan 2014 dan 2015 yang baru mengambil mata kuliah hukum acara, sedikit susah bagi kami untuk menjelaskan secara sederhana bagaimana beracara di pengadilan. 

Syukurnya, setelah mengikuti Kartikum – semacam pelatihan tentang tata cara beracara dan hal ihwal yang berkaitan dengannya -- aku jauh lebih memiliki gambaran terkait mekanisme beracara/bersidang, tetapi itu belum cukup, karena harus ada buku yang kita “habiskan” dalam waktu kurang dari sehari untuk memahami beracara di MK.

Modyar po ra we

Tapi,

Itulah yang paling seru ketika mengikuti lomba :D

I love being under pressure, now.

Ketika hal itu terjadi, aku selalu mengandaikan diriku sebagai Sherlock versi BBC yang begitu “bahagia” ketika sedang dalam masalah atau terjebak dalam teka teki yang sangat sulit dipecahkan, atau juga ketika bersaing melawan Moriarty.

Atau seperti Mycroft, yang memilih “bertaruh” dengan nyawa sebagai taruhan karena dipikirnya menarik.

Dan sedikit banyak, aku mulai belajar untuk memiliki ketertarikan yang sama dan telah membuktikan sendiri apa yang mereka maksudkan. 

Memang, lolos dari situasi under pressure memang hal yang sangat 
melegakan dan memuaskan.

Karena, ada memang hal yang sangat aku khawatirkan berkenaan dengan segala proses yang terjadi ketika pemberkasan yang cukup membuatku tertekan dan ingin sesegera menyudahinya dengan “seadanya saja”. Tetapi syukurnya, hal itu bisa dilalui dengan baik, dengan maksimal, dan Inshaa Allah jauh dari “seadanya saja”.

Alhasil, berkas dapat dikirim 5 hari yang lalu dan baru sampai hari kemarin lusa sesuai deadline.


Hari hari yang penuh itu pun akhirnya berakhir.
Dan dari sinilah semuanya bermula ...


Aku pun mulai memimpikan sang “alumni”. Padahal tidak ada aktifitas kepo anything what so ever yang seharusnya mampu menyulut mimpi tersebut. Gak ada telepon, gak ada SMS, gak ada WA, LINE, apapun. Yaa karena si alumni emang lagi exchange ke Korea, pastinya dia disibukkan dengan aktifitasnya yang mungkin cukup padat dan mungkin dingin.

Sekitar tiga malam berurut urut, tapi dengan cerita yang berbeda beda.

Intinya, ketemu gitu..

Dan setelah bangun pun, aku masih ingat sedikit pada bagian mana dan apa kita ketemu. Tapi kalo sekarang ya udah lupa sih..
Hingga akhirnya karena merasa “gimaanaa gitu”, iseng iseng aku nyari artikel di internet.

It says that,

It’s rather you miss her or she is missing you.

Hmmm ...

Disaat itulah aku pun mengakui,

Bahwa satu alasan besarku mengapa begitu berniat dan bersungguh sungguh untuk bisa tembus lolos lomba adalah karena aku ingin membuktikan bahwa ...

Aku bisa dan pantas untuk diakui.

Sewaktu masih dekat dulu, aku memang merasa ada “persaingan dingin” diantara kita.

Dia menonjol lewat prestasi akademik, aku berusaha menonjol lewat kemampuan organisasi.

Hingga ketika kuliah, sewaktu awal awal semester kami masih sering berkomunikasi, aku ingat sekali ketika aku kaget di secara sadar dan sukarela meniatkan diri untuk ikut dan aktif dalam organisasi.

Dan aku pun berubah, yang awalnya aktif organisasi, merubah fokus kepada pertumbuhan prestasi akademik yang baik dan mengikuti lomba lomba.

Dan, ternyata,

Susah sekali -__-

Ikut lomba constitutional drafting, sayang berkas gak lolos.

Ikut lomba debat, eh, gak lolos penyisihan.

Dan sekarang adalah kesempatan kesekianku untuk membuktikan, setidaknya kepada diriku sendiri bahwa, aku pun bisa.

Kalian pun bisa.

Bisa untuk memutuskan bersungguh sungguh tentang hal yang sebenarnya ingin diraih.


Entah, apapun hubungan diantara aku dan dia,
Sekarang aku memandangnya sebagai orang yang membuatku sadar bahwa aku bisa lebih baik dari ini, lebih baik dari sekarang, lebih berhak atas keinginan yang lebih besar.

Dan dari kesadaran itu, lahir pula-lah “harga diri” untuk membuktikan.


Memang aku sudah tertinggal start yang cukup jauh,
tetapi aku tidak pernah menjadikan penyesalan yang mengkerdilkan sebagai pilihan.

Dan aku meyakini, aku sedang ada di jalan yang tepat, untuk segala kebaikan hidup yang bisa terjadi kedepan.

Memang, tidak semua orang memiliki cara yang sama untuk mendukung atau membesarkan hati orang lain agar lebih percaya terhadap apa yang ingin dia raih.

Bahkan bisa jadi, tidak ada sedikitpun keinginan dari dia untuk menyemangati atau mendorong atau mendukungku terhadap hal apa yang sedang berusaha aku upayakan.

Tetapi, lebih kepada bagaimana aku menyikapi segala kekurangan dan gap antara aku dan dia.

Apakah hanya akan mengutuk diriku yang terlambat?

Atau berusaha saja memulai yang bisa dimulai?


Apa kamu kangen dim?

Kangen? Mungkin

Tetapi ini bukan kangen atau rindu menye menye yang menyita waktu untuk selalu berdua atau memaksakan diri terlihat berbahagia lewat media sosial setiap saat.



Mungkin,

Ini yang dimaksud ...

rindu yang menguatkan.

Leave a Reply