Sunday, September 15

Kisah Pra-Kuliah

0 comments
Selamat Pagi!

Kurang lebih udah 3 minggu ini admin belum ng-post tulisan terbaru. Maklum, 3 minggu terakhir ini lagi repot repotnya acara kampus, dalam kata lain, OSPEK dan kawan kawannya. Insya Allah bakal gue ceritain gimana ceritanya dalam tulisan yang nanti cukup banyak, jadi maap yah ^^v

Tulisan terakhir judulnya Jajan Lebaran kan? Tulisan itu gue bikin waktu masih di Ponorogo. Masih dikota tercinta. Sekarang, tulisan ini gue tulis dikota perantauan, Yogyakarta a.k.a Jogja Istimewa~

Dimulai dari kisah paling pertama. Dan tulisan ini juga sebagai dedikasi dan tanda terima kasih gue kepada kakak gue yang super duper awesome, Failasufadini alias Mbak AVE. yupz, orang yang sama yang mengomentari blog gue dan tentunya tulisan didalamnya, waktu gue les di GO Ponorogo. Atas nasihat beliau-lah, keberanian itu muncul, lahir dan menarik gue untuk ‘melakukan’

Dan terapi ini pun dimulai.

Tanggal 28 Agustus 2013, gue lagi kangen kangennya ama GO. Buat yang gak tau GO itu apa, GO adalah singkatan buat Ganesha Opertion sejenis lembaga bimbingan belajar yang ada di Ponorogo. Gue pun ngajakin Billal (Billal Andre Agasi) buat nemenin gue ke GO karena dia juga alumni GO, sekelas malahan ama gue. Sebenernya banyak sih yang alumni dari GO, ada Winda (Winda Senja Wedarie) sekarang di Managemen UI, Vionita (Vionita Krisma), ada Bilal tadi yang sekarang di Akuntansi UB, ada Tiara Detryaningrum skrang di UNAIR yg biasa dipanggil mbak Ningrum, ada STW (Satria Tegar Wicaksono) sekarang di FKH IPB, ada juga Estin (Estina Intan Oktaviani) yang sekarang udah masuk STAN, dan lain lain yang gak bisa gue sebutin semuanya.

Pengen banget sebenernya kumpul bareng bareng yang saat itu masih dalam nuansa lebaran dan ‘sejarah’ ke GO, tapi sayangnya yang di Ponorogo cuman gue ama Bilal yang bisa ikutan. Yang lainnya udah pada acara kampus masing masing, apalagi yang di UI, tapi ada juga beberapa temene gue yang masih nyari Perguruan Tinggi, dan disini kami mendoakan.

Alhasil, bersama Bilal sajalah gue berangkat ke GO sehabis magrib. Berdua.

Sampai disana, bertemulah kembali kami dengan wajah wajah yang biasa kami jumpai sewaktu menuntut ilmu, menghabiskan waktu di GO. Entah mungkin belajarlah, tanya soal-lah, ngerumpi gak jelaslah, bahkan gue buka ‘stan’ tarot disana. Hoho nostalgia mabroo.

Disana gue ketemu mentor Matematika: “lupa namanya” yang Alhamdulillah sudah dikarunia putra dari pernikahnnya beliau, mentor Biologi: “mbak ID” yang mirip banget ama Melanie Rikardo, mentor Fisika: “lupa juga” yang tetep aja kalem dan halus sikapnya, dan yang tentunya dinanti nanti~ mentor Bahasa Indonesia: “ananda yang mulia, Mbak AVE yang super-duper-awesome and pecicilan hembrong cincay badai ula-ula. Gelar terpanjang diseluruh GO yang tersebar di Indonesia. Tapi disayangkan banget memang, ada mentor mentor yang cukup dekat ama kami kami ini tapi gak sempat ketemu. Yaitu mas KA, mentor Biologi yang juga kalem orangnya. Jawa banget deh pokoknya. Lalu ada juga mbak NO yang juga mentor Bahasa Indonesia yang sama hebohnya seperti saudara seperjuangannya (re: mbak AVE), dan mentor favorit gue: mbak RK. Beliau mentor Kimia dulu, tapi sekarang nggak di Indonesia lagi. Beliau sekarang ditugaskan pemerintah Indonesia ke Malaysia untuk menjadi Tenaga Pendidik disana. Setau gue, beliau disana ditugaskan menjadi guru orang orang Indonesia yang merantau kenegara tetangga gitu. Dan gue pikir ketika lebaran, beliau bakal pulang. Tapi, No. Dan gue berhenti sesaat buat nyari kata yang tepat untuk gue tulis.

I do. I miss you my big sista. Maafkan diriku lahir batin yak  :’)

Setelah semua yang kami berdua (gue and Bilal) temui disana kami mintai maaf dan kabar sekarang sekolah dimana, kami pun bingung harus kemana setelah ini. Padahal baru aja 45 menit kita disana gak asik kalo langsung pulang. Tapi, bel masuk kelas udah bunyi, alhasil pastinya ntar kita gak ada kegitan karna para mentornya kan lagi ngajar.

 Jadinya, Mbak AVE pun ngajakin ntar kita ngopi deh. Biar bisa ngobrol lebih panjang lagi dan lebih puas lagi. Tapi masih nanti jam 8 dan itu masih 1.5 jam lagi.

Akhirnya kita pun pulang dulu, gue pun nganterin dulu Bilal kerumahnya dan temenin dia buat bikin segala keperluan yang diminta saat OSPEK di Universitas Brawijaya kelak dan barang barang yang harus dibawa. Hmmhh, banyak banget bro. Yang paling banyak waktu itu sejenis tugas essay gitu deh. Dan sedangkan gue?? Pengumuman bawa apa apa aja masih sekitar 5 hari lagi. Itu pun H-1 OSPEK lho. Huaduh huaduuhh -,-

1.5 jam terlewati, waktunya pergi ngopi. Cus.

Singkat cerita kami bertiga sudah sampai diTKP ngopi. Pesanan pun ditulis dan kami pun memilih tempat duduk ternyaman yang bisa kami pilih. Suasana malam Ponorogo memang tidak se-epic malam di Jogja sih, tapi bersama orang yang kita sayangi itu member kesan yang lain.

Malam itu kami puas puaskan berbagi kisah. Tapi yang cerita cuman gue ama mbak Ave aja, Bilal masih enggan membagi kisahnya bersama kami. Kepikiran tugas ospek dia, mungkin.

Cerita dimulai dari ‘sekarang udah kuliah dimana?’ dan terus berlanjut hingga cerita cerita curhat yang dibagi Mbak Ave. Mulai dari kisah asmaranya hingga ke pekerjaan sampai murid muridnya di SMP Terpadu Ponorogo. Yupz, Beliau juga menjadi guru Bahasa Indonesia disana. Dibalik sosoknya yang heboh, ternyata beliau juga orang yang bisa jatuh cinta, yupz gue tau dari ceritanya tentang diajak lamaran saat pandangan pertama. Aneh ya, Tuhan memang benar benar Maha Penuh Kejutan dalam men-design hidup ini.

Dan sekarang ganti gue yang curhat. Tentang gimana perasaan gue yang dulunya takut banget berurusan dengan Hukum malah masuk dijurusan Hukum yang cukup dipandang  tinggi di Indonesia.

Gue pun menceritakan betapa gue nggak pede dengan dimana gue akan menempuh ilmu selanjutnya. Antara rasa tertarik untuk menggeluti itu sempat tertutupi rasa takut yang bingung gue untuk mendefinisikannya. Ditambah lagi sifat gue yang “diam, tapi gak mau kalah” yang menjadikan gue stress yang arahnya kedalam. Maksud stress kearah kedalam ini, gue tidak ditandai dengan sifat output gue yang berbeda. Tapi ditandai dengan kegelisahan yang gak jelas. Biasanya kalo kita lihat orang stress kan kayak orang gila yang bingung dan mengekspresikannya secara meluap luap kan? Nah kalo gue, lebih cenderung diam, gue simpan sendiri, menjadi beban dikepala gue dan imbas yang paling parah, gue jatuh sakit.

Gue pun juga bingung belum punya kenalan hingga H-4 an gathering. Sifat gue yang cukup sulit untuk “tidak peduli” membuat gue jadi terlalu lama meninmbang nimbang. Dan pertimbangan yang terlalu lama dan berbelit belit inilah yang bikin gue stress. Antara “yes! I’ll join the gathering” or “no, maybe next time”.

Dan disinilah awal dimana gue hutang budi ke mbak Ave. Adalah benar jikalau beliau orang yang berbeda 180 derajat daripada gue. Tegas, cuek, blak blak-an, hlos (Bahasa Jawa, yang makna Indonesianya: berani berbuat, pikirkan resiko nanti). Dan memang inilah yang gue butuhkan, a big wave of shock-therapy. Gue butuh “tamparan” yang bikin gue sadar gue harus bertindak. Sebenernya gue udah coba cerita ke Bilal sewaktu gue temenin dia bikin peralatan ospek, tapi gue belum dapet motivasi dari solusi yang udah Bilal beri kegue.

Dan Mbak Ave, mampu meyakinkan gue. Adalah benar, gue harus segera bertindak. Dan tindakan itu bernada, “Yes!”

Dan dari situlah, pilihan gue berubah, dan jalan didepan gue berubah. Berubah dari proyeksi gue yang berkabut abu abu gelap menjadi terang seperti cahaya hidayah.

Thanks a lot Big Sista, I owe you my life, one.

Dari kisah gue semalam, gue dapet penerangan.

Bahwa sesungguhnya, masalah itu memang benar benar datang bersama penyelesaiannya. Bahkan, sebelum gue cerita ke Bilal ke Mbak Ave gue udah tahu mana yang seharusnya gue pilih untuk dilakukan. Bukan di APAKAH SOLUSINYA.

Bagi gue, ketika meminta nasehat, petunjuk pada orang lain yang sulit bukanlah menerima masukan, saran, atau nasehatnya. Yang lebih sulit adalah bagaimana gue bisa yakin dengan saran itu.

Dan karena cita cita gue adalah sebagai konsultan gue tahu, bukanlah hanya kemampuan memberikan solusi saja yang harus kita ini miliki, tetapi kemampuan yang lebih kompleks-lah yang juga wajib kita miliki. Kemampuan bagaimana MEYAKINKAN orang lain.

Bukan dengan cara memaksa, bukaan. Tapi bagaimana kita mampu memberikan proyeksi positif akan pilihan yang kita sarankan dan konsekuensi negative jika tidak lakukan. Lalu juga memberikan semangat dan keberanian serta tempat untuk kita “bergantung”. Sesame manusia memang bisa menjadi tempat bergantung, tapi dampaknya ketika manusia itu tidak ada secara logika pasti kita akan goyah lagi.

Lalu apaa atau siapa tempat kita bergantung yang kekal??

Semua tahu, Tuhan lah yang Maha Kekal dan Maha Abadi. Dan Tuhan jugalah seharusnya tempat kita bergantung.

Anjurannya adalah segera lakukan! Hitung semua positif dan negatifnya, jangan munafik bahwa perhitungan dan perencanaan itu juga sangat penting. Dan setelah semua itu terpenuhi, lakukanlah dengan me-pasrahkan segalanya pada Tuhan, Allah SWT.

Dan semoga, dalam pilihan yang telah kita tentukan sendiri dan kita pasrahkan pada Tuhan, walaupun kita salah dalam pilihan itu kita akan damai dan mampu segera diperbaiki. Karena Tuhan, Maha Memperbaiki segala yang tidak mampu manusia perbaiki. :)

Leave a Reply