Selamat Pagi!
Kurang lebih udah 3 minggu ini admin belum ng-post tulisan terbaru. Maklum, 3 minggu terakhir ini lagi repot
repotnya acara kampus, dalam kata lain, OSPEK dan kawan kawannya. Insya Allah
bakal gue ceritain gimana ceritanya dalam tulisan yang nanti cukup banyak, jadi maap
yah ^^v
Tulisan terakhir judulnya Jajan Lebaran kan? Tulisan itu gue bikin waktu
masih di Ponorogo. Masih dikota tercinta. Sekarang, tulisan ini gue tulis
dikota perantauan, Yogyakarta a.k.a Jogja Istimewa~
Dimulai dari kisah paling pertama. Dan tulisan ini juga sebagai dedikasi
dan tanda terima kasih gue kepada kakak gue yang super duper awesome, Failasufadini alias Mbak AVE. yupz, orang yang
sama yang mengomentari blog gue dan tentunya tulisan didalamnya, waktu gue les
di GO Ponorogo. Atas nasihat beliau-lah, keberanian itu muncul, lahir dan
menarik gue untuk ‘melakukan’
Dan terapi ini pun dimulai.
Tanggal 28 Agustus 2013, gue lagi kangen kangennya ama GO. Buat yang gak
tau GO itu apa, GO adalah singkatan buat Ganesha Opertion sejenis lembaga
bimbingan belajar yang ada di Ponorogo. Gue pun ngajakin Billal (Billal Andre
Agasi) buat nemenin gue ke GO karena dia juga alumni GO, sekelas malahan ama gue.
Sebenernya banyak sih yang alumni dari GO, ada Winda (Winda Senja Wedarie)
sekarang di Managemen UI, Vionita (Vionita Krisma), ada Bilal tadi yang
sekarang di Akuntansi UB, ada Tiara Detryaningrum skrang di UNAIR yg biasa
dipanggil mbak Ningrum, ada STW
(Satria Tegar Wicaksono) sekarang di FKH IPB, ada juga Estin (Estina Intan
Oktaviani) yang sekarang udah masuk STAN, dan lain lain yang gak bisa gue
sebutin semuanya.
Pengen banget sebenernya kumpul bareng bareng yang saat itu masih dalam
nuansa lebaran dan ‘sejarah’ ke GO, tapi sayangnya yang di Ponorogo cuman gue
ama Bilal yang bisa ikutan. Yang lainnya udah pada acara kampus masing masing,
apalagi yang di UI, tapi ada juga beberapa temene gue yang masih nyari
Perguruan Tinggi, dan disini kami mendoakan.
Alhasil, bersama Bilal sajalah gue berangkat ke GO sehabis magrib. Berdua.
Sampai disana, bertemulah kembali kami dengan wajah wajah yang biasa
kami jumpai sewaktu menuntut ilmu, menghabiskan waktu di GO. Entah mungkin
belajarlah, tanya soal-lah, ngerumpi gak jelaslah, bahkan gue buka ‘stan’ tarot
disana. Hoho nostalgia mabroo.
Disana gue ketemu mentor Matematika: “lupa namanya” yang Alhamdulillah sudah
dikarunia putra dari pernikahnnya beliau, mentor Biologi: “mbak ID” yang mirip
banget ama Melanie Rikardo, mentor Fisika: “lupa juga” yang tetep aja kalem dan
halus sikapnya, dan yang tentunya dinanti nanti~ mentor Bahasa Indonesia: “ananda
yang mulia, Mbak AVE yang super-duper-awesome and pecicilan hembrong cincay badai ula-ula. Gelar terpanjang diseluruh
GO yang tersebar di Indonesia. Tapi disayangkan banget memang, ada mentor
mentor yang cukup dekat ama kami kami ini tapi gak sempat ketemu. Yaitu mas KA,
mentor Biologi yang juga kalem orangnya. Jawa banget deh pokoknya. Lalu ada
juga mbak NO yang juga mentor Bahasa Indonesia yang sama hebohnya seperti
saudara seperjuangannya (re: mbak AVE), dan mentor favorit gue: mbak RK. Beliau
mentor Kimia dulu, tapi sekarang nggak di Indonesia lagi. Beliau sekarang
ditugaskan pemerintah Indonesia ke Malaysia untuk menjadi Tenaga Pendidik
disana. Setau gue, beliau disana ditugaskan menjadi guru orang orang Indonesia
yang merantau kenegara tetangga gitu. Dan gue pikir ketika lebaran, beliau
bakal pulang. Tapi, No. Dan gue
berhenti sesaat buat nyari kata yang tepat untuk gue tulis.
I do. I miss you my big sista. Maafkan diriku lahir batin yak :’)
Setelah semua yang kami berdua (gue and Bilal) temui disana kami mintai
maaf dan kabar sekarang sekolah dimana, kami pun bingung harus kemana setelah
ini. Padahal baru aja 45 menit kita disana gak asik kalo langsung pulang. Tapi,
bel masuk kelas udah bunyi, alhasil pastinya ntar kita gak ada kegitan karna
para mentornya kan lagi ngajar.
Jadinya, Mbak AVE pun ngajakin
ntar kita ngopi deh. Biar bisa ngobrol lebih panjang lagi dan lebih puas lagi. Tapi
masih nanti jam 8 dan itu masih 1.5 jam lagi.
Akhirnya kita pun pulang dulu, gue pun nganterin dulu Bilal kerumahnya
dan temenin dia buat bikin segala keperluan yang diminta saat OSPEK di
Universitas Brawijaya kelak dan barang barang yang harus dibawa. Hmmhh, banyak
banget bro. Yang paling banyak waktu itu sejenis tugas essay gitu deh. Dan sedangkan
gue?? Pengumuman bawa apa apa aja masih sekitar 5 hari lagi. Itu pun H-1 OSPEK
lho. Huaduh huaduuhh -,-
1.5 jam terlewati, waktunya pergi ngopi. Cus.
Singkat cerita kami bertiga sudah sampai diTKP ngopi. Pesanan pun
ditulis dan kami pun memilih tempat duduk ternyaman yang bisa kami pilih. Suasana
malam Ponorogo memang tidak se-epic malam di Jogja sih, tapi bersama orang yang
kita sayangi itu member kesan yang lain.
Malam itu kami puas puaskan berbagi kisah. Tapi yang cerita cuman gue
ama mbak Ave aja, Bilal masih enggan membagi kisahnya bersama kami. Kepikiran tugas
ospek dia, mungkin.
Cerita dimulai dari ‘sekarang udah kuliah dimana?’ dan terus berlanjut
hingga cerita cerita curhat yang dibagi Mbak Ave. Mulai dari kisah asmaranya
hingga ke pekerjaan sampai murid muridnya di SMP Terpadu Ponorogo. Yupz, Beliau
juga menjadi guru Bahasa Indonesia disana. Dibalik sosoknya yang heboh,
ternyata beliau juga orang yang bisa jatuh cinta, yupz gue tau dari ceritanya
tentang diajak lamaran saat pandangan pertama. Aneh ya, Tuhan memang benar
benar Maha Penuh Kejutan dalam men-design
hidup ini.
Dan sekarang ganti gue yang curhat. Tentang gimana perasaan gue yang
dulunya takut banget berurusan dengan Hukum malah masuk dijurusan Hukum yang
cukup dipandang tinggi di Indonesia.
Gue pun menceritakan betapa gue nggak
pede dengan dimana gue akan menempuh ilmu selanjutnya. Antara rasa tertarik
untuk menggeluti itu sempat tertutupi rasa takut yang bingung gue untuk
mendefinisikannya. Ditambah lagi sifat gue yang “diam, tapi gak mau kalah” yang
menjadikan gue stress yang arahnya kedalam. Maksud stress kearah kedalam ini,
gue tidak ditandai dengan sifat output
gue yang berbeda. Tapi ditandai dengan kegelisahan yang gak jelas. Biasanya kalo
kita lihat orang stress kan kayak orang gila yang bingung dan
mengekspresikannya secara meluap luap kan? Nah kalo gue, lebih cenderung diam,
gue simpan sendiri, menjadi beban dikepala gue dan imbas yang paling parah, gue
jatuh sakit.
Gue pun juga bingung belum punya kenalan hingga H-4 an gathering. Sifat gue
yang cukup sulit untuk “tidak peduli” membuat gue jadi terlalu lama meninmbang
nimbang. Dan pertimbangan yang terlalu lama dan berbelit belit inilah yang
bikin gue stress. Antara “yes! I’ll join
the gathering” or “no, maybe next time”.
Dan disinilah awal dimana gue hutang budi ke mbak Ave. Adalah benar
jikalau beliau orang yang berbeda 180 derajat daripada gue. Tegas, cuek, blak
blak-an, hlos (Bahasa Jawa, yang
makna Indonesianya: berani berbuat, pikirkan resiko nanti). Dan memang inilah
yang gue butuhkan, a big wave of
shock-therapy. Gue butuh “tamparan” yang bikin gue sadar gue harus
bertindak. Sebenernya gue udah coba cerita ke Bilal sewaktu gue temenin dia
bikin peralatan ospek, tapi gue belum dapet motivasi dari solusi yang udah
Bilal beri kegue.
Dan Mbak Ave, mampu meyakinkan gue. Adalah benar, gue harus segera
bertindak. Dan tindakan itu bernada, “Yes!”
Dan dari situlah, pilihan gue berubah, dan jalan didepan gue berubah. Berubah
dari proyeksi gue yang berkabut abu abu gelap menjadi terang seperti cahaya
hidayah.
Thanks a lot Big Sista, I owe you my
life, one.
Dari kisah gue semalam, gue dapet penerangan.
Bahwa sesungguhnya, masalah itu memang benar benar datang bersama
penyelesaiannya. Bahkan, sebelum gue cerita ke Bilal ke Mbak Ave gue udah tahu
mana yang seharusnya gue pilih untuk dilakukan. Bukan di APAKAH SOLUSINYA.
Bagi gue, ketika meminta nasehat, petunjuk pada orang lain yang sulit
bukanlah menerima masukan, saran, atau nasehatnya. Yang lebih sulit adalah
bagaimana gue bisa yakin dengan saran itu.
Dan karena cita cita gue adalah sebagai konsultan gue tahu, bukanlah
hanya kemampuan memberikan solusi saja yang harus kita ini miliki, tetapi kemampuan
yang lebih kompleks-lah yang juga wajib kita miliki. Kemampuan bagaimana
MEYAKINKAN orang lain.
Bukan dengan cara memaksa, bukaan. Tapi bagaimana kita mampu memberikan
proyeksi positif akan pilihan yang kita sarankan dan konsekuensi negative jika
tidak lakukan. Lalu juga memberikan semangat dan keberanian serta tempat untuk
kita “bergantung”. Sesame manusia memang bisa menjadi tempat bergantung, tapi
dampaknya ketika manusia itu tidak ada secara logika pasti kita akan goyah lagi.
Lalu apaa atau siapa tempat kita
bergantung yang kekal??
Semua tahu, Tuhan lah yang Maha Kekal dan Maha Abadi. Dan Tuhan jugalah
seharusnya tempat kita bergantung.
Anjurannya adalah segera lakukan! Hitung semua positif dan negatifnya,
jangan munafik bahwa perhitungan dan perencanaan itu juga sangat penting. Dan setelah
semua itu terpenuhi, lakukanlah dengan me-pasrahkan segalanya pada Tuhan, Allah
SWT.
Dan semoga, dalam pilihan yang telah kita tentukan sendiri dan kita
pasrahkan pada Tuhan, walaupun kita salah dalam pilihan itu kita akan damai dan
mampu segera diperbaiki. Karena Tuhan, Maha Memperbaiki segala yang tidak mampu
manusia perbaiki. :)
